Konten dari Pengguna

Candaan yang Berujung Pidana Menurut KUHP

Irman Ichandri
Guru SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Ketua Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di SMK Unggul Negeri 2 Banyuasin III, Alumni S1 PPKn Universitas Sriwijaya, Alumni S2 Magister Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang.
6 September 2024 17:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Irman Ichandri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Sumber Foto : depositphotos.com
Candaan, sebagai bagian dari interaksi sosial, sering kali bertujuan untuk menciptakan suasana santai dan menyenangkan. Namun, ada batasan yang perlu dipahami, terutama dalam konteks hukum. Candaan yang disampaikan sembarangan dapat berujung pada persoalan serius, bahkan pidana. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), beberapa jenis candaan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum jika melanggar ketentuan yang diatur, baik karena dianggap penghinaan, ancaman, atau perbuatan tidak menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik (Pasal 310 KUHP)
Candaan yang menyerang integritas seseorang, seperti mencemooh atau menyebarkan kebohongan yang dapat mencoreng nama baik, bisa digolongkan sebagai penghinaan atau pencemaran nama baik. Menurut Pasal 310 KUHP, siapa pun yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, baik secara lisan maupun tulisan, dapat dipidana penjara maksimal sembilan bulan. Meskipun dalam konteks candaan, jika seseorang merasa dihina dan melaporkannya, maka pelaku dapat terjerat pidana.
Misalnya, dalam sebuah pesta, seseorang membuat lelucon tentang kehidupan pribadi seseorang dengan menyebarkan informasi palsu atau sensitif yang merusak reputasi. Meskipun dimaksudkan sebagai candaan, korban dapat merasa dirugikan, dan pelaku dapat dilaporkan atas dasar pencemaran nama baik.
Ancaman Kekerasan (Pasal 335 KUHP)
ADVERTISEMENT
Candaan yang berisi ancaman kekerasan, meskipun tidak serius, dapat dikategorikan sebagai perbuatan tidak menyenangkan. Pasal 335 KUHP mengatur bahwa setiap perbuatan yang disengaja dan melanggar perasaan atau kehormatan seseorang dapat dihukum penjara hingga satu tahun. Jika candaan tersebut disertai dengan ancaman fisik, seperti mengatakan "Awas nanti saya pukul!" dengan maksud bercanda, hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana.
Dalam beberapa kasus, candaan yang berisi ancaman seperti "Hati-hati, nanti saya bom tempat ini!" meskipun dimaksudkan untuk humor, dapat dianggap sangat serius oleh pihak berwenang. Hal ini bahkan dapat dikategorikan sebagai ancaman terorisme, tergantung pada situasinya.
Candaan di Media Sosial
Di era digital, candaan tidak hanya disampaikan secara langsung, tetapi juga melalui media sosial. Pasal 27A berbunyi "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal. Dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Elektronik," bunyi Pasal 27A.
ADVERTISEMENT
UU tersebut juga menambahkan ayat (3) pada Pasal 28. Ayat tersebut mengatur tentang larangan menyebarkan berita bohong.
"Setiap orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya. Memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat," ucap ayat tersebut.
Candaan yang bersifat menghina atau melecehkan seseorang di media sosial dapat berujung pada pidana.
Seringkali, orang tidak menyadari bahwa lelucon yang mereka buat di platform seperti Twitter atau Instagram dapat diakses oleh ribuan orang dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Kasus-kasus pencemaran nama baik di media sosial sudah banyak terjadi, di mana pelaku candaan yang mengunggah konten berisi hinaan atau fitnah harus menghadapi proses hukum.
Hoaks dan Penyesatan Informasi
ADVERTISEMENT
Candaan dalam bentuk penyebaran berita palsu atau hoaks juga dapat dikenai pidana. Dalam beberapa kasus, orang membuat lelucon dengan menyebarkan informasi palsu yang menyebabkan ketakutan atau kebingungan di masyarakat. Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana mengatur tentang penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat, dengan ancaman hukuman penjara hingga 10 tahun.
Contoh nyata adalah ketika seseorang membuat candaan dengan menyebarkan informasi palsu tentang bencana alam atau krisis tertentu, yang menyebabkan kepanikan massal. Meskipun niatnya hanya untuk bercanda, akibat yang ditimbulkan dapat sangat serius dan dapat dikenai sanksi pidana.
Kasus-Kasus Nyata Candaan Berujung Pidana
Sejumlah kasus di Indonesia menunjukkan bahwa candaan yang berujung pada pelaporan pidana bukan hal baru. Salah satunya adalah kasus seseorang yang bercanda tentang membawa bom di bandara. Meski maksudnya hanya iseng, pihak keamanan bandara tidak menganggapnya ringan. Ancaman terkait keamanan penerbangan sangat serius, dan pelaku candaan tersebut harus menghadapi proses hukum.
ADVERTISEMENT
Kasus lain yang cukup mencolok adalah ketika seorang pengguna media sosial membuat candaan yang dianggap merendahkan kelompok tertentu atau agama. Meskipun pelaku berdalih bahwa itu hanya humor, banyak kasus di mana lelucon semacam itu dianggap sebagai ujaran kebencian atau penistaan agama, dan pelaku dijerat pidana.
Pentingnya Kesadaran dalam Berkomunikasi
Candaan memang menjadi bagian dari kehidupan sosial yang tidak bisa dihindari. Namun, penting untuk selalu mempertimbangkan situasi, tempat, dan konteks ketika menyampaikan lelucon. Dalam banyak kasus, candaan yang tidak dipikirkan matang-matang dapat menyinggung atau merugikan pihak lain, yang pada akhirnya dapat menjerat pelaku dalam masalah hukum.
Undang-undang, baik KUHP maupun UU ITE, memberikan batasan yang jelas tentang tindakan yang dapat merugikan kehormatan, keamanan, atau ketertiban masyarakat, bahkan jika hal tersebut dilakukan dalam bentuk candaan. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk berhati-hati dan memahami batasan hukum yang ada.
ADVERTISEMENT
Candaan yang berujung pidana adalah fenomena yang sering kali terjadi karena kurangnya kesadaran mengenai dampak yang ditimbulkan dari kata-kata atau tindakan. KUHP serta peraturan lainnya memberikan pedoman yang tegas untuk menjaga ketertiban dan kehormatan masyarakat. Dengan memahami aturan hukum ini, kita dapat lebih bijak dalam menyampaikan candaan, sehingga interaksi sosial tetap menyenangkan tanpa harus mengorbankan hak dan martabat orang lain. Candaan tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menyakiti atau mengancam orang lain, karena pada akhirnya, apa yang tampak ringan bisa menjadi berat di mata hukum.