news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kamu Bukan Ibuku

Veronica Theresia Taruh Barguna
Mahasiswi Jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara
Konten dari Pengguna
12 Desember 2021 10:17 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Veronica Theresia Taruh Barguna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seorang ibu dan anaknya. Sumber: Unsplash (https://unsplash.com/photos/y1wVavuxZtE)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seorang ibu dan anaknya. Sumber: Unsplash (https://unsplash.com/photos/y1wVavuxZtE)
ADVERTISEMENT
Menerima suatu kenyataan bahwa dia bukan ibuku adalah hal tersulit bagi setiap anak. Terkadang ibu adalah sosok yang bisa mengerti perasaan kita, kesedihan kita, kebahagiaan kita, dan lain-lain. Namun, tidak semua orang bisa merasakan hangatnya pelukan seorang ibu.
ADVERTISEMENT
Seperti yang dirasakan Sarah, gadis berusia 16 tahun yang dirawat oleh tantenya tetapi sudah dianggap seperti seorang ibu baginya. Di usia yang muda ia harus merasakan pahitnya hidup yang kejam. Di mana ia dianggap bukan sebagai seorang anak melainkan seorang pembantu. Hatinya yang polos selalu menerima apa saja yang disuruh tantenya, sekalipun larut malam ia tetap melakukannya.
Hari demi hari berganti, ia mulai mengetahui arti ibu dalam hidupnya ketika melihat teman-temannya bersenda gurau dengan ibu mereka. Sakit. Itu yang ia rasakan ketika mengingat bahwa ia dan ibunya tidak pernah seperti itu. Yang terjadi di rumah hanyalah, "Sarah, cuci baju!", "Sarah, cuci toilet!", "Sarah, jangan lupa pergi ke pasar!", dan kata-kata suruhan lainnya.
ADVERTISEMENT
Tidak pernah sekali pun ada tawa canda di antara perbincangan mereka. Miris memang. Namun, itulah kenyataan yang harus ia hadapi dengan lapang dada.
Ketika Sarah dalam perjalanan pulang, ia merasa heran karena wanita seumuran ibunya duduk menghadap Sarah sambil terus tersenyum. Risih, itu yang ia rasakan. "Pak, tolong hentikan angkotnya di depannya ya," ucap Sarah karena tidak tahan dilihat orang seperti itu.
Ketika Sarah sudah turun, ia kembali melangkahkan kakinya melewati gang-gang sempit menuju rumahnya yang hanya berjarak kurang dari 15 meter.
Setibanya di rumah, ia begitu kaget karena wanita yang ia lihat di angkot tadi kini sedang duduk bersama tantenya. "Sini, dek, ada yang pengin dibicarakan," ucap Tante Sarah saat menyadari bahwa Sarah sudah pulang. Sarah hanya mengangguk dan duduk di samping tantenya, sedangkan wanita yang duduk di hadapannya ini terus melihatnya sambil tersenyum seperti di dalam angkot tadi.
ADVERTISEMENT
"Jadi aku ibu kandungmu, Sarah. Aku datang kesini untuk membawamu pergi bekerja bersamaku agar kamu tidak capek-capek pergi ke sekolah lagi." Wanita di depan Sarah memulai pembicaraan yang serius. Duarrrr, seakan bom atom meledak di kepala saat mendengar ucapan itu.
"Pekerjaan ini bisa membuatmu kaya dalam waktu singkat, sayang. Kamu hanya cukup melayani pelanggan di bar dengan pakaian mini. Sayang jika tubuh cantikmu tidak digunakan sebaik mungkin."
Sarah tidak bisa berkata apa-apa. Perasaannya berkecamuk antara bahagia, sedih, kecewa, dan benci. Bahagia karena mengetahui bahwa ibu kandungnya masih hidup. Kecewa karena ibunya datang bukan untuk menyapanya melainkan mengajaknya bekerja, dan benci karena pekerjaan yang ditawarkan ibunya adalah pekerjaan yang tidak pantas untuknya.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih sudah datang ke rumah ini meskipun kedatanganmu bukan untuk melihatku, dan maaf aku tidak bisa pergi denganmu. Terima kasih juga sudah melahirkanku tetapi maaf kamu bukan ibuku. Bagiku, seorang ibu adalah yang merawat kita saat sakit dan memberi kita makan saat kelaparan," ucap Sarah tegas tanpa berlinang air mata. Merasa ditolak oleh putrinya, ibu kandung Sarah pergi tanpa mengucapkan satu atau dua kata lagi pada mereka.
"Maafkan dia yang datang dengan maksud seperti itu." Pertama kali seumur hidup ia mendengar tantenya meminta maaf padanya yang bukan karena kesalahannya. Walaupun ia sering bersikap seperti bos pada Sarah, ternyata ia masih memiliki hati yang lembut di dalamnya.
Meskipun tidak memiliki garis biologis yang sama, Sarah tetap menganggap tantenya sebagai seorang ibu untuknya. Tidak masalah diperlakukan seperti pembantu, selama dia bisa makan dengan nikmat sudah cukup baginya.
ADVERTISEMENT