26 Pertanyaan yang menantang

Konten dari Pengguna
21 Mei 2018 7:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irfan AmaLee tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang remaja kelas 2 SMP mengajukan 26 pertanyaan menantang kepada guru dan orangtuanya. Ini bukan pertanyaan biasa. Berikut ini beberapa contoh pertanyaannya:
ADVERTISEMENT
"Apakah pancasila itu thoghut?", "Yang tidak berhukum dnegan hukum Allah, itu kafir. Berarti Indonesia kafir dong? karena pake UUD dan pancasila?", "Dalam QS Al-Baqarah 191, ada ayat Bunuhlah mereka di manapun kamu temui ..., berarti orang kafir boleh dibunuh dong.."
Sendaianya anak remaja itu bertanya pada Anda, apa jawaban Anda?
Dari wajahnya saya melihat anak ini adalah anak yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Dalam beberapa bulan terakhir dia getol baca buku-buku tentang huru har akhir zaman yang dia pesan secara online dan rahasia. Dia juga menyimpan dua flashdisk yang penuh dengan hadis bernada dukungan terhadap ISIS dan kelompok ekstrem.
Ini bukan satu-satunya remaja yang terpikat dengan seruan juhad yang terlihat heroik dan keren. Saya menemukan cerita sejenis dari berbagai kota, baik mendengar langsung dari orangnya, temannya, gurunya, atau gurunya.
ADVERTISEMENT
Saya tak terlalu kaget kalau remaja dan anak muda tertarik dengan gagasan islam keras. Karena saya juga saat seusia mereka mengalami hal yang sama. Bedanya, sekarang informasi lebih banyak dan sangat mudah diakses. Sehingga anak-anak muda bisa mempunyai bahan yang lengkap, dan punya pertanyaan yang sama sekali tak terduga.
Tak heran jika survey Wahid Foundation bersama LSI di 34 provinsi menemukan bahwa 600 ribu orang Indonesia pernah lakaukan tindak radikalisme, dan 11 juta orang siap melakukan jika ada kesempatan.
Saat orang sibuk berdebat apakah terorisme itu rekayasa, di lapangan semakin banyak anak muda terpikat pesona kelompok ekstrem. Ketika orang-orangtua berteriak bahwa terorisme itu hantu yang dibesar-besarkan, mereka tak sadar mungkin anak-anak mereka sedang berselancar di internet mempelajari konten-konten ekstrem bahkan sudah berbaiat menjadi anggota kelompok ekstrem.
ADVERTISEMENT
Mari berhenti menyangkal. Mengutuk terorisme, mengatakan teroris bukan islam, tidak ada hubungannya dnegan Islam, bukanlah jawaban. Mengakui ada masalah adalah pangkal dari penyelesaian masalah. Kita sulit sembuh jika kita tidak merasa sakit. Walaupun dengan berat hati, kita harus berani mengakui bahwa ada aksi terorisme yang terinspirasi oleh pemahaman agama (ada juga terorisme yang tidak diinspirasi agama). Kita harus mengakui bahwa ada ayat-ayat dan hadis yang DIGUNAKAN dan DISALAHFAHAMI untuk mendukung aksi kekerasan. Ayat-ayat perang bisa ditemui di semua kitab suci. Bukan hanya Quran. Semua umat beragama harus mengakuinya. Para pemimpin agama harus bekerja keras mengedukasi ummatnya untuk menjelaskan konteks-ayat-ayat perang. Sehingga orangtua dan guru bisa memberikan jawaban pada remaja-remaja yang sedang bimbang.
ADVERTISEMENT
Mari berhenti melempar tanggung jawab. Mengatakan bahwa terorisme adalah rekayasa aktor intelektual, yang mungkin tidak sepenuhnya salah, mencerminkan kita menganggap bahwa kita tidak ikut berandil dalam masalah ini. Ini masalah kita bersama. Tak ada faktor tunggal dalam setiap kejadian. Selalu kombinasi dari faktor-faktor yang rumit. Terorisme mugkin gabungan dari cara pandang yang salah terhadap teks agama, semakin melemahnya kohesi sosial, penyebaran informasi dan propaganda, dan kepentingan-kepentingan politik. Ini adalah masalah kita bersama. Mengatakan ini konspirasi adalah sikap malas, mengalihkan tanggung jawab pada pihak yang tak jelas. Yang harus kita lakukan adalah jangan biarkan anak-anak muda kita seperti rumput kering, agar tidak mudah dibakar. Basahi mereka dengan pemahaman agama yang menyejukkan.
ADVERTISEMENT
Mari kita bicarakan secara terbuka bahaya faham ekstrem kekerasan (violent extrmism) bukan cuma saat ada kejadian terorisme. Ini maslaah yang harus diselesaikan dalam jangka waktu panjang. Menanam benih perdamaian dan mencegah virus kekerasan bukan seperti sprint, tapi maraton panjang.
#jihadamai @peacegenid