Tantangan Pendidikan Negara Agraris di Era Rovolusi Industri 4.0

Konten Media Partner
18 Desember 2019 10:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi negara agraris. Foto: Unplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi negara agraris. Foto: Unplash
ADVERTISEMENT
Info Dompu - Baru baru ini pemerintah Indonesia mencanangkan pembangunan disegala sektor dengan jargon Revolusi Industri 4.0.
ADVERTISEMENT
Apa itu Revolusi Industri 4.0?
Pada awalnya Revolusi industri 4.0 merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh ekonom asal Jerman, Profesor Klaus Schwab, dengan tujuan mengubah pola kebiasaan manusia tentang hidup dan cara kerja. Pada tahun 2018 disebut sebagai awal zaman revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan sistem cyber-physical.
Kini berbagai industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin, dan data yang lebih dikenal dengan nama Internet of Things.
Ilustrasi Internet. Foto: Pixabay
Apa Tantangan Pendidikan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0?
Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, diperlukan pendidikan serta tenaga pendidik yang dapat membentuk generasi kreatif, inovatif, serta kompetitif.
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, bahwa untuk menjawab tantangan abad 21 harus menguasai 5 kemampuan yakni Complek problem solving, Process Skill, Social Skill, System Skill, Cognitive Ability.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengoptimalisasi literasi baca-tulis, literasi numerasi dan literasi digital. Sehingga ke depan penggunaan teknologi sebagai alat bantu pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan out-put yang dapat mengikuti atau mengubah zaman menjadi lebih baik.
Ilustrasi. Foto: Unplash
Indonesia pun perlu meningkatkan kualitas lulusan sesuai dunia kerja dan tuntutan teknologi digital. Metode pembelajaran harus mulai beralih menjadi proses-proses pemikiran yang visioner, termasuk mengasah kemampuan cara berpikir kreatif dan inovatif. Hal ini diperlukan untuk menghadapi berbagai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Indonesia sebagai Negara Agraris
Ilustrasi negara agraris. Foto: Unplash
Kita semua perlu mengingat bahwa Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini diuntungkan karena dikaruniai kondisi alam yang mendukung, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, serta beriklim tropis dimana sinar matahari terjadi sepanjang tahun.
ADVERTISEMENT
Sumber daya alam seperti ini sewajarnya mampu membangkitkan Indonesia menjadi negara yang makmur tercukupi kebutuhan pangan seluruh warganya. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mengakomodir itu semua melalui sistem pendidikan yang sesuai corak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yakni sebagai negara agraris.
Ilustrasi. Foto: Unplash
Pendidikan Indonesia harus bercermin pada nilai-nilai luhur Pancasila yang sebaiknya tidak meniru-niru sistem dari negara mana pun. Pemerintah harus mempersiapkan Kurikulum yang membuat siswa bangga jadi masyarakat negara agraris.
Bukan kurikulum yang melanggengkan hedonisme, bukan pula kurikulum yang ingin menjadikan kita seperti negara China, Singapura, Jerman, Korsel, dan negara mapan lainnya. Kita adalah Indonesia, bukan mereka. Indonesia negara agraris bukan negara industri.
Tantangan Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0
Ilustrasi. Foto: Pixabay
Ironisnya, kita lebih bangga jadi masyarakat industri dari pada menjadi masyarakat agraris yang tanah air subur. Semua ingin menjadi pengusaha. Revolusi industri 4.0 bukan berarti tidak bagus namun lebih mengarah sesuai kondisi.
ADVERTISEMENT
Virus industrialisasi telah meracuni sampai ke pelosok desa. Banyak sawah yang dijadikan destinasi wisata, ladang yang harusnya ditanami tanaman produktif malah ditanami bunga-bunga dari plastik hanya sekedar untuk ber-swafoto (selfie). Tidak peduli hutan gundul dan banjir siap menerjang asalkan perut tidak lapar.
Ilustrasi. Foto: Unplash
Nadiem Makarim, selaku Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, merombak hampir seluruh sistem pendidikan yang dirasa "usang", melalui kebijakan dan istilahnya "Merdeka Belajar". Ia berupaya bagaimana cara proses belajar mengajar yang membahagiakan guru dan siswa.
Di akhir tulisan ini, saya berpesan pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim agar membuat kurikulum yang menjadikan kita bangga pada negeri ini. Kurikulum yang membuat tidak lupa pada asal-usul kita. Bila hal tersebut dipenuhi maka "Merdeka Belajar" akan terwujud.*
ADVERTISEMENT
-
Benyamin, Fasilitator Pendidikan (Founder Rumah Baca Tapak Seribu, Kabupaten Dompu, NTB)