Kisah dokter Veronika F Laban sebagai Pejuang Corona dan DBD

Konten Media Partner
4 Juni 2020 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dokter Veronika F Laban saat berada di ruangan Isolasi RS Murung Raya.
zoom-in-whitePerbesar
Dokter Veronika F Laban saat berada di ruangan Isolasi RS Murung Raya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia umumnya dan Kalteng khususnya pasti tidak asing mendengar nama Veronika Feni Laban(28). Selain sebagai seorang dokter muda, Wanita keturunan Flores dan Dayak ini pernah menjadi Putri Indonesia perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Menyandang predikat sebagai dokter muda lulusan Universitas Palangka Raya, wanita keturunan NTT- Dayak ini sedang berjibaku dengan pasien COVID-19 di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Ia ditempatkan di IGD yang tentunya sangat rentan terpapar jika pasiennya tidak jujur.
Sebagai garda terdepan dalam penanganan Corona, wanita kelahiran Barito Utara yang sangat konses dalam analis tentang Demam Berdarang Dangue ini tentu memiliki kecemasan tersendiri. Ia tentu memiliki kekhawatiran besar karena menjadi kelompok yang rentan terpapar. Apalagi sudah banyak kasus tenaga medis yang positif Corona bahkan sampai 'gugur' karena tertular dari pasien yang mereka tangani.
“Karena memang tugas saya sebagai dokter, sehingga apa pun penyakitnya tetap harus dihadapi, tidak pilih-pilih mana pasien COVID-19 dan mana yang tidak, dan sesuai sumpah dokter yaitu membaktikan hidup saya guna kepentinganperikemanusiaan,” tutur Veronika saat dihubungi awak media, Kamis (4/6).
ADVERTISEMENT
Sebagai dokter muda berusia 26 tahun yang ditugaskan di IGD RSUD Puruk Cahu, Vero, sangat berhati-hati dalam melakukan skrining awal bagi setiap pasien yang masuk agar tidak salah langkah untuk ditangani selanjutnya.
”Kami skrining-nya ketat terhadap semua pasien yang masuk, sehingga nantinya tidak salah untuk ditangani selanjutnya,” kisahnya.
Tugas melakukan skrining awal terhadap semua pasien yang masuk di IGD bukan tanpa kendala. Karakter dan kemauan setiap pasien yang berbeda-beda tentu menjadi tantangan tersendiri bagi dokter lulusan Universitas Palangka Raya ini dan teman-temannya di IGD Puruk Cahu.
Bahkan kata dia, pernah ada pasien yang ditanganinya itu tersinggung ketika didiagnosa ODP COVID-19. “Di IGD pernah saya mendapatkan pasien yang tersinggung didiagnosis ODP sehingga pasien tersebut memilih kabur ke luar kota untuk pulang ke kampung halamannya,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
Selain pasien yang tersinggung, Vero juga pernah menemukan pasien yang melarikan diri usai dinyatakan rapid test positif dan didiagnosa PDP. “Pernah juga pasien di ruang isolasi setelah dinyatakan rapid positif dan didiagnosis PDP diam-diam kabur karena menolak dirujuk untuk di-swab. Akan tetapi esoknya pasien dijemput petugas dan dirujuk,” ujarnya.
Ia juga mengaku sedih lantaran ada pasiennya yang berbohong soal riwayat perjalanannya. Padahal kata Vero, kebohongan itu bisa membahayakan dirinya dan juga para tenaga kesehatan lainnya.
Waktu itu, kata Vero, sang pasien dinyatakan lolos skrining awal, tapi setelah dilakukan pengecekan lebih dalam pasien ternyata memiliki riwayat menghadiri acara selamatan di rumah tetangga yang baru pulang dari Itjima Ulama di Gowa.
Dokter Veronika F Laban saat berada di ruangan Isolasi RS Murung Raya.
"Awalnya pasien dirawat di ruang biasa, namun setelah di rapid dinyatakan reaktif. Akhirnya pasien tersebut dipindahkan ke ruang isolasi dan semua petugas kesehatan yang kontak dengan pasien tersebut di-rapid juga. Puji Tuhan semua tenaga kesehatan yang pernah berkontak dengannya hasilnya non reaktif termasuk saya sendiri,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selama bertugas, Vero juga tak bisa menahan rindunya dengan keluarganya, biasanya satu atau dua bulan sekali dirinya bertemu dengan keluarganya. Namun, selama bertugas menangani COVID-19, dokter asal Barito Utara ini mengatakan tidak mau dikunjungi dan mengunjungi keluarga untuk sementara waktu.
“Selama kuliah dan menjadi dokter muda saya sudah pisah dengan keluarga namun tetap bertemu satu atau dua bulan sekali. Saat pandemi COVID-19 ini saya tidak ingin mengunjungi atau dikunjungi org tua saya karena saya takut menularkan mereka,” ujarnya.
Selain menangani pasien Corona, wanita berkulit gelap ini pernah melakukan analisis dan evaluasi terkait isu kesehatan yang ada di masyarakat secara khusus tentang Demam Berdarah Dangue(DBD) di Provinsi Kalimantan Tengah.
Menurutnya, Asia Pasifik menanggung 75% dari beban dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) terbesar diantara 30 negara wilayah endemis. “Kalau kita di Kalimantan Tengah kasus DBD masih cukup tinggi,”ujar wanita lulusan Universitas Palangka Raya ini.
ADVERTISEMENT
Saat melakukan analisis dan evaluasi terkait DBD disejumlah Puskesmas, wanita kelahiran Barito Utara ini menemukan bahwa masih banyak masyarakat yang menginginkan dilakukannya fogging untuk membasmi penyebab DBD. Padahal fogging merupakan pilihan terakhir dalam pencegahan DBD.
“Yang paling penting dalam mencegah DBD ialah pemberantasan sarang nyamuk dengan melakukan 3 M Plus (menguras, menutup, mengubur),” jelasnya.
Pengabdiannya pada kesehatan masyarakat khususnya DBD membuat Vero gencar melakukan penyuluhan tentang betapa pentingnya kebersihan lingkungan dan mendaur ulang atau mengubur barang bekas untuk pencegahan DBD. Ia juga mengajak masyarakat menjadi kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di setiap rumah.
“Tujuannya supaya angka kejadian DBD di Indonesia dan khususnya Kalimantan Tengah dapat menurun karena masyarakat telah mengerti cara pencegahan DBD yang paling tepat,” tutupnya.
ADVERTISEMENT