SQR - Ruang Perawatan RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet

Cerita 'Tentara Langit Berkerah Putih' Bertempur Melawan Mikro Virus

Dr. M Iqbal El Mubarak
PB IDI bagian Emergensi Medical Team
25 Maret 2020 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3).  Foto: ANTARA/Kompas/Heru Sri Kumoro
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis memeriksa kesiapan alat di ruang ICU RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA/Kompas/Heru Sri Kumoro
Bercerita virus dan bakteri bukan hal asing bagi kami—tentara langit berkerah putih. Karena profesi ini tidak akan terlepas dan bersinggungan dengan makhluk hidup supermikro tersebut.
Maka ketika telah datang generasi terbaru dari mereka—COVID-19, seperti sebelum-sebelumnya kami tidak merasa takut apalagi mundur. Karena kami tahu kekuatan mereka dan memahami bahwa mereka juga makhluk hidup yang memiliki titik lemah (masa inkubasi).
Kedatangan generasi baru di muka bumi itu, seperti biasa pada umumnya, datang tiba-tiba tanpa konfirmasi serta membabi buta menyerang manusia dengan sporadis. Kami para petugas medis pun menyambut tawaran genderang perang mereka.
Banyak cerita menarik yang masyarakat umum tidak ketahui—suka duka para tentara langit berkerah putih dalam bertempur melawan makhluk supermikro ini.
Benteng pertahanan para tentara langit berkerah putih adalah PPE (Personal Protection Equipment) atau APD (Alat Pelindung Diri). Ini hal prinsip dan mutlak, walaupun tidak menjamin 100% benteng pertahanan tidak akan jebol oleh lawan (COVID-19).
Penggunaan PPE kali ini ekstra. Penggunaan yang biasanya cukup dua jenis saja (masker dan hand cune), kali ini wajib full protection (jubah, masker, hand cune, goggle, dan headcap). Karena musuh saat ini memiliki daya serangan yang jauh lebih kuat.
Paramedis mengenakan alat kesehatan di ruang IGD RS Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3). Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Penggunaan PPE tidak semudah yang dibayangkan, karena ketika PPE Full Protection telah digunakan, maka selama penugasan (8-12 jam) PPE itu harus terus digunakan.
Maka, aktivitas kemanusiaan seperti hasrat buang hajat dan pemenuhan kebutuhan pokok seperti makan dan minum, harus dibatasi. Karena PPE yang telah digunakan, jika dilepas maka otomatis harus diganti dengan yang baru.
Belum lagi dengan terbatasnya PPE saat ini yang mengharuskan paramedis harus mengirit penggunaan PPE.
Selain itu, penggunaan PPE juga membuang energi tubuh dua kali lipat dari sebelumnya, karena penggunaan PPE menjadikan suhu tubuh meningkat.
PPE juga hanya untuk per shift. Tak heran rekan-rekan paramedis tumbang karena kelelahan. Hal ini tentu mengancam balik sang musuh (COVID-19) untuk melakukan serangan balik kepada paramedis. Tak urung ancaman jebolnya pasukan garda depan dapat terjadi.
Paramedis mengenakan APD. Ilustrator: Maulana Saputra/kumparan
PPE yang disiapkan tak semata PPE yang berada di luar (pakaian/eksternal). Sebaliknya, PPE dari dalam tubuh (internal) juga harus dipenuhi.
Apa itu PPE internal? Itu adalah imunitas tubuh... Penguatan imunitas, khususnya bagi paramedis, sangatlah penting, yaitu dengan cara selalu mengkonsumsi suplemen-suplemen yang turut memperkuat tubuh agar dapat terus stabil.
Namun, yang menyakitkan kini adalah terjadinya stigmasisasi oleh masyarakat kepada tentara langit berkerah putih ini. Mereka dianggap berbahaya, dan karenanya berpotensi terkena diskriminasi. Mereka tidak boleh tinggal di area tempat tinggalnya oleh masyarakat sekitar.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten