Rendahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia terhadap Gangguan Mental

Ismina Iffah
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Konten dari Pengguna
8 Desember 2022 22:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ismina Iffah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ilustrasi. "Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental." Sumber: https://pixabay.com/id/images/search/
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ilustrasi. "Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental." Sumber: https://pixabay.com/id/images/search/
ADVERTISEMENT
Kesehatan mental di Indonesia masih dianggap tabu karena stigma masyarakat yang menganggap gangguan jiwa bukan masalah besar. Kesehatan mental tanpa disadari kerap disepelekan, karena tidak menimbulkan rasa sakit secara fisik. Padahal, seseorang yang sedang merasa sedih, memikirkan masalahnya yang masih belum terselesaikan dan segala aktivitas penuh yang ia jalani dapat membuat mentalnya terganggu.
ADVERTISEMENT
Saat ini yang harus menjadi perhatian lebih adalah remaja dan orang dewasa. Mereka termasuk ke dalam golongan yang mudah mengalami gangungan mental atau depresi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh transisi dari remaja menuju ke usia dewasa yang membutuhkan adaptasi lebih terhadap lingkungan baru, tanggung jawab pendidikan, tuntutan dari orang tua dan sebagainya. Semua hal ini membuat para generasi muda merasa tertekan tanpa mereka tahu bagaimana cara mengatasi gangguan seperti itu.
Banyak faktor lain yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan mental seperti yang sudah dijelaskan tadi. Diantaranya adalah faktor genetik, perubahan hormon, peristiwa traumatis, hubungan percintaan, persahabatan, dan keluarga. Gejala yang dapat timbul, seperti rasa putus asa, kepercayaan diri yang rendah, kecemasan, dan kekhawatiran terus-menerus. Setiap orang perlu menyadari pentingnya kesehatan mental ini untuk mencegah hal-hal yang lebih parah (Millenia, 2022).
ADVERTISEMENT
Sudah Banyak Data yang Menunjukkan Bahwa Semakin Banyak Kasus Bunuh Diri Karena Depresi
Dilansir dari artikel penelitian Universitas Gadjah Mada, sebanyak 4,2% pelajar di Indonesia pernah berpikir untuk bunuh diri, sedangkan 3% siswa diantaranya pernah melakukan percobaan bunuh diri. Hampir 90% kasus bunuh diri ini di Indonesia diakibatkan oleh depresi dan kecemasan.
Baru-baru ini pada awal Oktober 2022, seorang mahasiswa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan lompat dari hotel di Yogyakarta. Menurut berita yang beredar, mahasiswa tersebut mengalami depresi karena perceraian orang tuanya. Tentunya ini menjadi pukulan sekaligus peringatan bagi masyarakat Indonesia untuk lebih memperhatikan kesehatan mental (Wahdi, 2022).
Kemudian menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2021 oleh Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran, sebanyak 96,4% dari hampir 400 remaja tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mengatasi gangguan mental ini jika terjadi pada dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kurangnya Perhatian Semua Pihak Terhadap Gangguan Mental Ini
Setelah kita mengetahui bahwa banyak sekali kasus bunuh diri akibat gangguan mental ini, masalah kesehatan jiwa ini pun belum ditangani secara baik oleh pemerintah Indonesia. Bahkan banyak dari mereka mengkritik layanan kesehatan Indonesia yang sering menghakimi. Mengingat, hampir seluruh remaja di Indonesia pun sedang bersekolah, maka tenaga pendidik harus lah menjadi alternatif utama untuk memastikan semua remaja yang membutuhkan dukungan kesehatan mental bisa mendapatkan bantuan dan rujukan yang layak (Millenia, 2022).
Apalagi di masa sekarang, meski begitu banyak layanan kesehatan mental yang dapat diakses, namun akses ini belum bisa menjadi ruang bagi orang yang memiliki masalah gangguan mental tersebut. Sayangnya, pemahaman akan pentingnya masalah kesehatan mental dan penanganannya masih sangat rendah di Indonesia. Masyarakat kebanyakan masih beranggapan jika masalah kesehatan mental tidak seburuk penyakit fisik seperti jantung, diabetes, atau mungkin kanker. Kemudian, deteksi dini mengenai gangguan kesehatan mental ini masih sering kali diabaikan. Seseorang baru akan dianggap memiliki masalah psikologis “berbahaya” ketika ia ingin atau sudah melakukan tindakan menyakiti diri seperti bunuh diri.
ADVERTISEMENT
Perspektif Masyarakat Terhadap Penderita Gangguan Mental Terbilang Buruk
Perspektif buruk masyarakat menjadikan para penderita gangguan kesehatan mental takut berkonsultasi kepada para psikolog maupun psikiater. Padahal, para penderita gangguan mental sangat membutuhkan penanganan ini dengan baik, karena khawatir mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
Penderita gangguan mental berjuang untuk sembuh. Namun, mereka kerap kali menghadapi stigma masyarakat yang buruk ini. Stigma adalah pelabelan negatif terhadap sekelompok orang tertentu, yang dapat berdampak buruk pada kejiwaannya. Pertama, stigma membentuk citra buruk pada penderita gangguan jiwa. Kedua, juga membuat orang yang hidup dengan penyakit jiwa tersebut kehilangan harga diri dan efikasi diri, serta mencegah mereka mencari bantuan medis untuk kondisi klinis mereka. Lebih lagi stigma ini dapat mengakibatkan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dengan melunturkan semangat hidupnya (Hartini dkk, 2022, h. 535-541).
ADVERTISEMENT
Pencegahan Stigma Masyarakat yang Seharusnya Stigma Terhadap Penderita Gangguan Mental
Salah satu strategi untuk menantang sikap stigmatik adalah dengan pendidikan. Pendidikan pengetahuan ini penting untuk mengubah kepercayaan stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa. Ini dapat mengurangi stereotipe terhadap penderita kesehatan mental, meningkatkan kesadaran akan gangguan jiwa, dan mencegah pelabelan stigma.
Kemudian peran orang tua, keluarga atau pun masyarakat di sekitarnya bahkan instansi kesehatan pun sangat diperlukan dalam mendukung dan menangani seseorang yang memiliki gangguan kesehatan mental. Anggota keluarga dan masyarakat ini harus saling teredukasi maupun mengedukasi mengenai kesehatan mental agar bisa membantu penderita dalam mengelola kesehatan mental ini. Sosialisasi akan kesehatan mental perlu diterapkan baik di desa, sekolah dan tempat layanan publik.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai peran tersebut diharapkan masyarakat dewasa serta remaja dapat mengetahui pentingnya menjaga kesehatan mental. Agar para penderita gangguan mental memiliki semangat hidup dan tidak merasa terdiskriminasi oleh penyakit mental yang dimilikinya, sehingga dia lebih mudah mendapat penanganan yang baik apabila lingkungan sekitar teredukasi tentang kesehatan mental.
Oleh karena ini, penulis mengingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peduli terhadap penderita gangguan mental. Karena seperti yang sudah dipaparkan di atas, bahwa sebenarnya penderita gangguan mental ini masih bisa ditangani dengan baik asalkan ada banyak pihak yang mau bergotong royong untuk menangani hal ini.
Kesadaran berbagai pihak tentu akan membantu menekan kasus bunuh diri akibat gangguan mental seperti data yang diperlihatkan di atas tadi. Sekali lagi penulis berharap, kita semua dapat menjadi bagian penting akan banyaknya kasus gangguan mental di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Hartini, Nurul dkk. "Stigma toward people with mental health problems in Indonesia." Psychology Research and Behavior Management Vol 11. (2018): 535-541.
Millenia, Mita. Minimnya Kesadaran Masyarakat terhadap Mental Health. 2022. Diakses pada 24 November 2022 https://sardjito.co.id/2022/03/09/minimnya-kesadaran-masyarakat-terhadap-mental-health/.
Wahdi, Amirah Ellyza. Riset: sebanyak 2,45 juta remaja di Indonesia tergolong sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 2022. Diakses pada 4 Desember 2022 https://theconversation.com/riset-sebanyak-2-45-juta-remaja-di-indonesia-tergolong-sebagai-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj-191960.