Kemelut KLB Partai Demokrat

Aqidatul Izza Zain
Peneliti di Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
16 Maret 2021 11:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aqidatul Izza Zain tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://kumparan.com/kumparannews/klb-demokrat-sumut-tetapkan-moeldoko-ketua-umum-1vIPqpe7U6r
zoom-in-whitePerbesar
https://kumparan.com/kumparannews/klb-demokrat-sumut-tetapkan-moeldoko-ketua-umum-1vIPqpe7U6r
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia pasca Orde Baru mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan berasosiasi untuk mendirikan dan atau membentuk partai politik (parpol). Pada era reformasi ini, partai politik kerap kali menghadapi persoalan terkait dengan kelembagaan partai. Umumnya, partai-partai politik menghadapi persoalan kelembagaan partai yang belum kuat, yaitu masalah ideologi dan platform, kohesivitas dan manajemen konflik, serta rekrutmen dan kaderisasi. Dalam beberapa waktu terakhir, politik tanah air diramaikan degan konflik internal Partai Demokrat dengan adanya peristiwa KLB Deli Serdang. KLB tersebut menetapkan KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Deli Serdang. Menampik kekuasaan Partai Demokrat yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono.
ADVERTISEMENT
Sebelum lebih jauh melihat peristiwa KLB Partai Demokrat, tak ada salahnya menengok peristiwa penggulingan Megawati di PDI oleh Soerjadi melalui Kongres Medan pada 1996. Penggulingan Megawati sebagai Ketua Umum PDI saat itu didukung oleh penguasa Orde Baru. KLB tersebut dinilai terjadi bukan karena permasalahan internal PDI atau konflik antar-kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Melainkan ada campur tangan dan pelibatan pelibatan pihak eksternal, dalam hal ini pemerintah.
Melihat apa yang dialami Partai Demokrat, KLB mungkin saja terjadi karena kurangnya legitimasi Ketua Umum, yakni Agus bagi para kader Demokrat. Partai Demokrat secara tidak sadar telah melanggengkan praktik oligarki dan politik dinasti dalam tubuh partainya. Menjadikan Agus sebagai Ketua Umum, sedangkan Demokrat tidak kekurangan kader yang mumpuni dan loyal kepada partai untuk waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
Mungkinkah Agenda Lain dibalik KLB?
Terdapat tiga alasan yang memungkinkan KSP Moeldoko bersedia untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, yaitu:
Tak sedikit pihak yang mencurigai kongres luar biasa Partai Demokrat versi Deli Serdang merupakan tindakan intervensi untuk memuluskan agenda terselubung eksternal. Jika pada masa Orde Baru perebutan kepemimpinan partai dilakukan oleh sesama kader, di era reformasi demokrasi saat ini, kepemimpinan partai justru diambil alih oleh pejabat negara aktif yang semestinya melindungi semua partai. Terlebih jika KLB tersebut bercampur dengan ambisi politik pribadi tokoh tertentu untuk menyongsong Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Tidak mengherankan jika persoalan partai kerap mewarnai perpolitikan Indonesia yang menganut sistem multipartai. Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial, pemerintahan akan berjalan lebih efektif apabila mendapat dukungan yang besar dari partai politik melalui parlemen. Hal ini tentu bertujuan untuk melancarkan program serta visi misi pemerintahan. Pada pemerintahan Jokowi periode ke-2, didukung oleh 7 dari 9 parpol yang ada di parlemen, yaitu PDIP dengan 22,26% kursi, Gerindra dengan 13,57% kursi, Golkar dengan 14,78% kursi, PKB dengan 10,09% kursi, NasDem dengan 10,26% kursi, PAN dengan 7,65% kursi, dan PPP dengan 3,30% kursi. Oposisi hanya diisi oleh PKS dengan 8,70% kursi dan Demokrat dengan 9,39% kursi. Dengan adanya peristiwa KLB yang menjadikan KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Deli Serdang, besar kemungkinan Demokrat akan merapat ke koalisi pemerintahan. Sehingga koalisi super gemuk dengan 91,3% kursi akan dikantongi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tidak diketahui secara pasti apakah KLB ini merupakan bagian dari agenda senyap untuk melumpuhkan Partai Demokrat, atau murni ekspresi kekecewaan sejumlah kader seniornya. Selama ini Demokrat dianggap berseberangan dengan pemerintah. Untuk menjawab berbagai spekulasi, bagaimana sikap pemerintah khususnya Presiden Jokowi sangat ditunggu-tunggu. Apakah pemerintah "menikmati" kemelut internal Partai Demokrat atau bersikap tegas.
*Oleh: Aqidatul Izza Zain
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia