Kisah Heroik Djendjeng, Pejuang Kemerdekaan Asal Kotawaringin Lama

Konten Media Partner
26 September 2021 7:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Djendjeng alias H Bachrun, tokoh sekaligus pejuang kemerdekaan asal Kotawaringin Lama. Foto: IST/InfoPBUN
zoom-in-whitePerbesar
Djendjeng alias H Bachrun, tokoh sekaligus pejuang kemerdekaan asal Kotawaringin Lama. Foto: IST/InfoPBUN
ADVERTISEMENT
InfoPBUN, KOTAWARINGIN BARAT - Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, Belanda berencana ingin kembali menguasai kembali nusantara dengan membonceng tentara NICA.
ADVERTISEMENT
Upaya tersebut mendapatkan perlawanan dari para pejuang, tak terkecuali di wilayah Teringin/Kotawaringin, yang kini masuk dalam administrasi Kecamatan Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat.
Satu dari sekian banyak tokoh yang ikut dalam perlawanan di wilayah tersebut tersebut yakni diantaranya Djendjeng alias H Bachrun. Ia merupakan seorang Pejuang Pasca Kemerdekaan yang lahir di Pangkalan Moentai, Kotawaringin sekitar tahun 1890-an.
Dikutip dari buku Tjilik Riwut Berkisah, Djendjeng alias H Bachrun merupakan tokoh pejuang kemerdekaan yang juga sahabat karib Tjilik Riwut.
Ia awalnya merupakan seorang saudagar karet, namun karena jengah dengan perlakuan Belanda, Djendjeng memilih angkat senjata dan bergabung sebagai pejuang.
Kedatangan rombongan pasukan MN001 pada tanggal 10 Maret 1946 di Kotawaringin semakin mengobarkan semangatnya. Selama gerilya di lokasi tersebut, Djendjeng bersama dengan Masyarakat Kotawaringin lainnya banyak memberikan bantuan kepada para pasukan.
ADVERTISEMENT
Tetapi tepat pada bulan April 1946 sekitar pukul 09.00 pagi, tanpa diduga-duga, Kotawaringin diserang oleh tentara NICA. Tentara Belanda datang dari arah Pangkalan Bun dengan menaiki empat buah kapal.
Akibat peristiwa itu, sebanyak 13 rumah warga dan gudang perlengkapan milik pasukan MN001 hangus dibakar tentara NICA, termasuk tempat tinggal Djendjeng. Sementara tiga anggota MN001 gugur saat itu dan seorang lainnya terluka parah.
Para pejuang sempat memberikan perlawanan, namun lantaran kalah senjata dan guna mengantisipasi jatuhnya banyak korban, pasukan pejuang menyingkir ke Sukamara untuk membentuk kekuatan baru.
Upaya itu juga rupanya terendus sekutu. Pada tanggal 28 Juli 1947, sejumlah pejuang berhasil ditangkap oleh tentara NICA, diantaranya Djendjeng alias H. Bachrun, Kyai Busra, Gusti Achmad, Ibak, Derek, Mulia, Muhammad Utuh, Goesti Doemai Anas dan Usup Djagam.
ADVERTISEMENT
Mereka selanjutnya dikirim ke Banjarmasin untuk dipenjara oleh tentara NICA, dan baru bebas pada tanggal 28 November 1947, setelah ada kesepakatan antara Indonesia dan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Selepas dilepaskan dari penjara, H Bachrun lebih banyak menghabiskan waktunya berkebun di daerah Kotawaringin Lama.
Ia wafat di Mekkah, Saudi Arabiya pada pada tahun 1970 di usia lebih 70 tahun pasca menunaikan ibadah haji.