Mewarnai Diri demi Sesuap Nasi

Irene Vinaldust
Student of Marketing Communication in LSPR
Konten dari Pengguna
12 April 2022 13:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irene Vinaldust tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Manusia Patung Pangeran Diponegoro dan Jendral Sudirman. Photo by Irene Zefanya
zoom-in-whitePerbesar
Manusia Patung Pangeran Diponegoro dan Jendral Sudirman. Photo by Irene Zefanya
ADVERTISEMENT

Kota Tua, sebuah kota yang dijadikan sebagai situs warisan pada tahun 1972 oleh Gubernur Jakarta, Ali Sadikin.

Tempat ini kini sudah ramai dikunjungi wisatawan. Banyaknya pengunjung kota tua menyebabkan orang-orang mulai berpikir kreatif untuk mencari nafkah. Salah satu pemikiran yang muncul adalah manusia berwarna yang terlihat seperti patung untuk berfoto bersama turis dan memperoleh tip sebagai upah.
ADVERTISEMENT
Warna yang digunakan manusia patung sendiri terdiri dari berbagai macam warna seperti abu-abu, emas, perunggu, dan hitam. Mungkin bagi sebagian orang hal ini terlihat mengagumkan tetapi mewarnai sekujur tubuh menggunakan bahan kimia tentunya akan berpengaruh terhadap kesehatan mereka.
Menggenakan Pakaian. Photo by Irene Zefanya
Namun, di balik pekerjaan sebagai manusia patung, terdapat harapan mulia dari para pekerja seni ini. Salah satunya agar pengunjung dapat terhibur dan bisa berkunjung ke Kota Tua untuk mempelajari sejarah Tanah Air.
Terdapat tiga manusia patung yang kami temui, yaitu manusia berwarna perunggu yang menyerupai Laksamana Madya, manusia berwarna emas yang menyerupai Pangeran Diponegoro, dan manusia berwarna hitam yang menyerupai Jenderal Sudirman.
Laksamana Maeda Bersepeda. Photo by Irene Zefanya
Mereka rela berdiri berjam-jam melawan panas matahari demi satu suap nasi yang dapat membantu mereka melewati hari-hari Para pekerja seni ini bukan hanya bekerja sebagai manusia patung, tetapi terdapat komunitas yang dijadikan sebagai fondasi mereka.
ADVERTISEMENT
Yusuf Subagio, selaku ketua komunitas seniman Kota Tua menjelaskan bahwa manusia abu-abu di daerah Kota Tua kini sudah dilarang. Ia menjelaskan bahwa semenjak pandemi, manusia abu-abu sudah sering ditemukan di sekitar lampu merah. Tak hanya itu, mereka kerap tertangkap sebagai pengguna narkoba dan ketika di konfirmasi, ternyata mereka bukan bagian dari komunitas seniman. Hal ini berdampak kepada para pekerja seni dan menurunkan martabat seorang seniman.
Yusuf Subagio selaku narasumber. Photo by @yusufsubagio_87 di Instagram
Perkataan Yusuf Subagio sendiri pun terbukti dengan ditemukannya manusia abu-abu di jalan Pasar Pagi Raya, Jakarta Barat. Ketika lampu telah berubah warna merah, di situlah para manusia abu-abu menjalankan aksinya dengan di tengah para pengendara.
Manusia bewarna abu-abu di Tambora, Jakarta Barat. Photo by Irene Zefanya
Kesulitan ekonomi keluarga merupakan alasan utama manusia patung turun ke jalanan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi telah menambah jumlah kemiskinan di Indonesia. Program bantuan sosial yang selama ini ada, mungkin belum sepenuhnya memecahkan persoalan ekonomi mereka yang terdampak pandemi. Itulah sebabnya, pilihan turun ke jalan sebagai manusia patung akhirnya harus dijalani.
ADVERTISEMENT