Melemahnya Kelembagaan Parpol: Kemelut KLB Demokrat

Aqidatul Izza Zain
Peneliti di Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
20 April 2021 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aqidatul Izza Zain tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Foto: Endi Ahmad/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Foto: Endi Ahmad/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Artikel ini hendak melihat melemahnya kelembagaan parpol di Indonesia, melihat peristiwa KLB Demokrat yang beberapa waktu lalu terjadi. Indonesia pasca-Orde Baru mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Dengan diterapkan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik. Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan berasosiasi untuk mendirikan dan atau membentuk partai politik atau parpol. Pada era reformasi ini, parpol kerap kali menghadapi persoalan terkait dengan kelembagaan partai. Umumnya, parpol menghadapi persoalan kelembagaan partai yang belum kuat, yaitu masalah ideologi dan platform, kohesivitas dan manajemen konflik, serta rekrutmen dan kaderisasi. Ini juga dialami oleh Partai Demokrat, dengan adanya peristiwa KLB Demokrat beberapa waktu terakhir. Hal ini dapat menyebabkan melemahnya kelembagaan parpol.
https://kumparan.com/bengawannews/pengurus-partai-demokrat-di-jateng-bakal-menggelar-syukuran-1vT9zapsP7T
Artikel ini berusaha melihat apa yang menyebabkan melemahnya kelembagaan partai politik, khususnya di Indonesia. Bagaimana kemudian partai politik mengalami perpecahan, seperti Partai Demokrat. Konflik yang dialami oleh Partai Demokrat diawali dengan adanya peristiwa KLB Deli Serdang. KLB tersebut menetapkan KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi Deli Serdang. Tidak mengakui kekuasaan Partai Demokrat yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono.
ADVERTISEMENT
Sebelum lebih jauh melihat peristiwa KLB Partai Demokrat, tak ada salahnya menengok peristiwa penggulingan Megawati di PDI oleh Soerjadi melalui Kongres Medan pada 1996. Penggulingan Megawati sebagai Ketua Umum PDI saat itu didukung oleh penguasa Orde Baru. KLB tersebut dinilai terjadi bukan karena permasalahan internal PDI atau konflik antar-kubu Megawati dan kubu Soerjadi. Melainkan ada campur tangan dan pelibatan pihak eksternal, dalam hal ini pemerintah. Golkar pun mengalami perpecahan partai yang akhirnya melahirkan partai-partai bar seperti Gerindra, Hanura, NasDem, dan PKPI.
Melihat apa yang dialami Partai Demokrat, bisa saja terjadi karena kurangnya legitimasi Ketua Umum, yakni Agus bagi para kader Demokrat. Partai Demokrat secara tidak sadar telah melanggengkan praktik oligarki dan politik dinasti dalam tubuh partainya. Menjadikan Agus sebagai ketua umum, sedangkan Demokrat tidak kekurangan kader yang mumpuni dan loyal kepada partai untuk waktu yang lama.
ADVERTISEMENT
Terdapat tiga alasan yang memungkinkan KSP Moeldoko bersedia untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang, yaitu:
1. Partai Demokrat merupakan partai yang mudah dimasuki tokoh-tokoh dari luar partai
2. Partai Demokrat yang belum solid secara internal
3. Partai Demokrat memiliki potensi untuk memperoleh suara yang lebih besar dibanding Pemilu sebelumnya
Melemahnya Kelembagaan Partai Politik
Partai Politik termasuk aktor sentral dalam politik. Keberadaan partai politik ada di mana-mana dalam sistem politik modern. Pada Kebanyakan negara, pemerintah berjalan efektif jika berada di tangan para pemimpin partai politik. Dalam hal ini, sesuatu yang tidak mungkin jika jaringan sosial atau jaringan pemerintah akan menggantikan partai politik.
Satu aspek penting dalam membedah partai politik adalah mengenai kelembagaan atau institusionalisasi partai. Scout dan Mainwaring menyodorkan beberapa indikator dalam mengukur sejauh mana kelembagaan atau institusionalisasi partai di antaranya:
ADVERTISEMENT
1. Stabilitas dalam persaingan partai (rendahnya volatilitas dalam pemberian suara);
2. Pengakaran dalam masyarakat (lewat jejak pendapat tentang identifikasi masyarakat terhadap partai, daya tahan partai, ajegnya pemberian suara dalam pemilu yang berbeda, hubungannya dengan organisasi-organisasi masyarakat);
3. Diterimanya pemilu oleh masyarakat (diterimanya partai sebagai instrumen yang legitim untuk menduduki pos-pos jabatan pimpinan politik sebagai aktor masyarakat dan politik; dan
4. Stabilnya organisasi partai (kontinuitas dan demokrasi internal)
Lebih lanjut lagi Scout dan Mainwaring menyebutkan beberapa hal yang dapat memperlemah kelembagaan partai politik:
1. Rendahnya derajat organisasi
2. Ketergantungan pada “Big Man”
3. Tak memiliki program
4. Pertengkaran pribadi yang kerap bermuara pada perpecahan partai
5. Lemahnya hubungan dengan pemilih. Jika hubungan itu eksis, dikaitkan dengan loyalitas etnis dan regional
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan hal di atas, kemelut KLB Demokrat beberapa waktu lalu dan perpecahan partai yang pernah terjadi di Indonesia menjadi penguat melemahnya pelembagaan partai politik di Indonesia. Persoalan terakhir yang terjadi pada Partai Demokrat, ketidakstabilan organisasi partai, dan pertengkaran elite partai yang dapat bermuara pada perpecahan partai. Dikatakan pecah karena terdapat dua kubu yang memiliki ketua umum masing-masing. Namun akhirnya Kemenkumham menolak kepengurusan versi KLB Deli Serdang yang mengangkat KSP Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Setelah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa konflik maupun perpecahan partai politik, bukanlah kali pertamanya terjadi pada Partai Demokrat. PDI pernah mengalami konflik yang akhirnya melahirkan PDI-P, Golkar yang akhirnya melahirkan PKPI, NasDem, Hanura, dan Gerindra. Melemahnya kelembagaan partai politik di Indonesia diperkuat dengan maraknya oligarki yang terjadi di tubuh partai, baik dalam hal kepengurusan maupun rekrutmen. Dalam kasus Partai Demokrat, menjadikan Agus Harimurti sebagai Ketua Umum juga perlu diperhatikan. Perlu dipikirkan untuk membuat panduan yang jelas terkait syarat menjadi ketua umum partai politik, misal telah menjadi kader partai untuk waktu minimal 7 tahun, dan disertai karier di partai. Hal lain yang menguatkan melemahnya kelembagaan partai politik adalah ketergantungan dengan tokoh parpol (Big Man) dan pertengkaran pribadi yang kerap bermuara pada perpecahan.
ADVERTISEMENT
*Oleh: Aqidatul Izza Zain
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia
Mata Kuliah Perbandingan Politik