Psikolog: Soal Bingung Memilih Jurusan Studi

Konten Media Partner
16 September 2019 15:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi studi harus sesuai passion. Foto: thinkstocks
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi studi harus sesuai passion. Foto: thinkstocks
ADVERTISEMENT
Info Dompu – Ada begitu banyak persoalan yang menyebabkan kandasnya perkuliahan di tengah jalan, salah satu karena salah memilih jurusan. Annisa (28), Psikolog dari Dinda Educare Dompu menjelaskan ada beberapa cara untuk memilih jurusan studi agar sesuai dengan passion.
ADVERTISEMENT
Pertama, kata Annisa, ubah pola pikir. Diakui Annisa bahwa hal ini gampang-gampang susah. Dicontohkannya, sebuah Puskesmas di Dompu jumlah karyawannya hampir 250 orang. Dia mengaku punya data di dua Puskesmas lainnya yang jumlah pegawainya banyak.
“Sedangkan sebuah Puskesmas di Jawa antara 40-70 orang. 70 orang itu udah paling banyak. Itu pun sudah full dengan layanan seperti IGD, rawat inap dan lainnya,” ujarnya membandingkan. Di tingkat sekolah juga harus mampu memberikan banyak informasi mengenai pilihan-pilihan jurusan lain.
Sebagai daerah yang belum banyak mengalami kemajuan, kata Annisa, seorang lulusan yang kembali ke daerah seperti Dompu memang harus mampu memberdayakan diri sendiri. Karena itu harus mengambil jurusan yang mampu memberikan skill.
ADVERTISEMENT
“Bayangin aja, di Dompu ini berapa banyak orang punya laptop dan motor, yang kesemuanya membutuhkan tenaga terampil teknisi,” ujarnya. Meski namanya mungkin ‘tukang servis’ laptop tapi pekerjaan ini sangat menjanjikan. Begitu pula teknisi printer. tinggal hitung saja berapa printer di tiap kantor. “Masyarakat kita ini kurang ulet; nggak mau ribet. Mereka lebih senang ‘Udah saya bayar berapa aja’, begitu,” ujarnya.
Ilustrasi memilih jurusan. Foto: thinkstocks
Kedua, untuk kalangan perguruan tinggi, juga harus mengembangkan mental kewirausahaan bagi mahasiswa. Menyeimbangkan hobi dan usaha. Paling enak kalau usaha itu sekaligus hobi sehingga tidak merasa capek. Bagi anak-anak yang terlanjur kuliah di jurusan yang bukan passion-nya, Annisa menyarankan harus membekali diri dengan skill lain karena sekarang mau tak mau jiwanya harus wirausaha.
ADVERTISEMENT
“Wirausaha itu tidak harus jualan. Tapi berdaya. Jika pun hobi itu tidak menghasilkan uang minimal bisa membahagiakan diri dan orang lain,” ujarnya.
Annisa sendiri mengaku punya banyak hobi seperti memasak dan fotografi dan semuanya kini bisa menghasilkan uang. Kegagalan kuliah juga karena faktor dalam diri. “Misalnya ngapaian saya kuliah toh tidak langsung kerja,” kata Annisa.
Dia mengingatkan, kuliah itu memang tidak langsung kerja tetapi konteksnya adalah membangun karakter, sikap, attitude. Karena itu jangan heran jika tamat kuliah orang tidak langsung bekerja karena di kuliah tidak ada pengalaman kerja. Karena itu setelah tamat disarankan untuk cari pengalaman dulu. Setelah itu baru berpikir mencari uang.
Psikolog Annisa. Foto: Info Dompu
Annisa juga mengatakan, kalau mau kuliah jangan berpikir kuliah dimana tapi nanti setelah kuliah mau kerja dimana atau cari uang dengan cara apa. “Jadi yang pertama dipikirkan itu bukan tempat kuliahnya tapi mau kerja dimana. Kalau tempat kuliah sekarang gampang karena sudah banyak pilihan. Itu kesalahan yang sering dilakukan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Jadi spesifikasinya yang penting. “Saya ingin kuliah di jurusan ini, mendapatkan keterampilan ini dan bekerja di sini. Bila perlu sebelum memutuskan kuliah jurusan tertentu sebaiknya kepoin dulu matakuliah apa saja yang dipelajari di sana,” saran Annisa.
Menurut dia lagi, tidak semua orang harus kuliah bahkan tidak harus sarjana strata satu (S1). Sekarang ini D3 lebih banyak dapat kerja, karena level kerja. Kecuali kalau untuk kepangkatan mungkin lulusan D3 akan sulit bersaing dengan lulusan S1 karena mereka levelnya untuk aspek manajemen, sedangkan D3 itu level bekerja.
Ilustrasi kuliah. Foto: Pixabay
Anak-anak yang bersikap tertutup dan kurang mengenal budaya daerah tempat studi juga berpotensi terhadap terjadinya gagal studi. Apalagi untuk anak-anak yang jarang keluar daerah. Misalnya di Dompu dan Bima yang hendak ke Mataram saja agak susah karena daerah kepulauan sehingga jika tiba-tiba harus sekolah ke pulau Jawa mungkin agak shock.
ADVERTISEMENT
“Jadi yang harus disiapkan sebelum keluar adalah persiapan informasi dan mental. Kepoin lokasi kampusnya dimana, di kota atau pedesaan. Kalau tempat kuliahnya di kota berarti harus bergaul dengan anak-anak kota termasuk angkutan. Misalnya jika kuliah di Jakarta Pusat. Waduh, kalau tidak akrab dengan macet dan transportasi seperti busway, kereta, MRT dan lainnya akan menyulitkan yang bersangkutan,” kata Annisa mencontohkan.
Ilustasi mahasiswa kebingungan. Foto: Pixabay
Kegagalan beradaptasi akan menyebabkan tekanan mental dan akhirnya jatuh sakit.”Kalau tertekan mengakibatkan makan tak teratur, stres akhirnya ke fisik karena tidak siap,” ujarnya.
Menurut Annisa, persiapan kuliah itu bukan hanya menyangkut uang, tapi juga perlu yang lain termasuk mengenali kondisi kota. Ada daerah tertentu yang mungkin tidak cocok dari aspek cuaca maupun biaya hidup. Misalnya Malang, Surabaya, Yogyakarta. Kalau Malang mungkin cocok buat karena cuacanya bagus dan biaya hidup terjangkau. Begitu pula Yogyakarta. Tapi Surabaya mungkin agak beda karena cuacanya agak panas karena daerah industri. Bandung mungkin cuacanya bagus tapi biaya hidup relatif mahal.
Ilustasi mahasiswa bahagia. Foto: Pixabay
“Jadi hal-hal itu harus dipertimbangkan ketika memutuskan kuliah,” ujarnya lagi. Harus dipertimbangkan juga trasportasinya yang mungkin tidak langsung ke situ. Misalnya Yogyakarta, mungkin bagus tapi pesawat langsung tidak ada sehingga harus menunggu dan transit dulu. Jadi harus dicari kota yang nyaman untuk belajar, sejuk dan ramah.
ADVERTISEMENT
Annisa meminta para calon mahasiswa untuk realistis memilih kota tempat kuliah dan tidak putus asa untuk memilih kota yang terjangkau dari segi biaya. Yang lain, banyak calon mahasiswa kurang memahami bakatnya sehingga menyumbang terhadap kegagalan studi.
Orang tua juga tidak boleh memaksakan tapi cukup mengarahkan saja. Orang tua cukup mendukung sehingga tidak menutup anak berpretasi sesuai dengan bakatnya, dan mengajarkan anak bertanggung jawab dengan pilihannya. Keterlibatan di organisasi juga bisa mendukung atau menghambat studi, tergantung pribadi masing-masing. Di organisasi akan mendapatkan keterampilan berelasi dengan orang lain.
-
Ilyas Yasin