Salah Pilih Jurusan jadi Penyebab Kuliah Kandas

Konten Media Partner
16 September 2019 14:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mahasiswa di Kelas. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mahasiswa di Kelas. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Info Dompu - Psikolog Annisa (28), menilai banyaknya mahasiswa yang terpaksa kandas kuliahnya di tengah jalan disebabkan karena ikut-ikutan. Banyak anak yang kuliah hanya ikut-ikutan, misalnya menurut kata orangtua, saudara, teman atau tetangga.
ADVERTISEMENT
“Udah, kalau kamu mau kuliah ambil jurusan ini atau itu,” ujarnya menirukan kebiasaan yang ada di tengah masyarakat.
Banyak yang hanya jadi perpanjangan tangan atau copy paste dari orang lain. Akibatnya, baru satu tahun kuliah sudah mulai capek, bosan dan merasa tidak sesuai harapan. Efek secara psikologis, anaknya nggak niat; endurance atau daya tahannya nggak ada. “Ujungnya nanti dia bilang, itu kan bukan maunya saya; kan disuruh bapak atau ibu. Nah kalau sudah begini kan repot,” ujarnya saat ditemui di kantornya Biro Konsultasi Dinda Educare Dompu, Kamis (12/9).
Psikolog Annisa, Foto: Info Dompu
Annisa mengaku banyak menemukan kasus seperti itu, terutama yang berasal dari daerah. Kebanyakan kuliahnya karena ikut-ikutan. “Coba saja dipetakan misalnya di SMA jumlah siswa kelas akhirnya 300 siswa, yang kuliah di tempat begini nih berapa banyak. Pasti menumpuk di satu tempat, hanya sedikit yang kuliah di jurusan yang berbeda,” terangnya prihatin.
ADVERTISEMENT
Saat kuliah di Yogyakarta, Annisa juga menceritakan mengenai teman yang melakukan promosi kampusnya ke daerah termasuk ke Dompu dan Bima. “Ternyata banyak yang memilih jurusan kesehatan,” ujar alumni UMY ini. Selain kesehatan, kata Annisa, jurusan pendidikan guru sangat diminati warga Dompu dan Bima. Sedangkan jurusan ekonomi, hukum dll hanya sedikit.
Annisa menduga memblundaknya masyarakat daerah itu kuliah di dua jurusan tersebut karena kesehatan itu gampang dapat ‘kerja’, terlepas dari apakah punya gaji atau tidak. Dia juga prihatin dengan karakteristik masyarakat yang terkesan kurang ulet. Setelah lulus mereka ingin langsung cepat-cepat kerja, meski sebagai pegawai sukarela. Dia juga menyoroti masih kuatnya kecenderungan untuk menjadi Aparat Sipil Negara (ASN).
ADVERTISEMENT
“Pokoknya, yang penting pake baju keki atau putih-putih (Nakes, red), terlepas dari ada gajinya atau tidak,” terangnya.
Padahal banyak sektor lain yang cukup terbuka seperti psikolog, terapis, teknisi komputer maupun otomotif. Sektor pertanian dan peternakan juga masih cukup bagus. “Yang masih kurang bagaimana pengolahannya, penjualannya, promosinya,” ungkapnya.
-
Ilyas Yasin