Sampuru, Cara Masyarakat Dompu Atasi Cuaca Dingin

Konten Media Partner
10 April 2019 8:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pinggang orang desawa yang di-sampuru. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
zoom-in-whitePerbesar
Pinggang orang desawa yang di-sampuru. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Info Dompu - Sampuru menggunakan bahan baku herbal seperti cengkeh, pinang, sirih, kapur, pala, merica, jahe, daun musi. Bahan-bahan ini biasanya dikunyah hingga halus lalu disemburkan terutama pada bagian punggung, dada, tangan dan kaki. Pada kaum perempuan kadang disembur di bagian jidat. Meski yang membutuhkan sampuru mencakup laki-laki dan perempuan, tapi umumnya profesi sampuru dilakukan kaum Hawa. Hal itu karena terkait dengan tugas pengasuhan dan perawatan anak oleh para ibu.
ADVERTISEMENT
Kombinasi aneka bahan herbal ini akan membuat proses sampuru menghasilkan sensasi rasa hangat dan pedas. Setelah disembur biasanya didiamkan beberapa saat hingga kering. Agar rasa hangatnya lebih meresap maka dapat juga dengan cara menutupinya dengan kain pada bagian-bagian yang disemburi. Bahkan kadang permukaan kulit digaruk-garuk secara halus sebelum disembur.
Sampuru umumnya dilakukan masyarakat Dompu saat puncak sibuk bekerja di lahan atau sawah. Selain menambah tenaga dalam bekerja, sampuru juga dipercaya mampu menghalau cuaca dingin maupun membantu proses pemulihan seperti demam atau sering buang air kecil (BAK). Terapi ini dilakukan orang dewasa maupun anak-anak hingga balita.
Sampuru bagian depan tubuh. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Masyarakat Dompu berkeyakinan, jika proses pengunyahan bahan sampuru itu terlalu encer dan berair maka itu pertanda bahwa suhu badan ‘pasien’ benar-benar dingin. Sebaliknya, jika hasilnya agak kental berarti suhu badan relatif seimbang. Penggunaan beberapa bahan herbal dalam sampuru menyebabkan masyarakat Dompu menanam bahan-bahan tersebut di pekarangan rumah atau di kebun terutama daun sirih, pinang dan jahe.
ADVERTISEMENT
Meski tergolong masih muda tapi Bunaya (27), warga Dusun Restu Desa Tembalae Kecamatan Pajo Kabupaten Dompu, sudah lama memiliki keterampilan sampuru. Yakni satu teknik pengobatan dan perawatan diri masyarakat Dompu dalam menghadapi cuaca dingin.
Bunaya menceritakan, awalnya dia terpaksa belajar sampuru saat anak pertamanya masih bayi. Merasa repot jika harus meminta bantuan jasa pada ahli sampuru di tempat tinggalnya akhirnya ia memutuskan melakukannya sendiri.
“Syukurnya, saya belum pernah mabuk,” ujarnya usai melakukan sampuru, Minggu (7/4).
Pasalnya, kata ibu dua anak ini, pada beberapa penyedia jasa sampuru ini terkadang ada yang mabuk akibat reaksi ‘mistis’ bahan-bahan herbal yang digunakan berupa pusing-pusing, mata berkunang atau kepala terasa berat.
Pada umumnya, kata dia, mabuk diakibatkan oleh buah pinang yang digunakan. Masyarakat Dompu berkeyakinan, buah pinang yang akan digunakan untuk sampuru dilarang dijadikan mainan oleh anak-anak karena akan mengakibatkan mabuk pada saat sampuru.
Tukang sampuru. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
“Mungkin ini sulit dipercaya tapi buktinya begitu,” kata Bunaya lagi.
ADVERTISEMENT
Untuk mendapatkan hasil sampuru yang maksimal, kata dia, maka buah pinang yang digunakan sebaiknya yang sudah tua dan keras supaya menghasilkan semburan yang merata di atas permukaan kulit. Sedangkan buah pinang muda justru membuat hasil sampuru yang tidak rata. Waktu sampuru biasanya dilakukan siang hari hingga sore sebelum pukul 17.00 WITA. Sedangkan malam hari tidak dianjurkan karena hasilnya tidak maksimal.
“Para orangtua menganjurkan agar sampuru dilakukan sebelum suhu dingin masuk. Karena itu tidak dianjurkan dilakukan pada malam hari,” jelas Bunaya.
Profesi sampuru, kata Bunaya, umumnya dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah sepuh. Tapi kini menurutnya sudah mulai dilakoni juga oleh kaum ibu muda seperti dirinya. Bunaya lantas menyebut beberapa nama temannya yang memiliki keahlian tersebut di kampungnya.
ADVERTISEMENT
Ditambahkannya, komposisi bahan sampuru harus seimbang agar mendapatkan sensasi rasa yang ideal. Jika biji cengkeh terlalu banyak misalnya, hanya menyisakan rasa pedas yang menyiksa saat dikunyah. Sebagaimana corak gotong royong masyarakat desa maka tidak ada tarif resmi atas jasa sampuru. Mereka melakukannya atas dasar tolong-menolong. Kalau pun ada yang memberikan imbalan biasanya seala kadarnya saja.
-
Penulis: Ilyas Yasin