Tahun 2019, Angka Perceraian di Kabupaten Dompu Capai 203 Kasus

Konten Media Partner
4 April 2019 8:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Penandatanganan Surat Cerai. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penandatanganan Surat Cerai. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Angka perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Dompu dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Meski persentase kenaikannya relatif kecil tapi menunjukkan tren kenaikan.
ADVERTISEMENT
“Kenaikannnya antara 5 sampai 10 persen per tahun,” ujar Ketua Panitera PA Dompu, Suharto, ditemui di kantornya pada Senin (1/4).
Kasus perceraian tersebut didominasi gugatan cerai yang diajukan pihak istri daripada cerai talak oleh pihak pria (suami). Perbandingannya 10 berbanding 2 untuk kedua gugatan cerai tersebut. Menurut Suharto (52 tahun), angka perceraian itu terus naik dari tahun ke tahun.
Sejak awal tahun 2019 ini terdapat 203 kasus perkara yang terdaftar di PA Dompu. Meski begitu, tidak semuanya merupakan kasus perceraian. Beberapa penyebab perceraian, misalnya suami tidak memberikan nafkah ekonomi, masalah moral (judi, mabuk-mabukan), atau kehadiran orang ketiga sehingga memicu perselisihan.
“Ada juga KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yakni kekerasan secara fisik tapi itu kecil,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, sebenarnya kasus KDRT tersebut tergolong besar tapi penggugat cenderung menyembunyikan kecuali kasus yang dilaporkan ke Kepolisian. Alternatifnya, penggugat biasanya menggunakan alasan lain seperti berjudi, mabuk atau tidak memberikan nafkah.
Suharto, Ketua Panitera PA Dompu. Foto: Ilyas Yasin/Info Dompu
Suharto menjelaskan, tidak semua orang yang datang ke kantornya pulang dengan membawa akta cerai. Sebaliknya, kantor PA hanya sekadar tempat curhat (curahan hati) atau mengobati luka hati.
Sebelum majelis hakim melanjutkan persidangan dan menjatuhkan vonis, pihaknya berkewajiban melakukan mediasi untuk mendamaikan kedua pihak yang berperkara. Upaya mediasi juga dilakukan oleh pihak lain di luar pengadilan.
“Jika majelis hakim menunda sidang selama dua minggu misalnya, kami mendorong kedua pihak untuk mediasi baik oleh orang tua, tokoh masyarakat, maupun aparat desa setempat sehingga mereka bisa harmonis kembali,” katanya.
ADVERTISEMENT
Prinsipnya, kata dia, para pihak yang berperkara pulang dari kantor PA dengan senyuman, dalam arti kembali rukun. Kalau sudah begitu perkaranya dapat dicabut. Tapi jika upaya mediasi gagal dan para pihak ngotot perkaranya dilanjutkan, maka persidangan akan tetap berjalan.
-
Penulis: Ilyas Yasin