Konten dari Pengguna

Membangun Kehidupan yang Damai dengan Memahami Pentingnya Perilaku Forgiveness

Isna Lutvia Sri Harnani
Mahasiswa Psikologi
5 Desember 2024 20:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isna Lutvia Sri Harnani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perilaku Forgiveness (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perilaku Forgiveness (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Dalam proses interaksi dengan individu lain, seseorang terkadang membuat suatu kesalahan. Pada situasi lain, seseorang tentu pernah mengalami perlakuan yang mengecewakan atau menyakitkan (Kusuma dkk, 2023). Tiap diri individu, sudah pasti rasa sakit, kecewa, bahkan penghianatan tidak bisa dihindari. Luka emosional tersebut terkadang sangat membekas, sehingga dapat bertahan lama, bahkan mengganggu kedamaian hidup. Tindakan yang bisa dilakukan untuk menghadapi hal tersebut salah satunya yaitu melalui perilaku forgiveness. Perilaku forgiveness atau pemaafan sering dianggap sebagai suatu hal yang sulit untuk dilakukan, akan tetapi tindakan ini mampu membawa perubahan positif yang besar dalam menyembuhkan luka emosional, sehingga dapat turut serta dalam membangun kehidupan yang lebih damai bagi seorang individu. Forgiveness bukan sekadar tindakan memaafkan, perilaku memaafkan juga didefinisikan secara berbeda dengan memastikan ada yang salah, membebaskan pertanggungjawaban, mengampuni, memaklumi, melupakan, membebaskan tuduhan (Mustary, 2021). Dalam konteks ini, memahami pentingnya perilaku forgiveness tentunya sangat penting, sebab hal ini dapat menjadi kunci untuk membangun kehidupan yang damai. Dengan menerapkan perilaku forgiveness, individu tidak hanya membebaskan diri dari perasaan negatif, tetapi mereka juga dapat membuka jalan menuju hubungan yang lebih harmonis, damai, serta bermakna. Artikel ini akan mengkaji secara lebih dalam mengenai konsep perilaku forgiveness. Selain itu artikel ini juga akan memuat terkait proses, manfaat, tantangan, serta alasan mengapa individu perlu menerapkan perilaku forgiveness. Oleh karenanya, mari simak artikel ini bersama-sama, guna memperkaya wawasan akan hal-hal terkait konsep perilaku forgiveness yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun kehidupan yang bahagia dan lebih damai. Apa itu forgiveness? Menurut Thompson, dkk (dalam Lopez dkk, 2015), forgiveness atau pemaafan, merupakan tindakan pembebasan dari keterikatan perasaan negatif terhadap sumber yang menyebabkan seseorang kehilangan rasa percaya diri. Menurut pandangan ini, target dari forgiveness pada akhirnya, dapat berupa diri sendiri, orang lain, atau situasi yang dianggap berada di luar kendali seseorang. Secara umum, memaafkan bukan sekadar melupakan hal buruk, akan tetapi merupakan kesediaan dari diri individu untuk melepaskan perasaan negatif atas rasa sakit yang telah dialaminya. Proses ini juga disertai dengan menumbuhkan rasa belas kasih, serta cinta kepada pihak yang bersalah. Bagaimana proses forgiveness? Menurut Enright (dalam Aziza dkk, 2024), proses memaafkan dibagi ke dalam empat tahap, yang meliputi: a. Uncovering Phase Dalam tahap ini, individu yang mengalami hal menyakitkan akan secara berulang memikirkannya. Lalu mereka memunculkan perasaan sakit hati, marah, atau kecewa ke permukaan. Individu mungkin merasa kesulitan menerima kenyataan bahwa mereka terluka, atau mungkin juga mereka dapat menahan perasaan negatif tersebut. b. Decision to Forgive Phase Dalam tahap ini, individu akan memutuskan apakah mereka memaafkan hal buruk tersebut, atau tidak. Keputusan untuk memaafkan meskipun tidak mudah, akan tetapi hal tersebut dapat menjadi langkah yang baik. Mereka mungkin mulai menyadari bahwa memaafkan akan membantu mereka meredakan beban emosional, serta akan turut mendamaikan diri atas hal-hal yang tidak menyenangkan. c. Work Phase Dalam tahap ini, individu mulai berusaha untuk melepaskan perasaan negatif, serta memiliki fokus pada penyembuhan. Mereka berusaha berempati, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, serta mencoba untuk merasakan emosi orang lain. d. Deepening Phase Dalam tahap ini, individu memetik hasil dari proses memaafkan yang telah mereka jalani. Mereka akan merasakan kedamaian batin, serta kebebasan dari perasaan sakit yang sebelumnya menguasai diri mereka. Mereka juga akan menemukan makna baru dalam membangun hubungan dengan orang yang telah mereka maafkan. Sehingga, individu tersebut akan mencapai kondisi yang lebih stabil secara emosional.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Perilaku Forgiveness (sumber: https://pixabay.com/id/)
Mengapa perlu perilaku forgiveness? Forgiveness dapat menurunkan negative affect menjadi netral, dan secara tidak langsung dapat menaikkan positive affect individu tersebut (Lopez dkk, 2015). Sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat forgiveness yang tinggi memiliki hubungan yang positif terhadap tingkat subjective well-being yang dimiliki seseorang. Perilaku forgiveness dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional seorang individu. Hal ini juga dibuktikan oleh banyaknya temuan yang membahas terkait hal tersebut. Memaafkan dapat memberikan kontribusi pada kesejahteraan psikologis, yaitu dengan memaafkan lebih mungkin memiliki hubungan baik dan persaudaraan yang stabil (Mustary, 2021). Dengan memaafkan, seorang individu juga dapat mengurangi tingkat stres pada dirinya, sehingga mereka cenderung akan merasa lebih bahagia. Yang dimana, hal ini tentunya juga berkontribusi pada meningkatnya kesejahteraan mental dan fisik individu tersebut. Selain itu, melalui perilaku forgiveness juga dapat membantu menghilangkan perasaan sakit hati, sehingga antar individu dapat menjalin hubungan dengan lebih sehat, membangun kedekatan, serta dapat meningkatkan empati. Apa tantangan dalam forgiveness? Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa perilaku forgiveness memberikan dampak yang positif. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula bahwa ada juga kalanya individu merasakan sakit hati yang begitu dalam, sehingga menyebabkan sulit untuk memaafkan. Pada kenyataannya, banyak individu yang dendam dan susah melupakan karena pernah merasa dikecewakan atau sakit hati (Kusuma dkk, 2020). Namun, perlu diketahui bahwa memaafkan bukanlah perihal mengenai membenarkan hal yang salah, tetapi tentang memilih untuk melepaskan perasaan negatif yang membebani diri, sehingga individu dapat melanjutkan hidup mereka dengan lebih damai. Sebagai penutup, mari ingat bahwa kehidupan merupakan suatu perjalanan panjang. Tindakan kecil seperti mengupayakan perilaku forgiveness mampu mendorong langkah menuju pada kehidupan yang lebih damai. Dengan memahami, serta menerapkan perilaku forgiveness dalam kehidupan sehari-hari, individu dapat membangun fondasi yang kokoh untuk menciptakan hubungan sosial yang lebih bermakna pada kehidupan di masa mendatang. Oleh karenanya, mari berkomitmen untuk dapat saling mengerti, memahami, serta memaafkan. Bukan hanya untuk kedamaian hidup diri sendiri, namun juga untuk menciptakan dunia yang lebih penuh cinta dan makna.
ADVERTISEMENT
Isna Lutvia Sri Harnani, Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Yogyakarta.