Psikolog: Sibuk Urus Biaya Nikah, Milenial Lupakan Konsep Berkeluarga

Konten Media Partner
4 April 2019 9:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Iustrasi perceraian. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Iustrasi perceraian. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Anti Sumiati, penyuluh Keluarga Berencana sekaligus psikolog dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Dompu, menilai pergeseran nilai budaya dan perilaku masyarakat menjadi penyebab meningkatnya kasus perceraian di kalangan milenial saat ini.
ADVERTISEMENT
Menurut catatan pihaknya, kasus perceraian justru kebanyakan terjadi di bawah usia 30 tahun, usia milenial. Di antara mereka yang relatif baru beberapa tahun menjalani kehidupan berumahtangga, tak sedikit yang memutuskan untuk bercerai.
Ditemui di kantornya, dia menjelaskan saat ini telah terjadi banyak perubahan nilai masyarakat menyangkut perkawinan. Belum lagi soal ekonomi yang selalu jadi pemicu utama keretakan rumah tangga.
Akibat pergeseran nilai budaya maupun ekonomi, kini orang lebih sibuk memikirkan menyiapkan biaya pernikahan daripada memahami konsep hidup berkeluarga. Orang tua, kata dia, juga cenderung abai untuk menasihati anak soal ini karena mereka juga sibuk dengan urusan ekonomi.
Mereka lupa memberikan pemahaman kepada anak mengenai hak dan kewajiban jika menikah. Akibatnya, kata Anti, banyak pasangan yang tidak paham mengenai fungsi keluarga seperti fungsi ekonomi, cinta kasih, dan lainnya.
Anti Sumiati, Penyuluh Keluarga Berencana DPPKB Kabupaten Dompu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Laki-laki tidak paham apa tugasnya sebagai suami, begitu pula perempuan tidak mengerti fungsinya sebagai istri,” ujar lulusan psikolog lulusan Universitas Muhammadiyah Malang ini, Senin (1/4).
ADVERTISEMENT
Anti menambahkan, pengaruh media sosial menjadi salah satu pemicu mengapa milenial melupakan konsep berkeluarga. Dulu, jodoh itu baru diyakini kalau sudah melihatnya langsung. Tapi kini tidak. Cukup dengan melihat di Facebook atau chatting, orang lalu merasa nyaman.
“Nah, bagi kami kaum perempuan ‘nyaman’ itu penting," ujar Anti. Ia menjelaskan kalau perempuan sudah merasa nyaman dengan orang lain, meski tidak pernah melihatnya dan hanya lewat chatting. Bahkan bagi perempuan yang sudah menikah sekalipun akan berpikir untuk apa mempertahankan rumah tangga jika kenyamanan bisa diperoleh di luar hubungan keluarga.
Menurut Suharto, Ketua Panitera Pengadilan Agama Dompu, kasus perceraian saat ini memang didominasi gugatan cerai yang diajukan pihak perempuan (istri) daripada cerai talak oleh pihak laki-laki (suami). Perbandingannya 10 berbanding 2 untuk kedua gugatan cerai tersebut.
ADVERTISEMENT
-
Penulis: Ilyas Yasin