Konten dari Pengguna

Sengketa Hak Asuh Atas Perubahan Identitas Anak Tanpa Persetujuan Ibu

Islah Bening Inggarwati
Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah
23 September 2024 13:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Islah Bening Inggarwati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tahun 2016 di Malaysia, terjadi kasus Hak Asuh Anak yang Mengguncangkan Malaysia, seorang wanita beragama Hindu asal Malaysia Indira Gandhi, menghadapi perjuangan yang menguras tenaga dan emosi selama hampir satu dekade. Perjuangannya bermula ketika mantan suaminya memutuskan untuk berpindah agama menjadi Islam dan secara sepihak mengubah agama serta nama ketiga anak mereka menjadi Islam tanpa persetujuannya.
ADVERTISEMENT
Indira tidak tinggal diam, ia membawa sengketa hak asuh anak ini ke pengadilan syariah demi memperjuangankan Haknya sebagai Orangtua. Dalam putusannya, pengadilan syariah memberikan hak asuh kepada sang ayah, berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang sering memberikan prioritas kepada orang tua yang beragama Muslim. Namun, langkah ini tidak menghentikan tekad Indira untuk memperjuangkan haknya sebagai ibu.
https://depositphotos.com/id/photo/family-law-judge-gavel-sitting-wooden-table-focus-figure-parents-679659794.html
Perjuangan Indira tidak sampai situ saja. Dengan berani, Indira mengajukan gugatan ke pengadilan sipil, mempertanyakan keputusan perubahan agama yang dilakukan mantan suaminya. Pada tahun 2018, sebuah putusan langka dikeluarkan oleh Mahkamah Federal Malaysia. Mahkamah menegaskan bahwa konversi agama anak-anak tanpa persetujuan kedua orang tua adalah tidak sah, sehingga mengakibatkan pembatalan konversi yang dilakukan oleh mantan suami Indira.
ADVERTISEMENT
Putusan ini dianggap sebagai kemenangan monumental bagi Indira, sekaligus menyoroti kompleksitas hukum di Malaysia, yang memiliki sistem hukum ganda antara syariah dan sipil. Mahkamah Federal juga menegaskan bahwa keputusan pengadilan sipil memiliki kekuatan lebih tinggi dalam kasus yang melibatkan pihak non-Muslim, memberikan harapan baru bagi mereka yang menghadapi situasi serupa.
Kasus ini menjadi sorotan utama dalam perdebatan mengenai hak asuh anak dan perubahan agama di Malaysia, sebuah negara yang kaya akan keragaman budaya dan agama, namun juga menghadapi tantangan serius dalam menyatukan hukum syariah dan hukum sipil. Perjuangan Indira Gandhi menjadi simbol harapan bagi banyak orang, menegaskan pentingnya persetujuan kedua orang tua dalam keputusan yang menyangkut masa depan anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan latar belakang ini, kisah Indira tidak hanya menjadi perjalanan pribadi, tetapi juga sebuah refleksi terhadap dinamika hukum dan sosial di Malaysia, yang terus berkembang seiring dengan upaya masyarakat untuk mencari keadilan dan keseimbangan dalam menghadapi perbedaan agama.
Sumber:
Shanon Teoh and Nadirah H. Rodzi (2018, January 29) Malaysia's highest court rules unilateral conversion of children to Islam void in Indira case. Diakses dari https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/unilateral-conversion-of-indira-gandhis-3-children-is-null-void-federal-court
Yvonne Tew Georgetown University Law Center (2019, December 12) Indira Ghandi v Pengarah Jabatan Agama Islam (2018): Landmark Case in Malaysia. Diakses dari https://blog-iacl-aidc.org/constitutional-landmark-judgments-in-the-commonwealth/2019/12/12/indira-gandhi-v-pengarah-jabatan-agama-islam-perak-2018-landmark-case-in-malaysia-1