Menilik Kesenian Selawat Jawi di Desa Cingebul, Banyumas

Isnaini Miftakhul Hidayah
Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Jendral Soedirman
Konten dari Pengguna
12 April 2022 20:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Isnaini Miftakhul Hidayah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kesenian Selawat Jawi di Desa Cingebul, Banyumas. Kredit foto : koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kesenian Selawat Jawi di Desa Cingebul, Banyumas. Kredit foto : koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
Bagi masyarakat Desa Cingebul, Selawat Jawi merupakan identitas yang keberadaannya tidak dapat lepas dalam berbagai perayaan dan acara-acara penting.
ADVERTISEMENT
Awalnya kesenian ini digunakan sebagai media dakwah oleh para Wali Sanga dalam menyebarkan agama Islam atau proses islamisasi di Nusantara, khususnya tanah Jawa. Kentalnya tradisi, kepercayaan, dan adat istiadat di tanah Jawa membuat proses islamisasi membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum akhirnya dapat diterima baik oleh masyarakat lokal.
Berbeda dengan selawat pada umumnya, kesenian Selawat Jawi merupakan hasil perkawinan antara ajaran tauhid dalam agama Islam yang dikemas dengan kebudayaan masyarakat Jawa.

Hal yang dipadukan

Dari segi keislaman, hal yang dipadukan dalam Selawat Jawi dapat dilihat dari lirik atau syair yang berbahasa Arab dan makna yang terkandung di dalamnya. Lirik-lirik tersebut diadopsi dari kitab Al-Barzanji atau yang dikenal sebagai perjanjen. Isinya mengisahkan tentang perjalanan para Nabi dan ajaran-ajaran dalam Islam.
ADVERTISEMENT
Harumnya budaya Jawa melekat pada pelantunannya yang menggunakan intonasi Jawa yang memekik tinggi dan keras dengan tempo yang cepat, seirama dengan nada pada tembang-tembang Jawa. Dialek dan lidah penuturan orang Jawa yang khas juga menyebabkan beberapa kosakata mengalami proses morfologis, seperti pada pelafalan kitab “Al-Barzanji" menjadi “perjanjen”.
Tidak hanya itu, hal yang menjadikan Selawat Jawi sangat kental dengan kebudayaan Jawa adalah penggunaan alat musik tradisional berupa gendang. Gendang sendiri merupakan bagian dari kesenian gamelan Jawa. Gendang akan ditabuh untuk mengiringi calung dan rebana.

Tata Pelaksanaan Selawat Jawi

Selawat Jawi dimainkan secara beramai-ramai oleh beberapa orang atau grup, setidaknya terdiri dari lima orang yang dipimpin oleh Dalang Sholawat. Grup Selawat Jawi di Desa Cingebul diketuai oleh Bapak Sukatmo Daswan.
ADVERTISEMENT
Kesenian ini biasanya dimainkan serangkaian dengan acara lain. Oleh karena itu, kesenian Sholawat Jawi memakan waktu hingga larut malam.
Selawat Jawi biasanya dimainkan pada saat acara-acara penting, seperti peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw, hajatan, selametan atau tasyakuran (rumah baru, kendaraan baru, kelahiran anak, dll), akikahan, tahlilan atau peringatan sekaligus do’a Bersama (7, 40,100, 200, 1000) hari kematian.
Pada pelaksanaannya, Selawat Jawi dibuka dengan salam kemudian dilanjutkan lantunan syair-syair Selawat Jawi dari kitab Al-Barzanji dengan runtut dan diiringi alat musik.
Setiap perpindahan bab dalam kitab selalu diselingi dengan lantunan selawat Nabi.
Bagian sakral atau yang biasa disebut dengan srakal merupakan bagian yang menceritakan kisah kelahiran Nabi Muhammad saw. Pada bagian ini seluruh tamu dan pelantun diwajibkan berdiri dan tidak diperbolehkan bersandar, karena adanya kepercayaan tertentu.
ADVERTISEMENT
Biasanya, orang yang melakukan kekeliruan sekecil apa pun saat melantunkan syair srakal, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja akan mendapat wangsit berupa teguran mengenai kekeliruan tersebut. Sebagai tanda berakhirnya acara, Selawat Jawi akan ditutup dengan do’a dan tawasul bersama.

Nilai-Nilai

Sebagai sebuah kesenian, Selawat Jawi memiliki nilai estetika atau keindahan. Namun, tidak hanya menaruh nilai pada sisi keindahan, Selawat Jawi juga mengandung ajaran-ajaran kehidupan.
Ajaran-ajaran dalam lirik Sholawat Jawi mengajak masyarakat untuk bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kalimat Syahaadatain.
Lirik dalam Selawat Jawi menceritakan perjalanan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad saw, sehingga banyak berisi ajaran mengenai kebagusan tingkah laku dan sifat-sifat terpuji yang patut dicontoh agar menjadi umat yang shaleh dan shalehah.
ADVERTISEMENT
Dalam Selawat Jawi juga mengandung ajaran tasawuf, seperti dalam selipan tanaqqol. Berdzikir atau tasawuf sama halnya dengan meditasi yang merupakan media untuk mendekatkan diri pada Sang Khaliq.
Do’a yang digunakan sebagai penutup merupakan permohonan agar diampuni segala dosa dan dituntun dalam bertingkah laku.

Hilangnya Kesakralan

Selawat Jawi sebenarnya tergolong kesenian yang sudah terancam punah. Untungnya, sebagian masyarakat di Desa Cingebul masih tertarik untuk melestarikan kesenian ini dengan cara melibatkannya dalam berbagai acara-acara penting.
Dalam upaya pelestarian tersebut, masyarakat Desa Cingebul justru salah fokus terhadap tujuan tanpa memperhatikan aspek kesakralan dalam Selawat Jawi. Hal-hal yang menjadi kepercayaan saat pelantunan srakal pada Selawat Jawi kini mulai luntur. Hal tersebut bahkan diakui oleh pelantun Selawat Jawi di Desa Cingebul.
ADVERTISEMENT
Salah satu sebab lunturnya kesakralan dalam pembacaan syair srakal tidak lain karena kurangnya pemahaman akan makna dalam syair-syairnya.
Para pelantun Sholawat Jawi saat ini mayoritas menggunakan teknik hafalan melalui stimulus dari kegiatan yang berulang-ulang. Hal ini tentu sangat disayangkan.
Namun, menengok latar belakang masyarakat Jawa yang sangat kental dengan budaya kejawen, apresiasi penuh patut diberikan untuk masyarakat Desa Cingebul karena masih memiliki antusias yang tinggi untuk turut berpartisipasi dalam upaya melestarikan kesenian yang bernafaskan islami hingga saat ini.
Bahkan, di tengah pandemi COVID-19, tidak melunturkan gairah masyarakat Desa Cingebul untuk melestarikan kesenian ini. Hanya saja, saat ini masyarakat harus menerapkan protokol kesehatan.
Selawat Jawi tidak hanya berandil dalam penyebaran agama Islam, tetapi juga media dalam upaya meningkatkan spiritualitas umat Islam melalui pembacaan selawat. Selawat Jawi merupakan performa seni musik dari perkawinan dua kebudayaan dengan bentuk toleransi yang luar biasa, sehingga dapat menciptakan nilai-nilai positif tanpa menghilangkan identitas masing-masing kebudayaan. Keunikan dalam pelafalannya serta keindahan dalam liriknya membuat masyarakat terhibur sekaligus memperdalam kerohanian masyarakat.
ADVERTISEMENT