Dijuluki Gorilla, Begini Cerita Si Rambut Keriting yang Sering Dibully

12 Juli 2018 16:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentry dan Tyas, mereka yang dibully karena punya rambut keriting. (Foto: dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tentry dan Tyas, mereka yang dibully karena punya rambut keriting. (Foto: dok. pribadi)
ADVERTISEMENT
Bullying rupanya masih menjadi salah satu permasalahan sosial yang belum berhenti. Hampir setiap orang pernah mengalaminya, terutama mereka yang memiliki bentuk tubuh, warna kulit, dan penampilan yang berbeda dengan orang-orang kebanyakan. Salah satunya adalah orang yang memiliki rambut keriting alami (curly).
ADVERTISEMENT
Hal ini terjadi pada seorang perempuan bernama Dian Tri Utami. Ia sering di-bully lantaran rambut keriting ikal yang dimilikinya sejak lahir. Sejak SD hingga SMP, banyak teman-teman sekolah yang mengejeknya. Bahkan ia sampai disebut gorilla karena tubuhnya yang besar, kulitnya yang gelap dan rambutnya yang keriting.
Saat itu, perempuan berusia 26 tahun ini merasa terpuruk. Terlebih lagi, teman-temannya tak ada yang membelanya. Hingga pada akhirnya, perempuan yang akrab disapa Riri ini memutuskan untuk meluruskan rambutnya ketika ia duduk di bangku 2 SMP.
"Begitu saya masuk kelas, mereka bilang saya seperti kuntilanak. Sedih sih, dulu anak-anak seusia saya tidak pernah diajarkan cara menghargai perbedaan. Saya sempat depresi dan tidak mau sekolah, ibu saya sampai datang ke sekolah untuk melaporkan kelakuan anak-anak yang suka bully saya," cerita Riri pada kumparanSTYLE beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Riri sempat marah dan melawan, namun ia justru malah dijuluki preman sekolah dan tak ada yang berani mendekatinya. Namun semakin ia beranjak dewasa, ia semakin menghargai dirinya sendiri dan betul-betul fokus merawat rambutnya.
Rambutnya kembali ikal seperti semula. Ia juga tidak ingin mencatok rambutnya. Bahkan tak jarang ia sering gonta-ganti warna rambut dan rajin retouch setiap tiga bulan sekali.
Setelah masuk ke dunia kerja, Riri merasa bahwa rambutnya ini membawa keberuntungan.
"Sejak bekerja dan bertemu banyak orang, mereka ingat saya karena rambut saya unik dan nyentrik, jadi mudah dikenali. Banyak yang bilang rambut saja keren dan mereka iri. Saya merasa rambut saya pembawa keberuntungan," katanya lagi.
Disebut 'Sarang Tawon'
Tyas Dhini, sering dibully karena rambut keritingnya (Foto: dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tyas Dhini, sering dibully karena rambut keritingnya (Foto: dok. pribadi)
Bullying karena bentuk rambut juga pernah dialami perempuan lainnya bernama Tyas Dhini Hapsari. Bahkan hingga saat ini, ia masih sering dipanggil dengan sebutan 'sarang tawon' karena rambutnya yang mengembang dan keriting kecil. Selain itu, kulitnya yang gelap, bentuk tubuhnya yang besar, dan fitur wajahnya yang mirip seperti orang dari Indonesia Timur membuatnya jadi bahan olok-olokan di sekolah.
ADVERTISEMENT
Saking seringnya dibully sejak kecil, perempuan 30 tahun ini berubah menjadi sosok yang pemarah. Dulu saat masih bersekolah, ia sempat membenci dirinya sendiri hingga tak ingin pergi ke sekolah.
"Saya orang Jawa, lahir di Jakarta, tapi muka mirip orang Papua. Saya asli Jawa Tengah dan tidak ada keturunan Papua, tapi orang-orang suka tidak percaya. Pernah saya sampai dimarahi orang Papua karena saya tidak mau ngaku sebagai orang Papua," cerita Tyas saat dihubungi kumparanSTYLE, Rabu (11/2).
Tyas juga berprofesi sebagai model plus size. (Foto: dok. pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tyas juga berprofesi sebagai model plus size. (Foto: dok. pribadi)
Sama seperti Riri, Tyas pun tak ingin mengubah rambutnya. Ia cukup bangga dengan kondisinya saat ini. Bahkan, Tyas berhasil melawan definisi standar kecantikan dengan menjadi model bertubuh besar untuk membuktikan rasa percaya dirinya. Ia juga bekerja di bidang kecantikan dengan menjadi makeup artist.
ADVERTISEMENT
"Saya percaya diri dan bangga karena punya sesuatu yang unik. Rambut keriting, kulit hitam tapi orang Jawa. Kata bapak saya, tidak usah dengarkan orang yang ngebully, karena mereka juga belum tentu hidupnya benar dan bahagia," kenangnya menutup perbincangan.
Bagaimana dengan Anda? Pernahkah punya pengalaman serupa?