Konten dari Pengguna

Lesunya Ekonomi Akibat Pajak Opsen: Saatnya Kebijakan Pro-Rakyat di Jateng

JACIKA PIFI
Dosen Ilmu Administrasi Negara, Universitas Slamet Riyadi Surakarta
4 Juni 2025 9:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-circle
more-vertical
Tulisan dari JACIKA PIFI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Ilustrasi Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Ilustrasi Penulis
ADVERTISEMENT
Pada triwulan pertama tahun 2025 di Jawa Tengah, perekonomian nasional kembali menunjukkan gejala kelesuan, khususnya dari sektor otomotif. Berdasarkan wawancara langsung dengan pelaku industri otomotif kelesuan ini disinyalir sebagai dampak dari kebijakan fiskal baru yang kurang berpihak pada dinamika pasar serta adanya kenaikan pajak Opsen di Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Penerapan pajak opsen kendaraan bermotor di Jawa Tengah sejak April 2025 misalnya, telah memicu reaksi langsung dari konsumen dan pelaku pasar. Data menunjukkan, penjualan wholesale otomotif nasional pada April 2025 mengalami penurunan drastis hingga 27,8%, sementara penjualan dari dealer ke konsumen turun 25,5%. Bahkan secara year-on-year, periode Januari-April 2025 tercatat mengalami kontraksi sebesar 2,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Efek kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh industri otomotif. Efisiensi belanja pemerintah yang bersifat top-down telah menimbulkan dampak sistemik pada sektor pariwisata, perhotelan, rental mobil, UMKM hingga proyek-proyek infrastruktur. Padahal, industri otomotif dan properti selama ini bukan hanya menjadi indikator ekonomi, tetapi juga penggerak utamanya. Ribuan komponen usaha dan jutaan tenaga kerja menggantungkan hidup di dua sektor ini. Industri otomotif misalnya memiliki rantai yang luas dan melibatkan banyak bidang, seperti produksi komponen, usaha transportasi, dan ritel. Industri property selain menunjukan kemampuan investasi juga memberikan efek pada industri konstruksi, bahan bangunan dan tenaga. Oleh karena itu ketika dua aspek strategis ini melambat, maka efek domino pun menjalar luas—dari lapangan pekerjaan hingga konsumsi rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif administrasi publik, kebijakan fiskal semestinya tidak hanya berdasar pada asumsi makro atau penyesuaian anggaran jangka pendek, tetapi juga pada prinsip keadilan distribusi beban dan dampaknya terhadap publik. Pelajaran dari pandemi 2021 menunjukkan bahwa keberhasilan pemulihan ekonomi tidak semata karena pengetatan fiskal, melainkan pada inovasi kebijakan seperti diskon PPnBM untuk kendaraan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di atas 60%. Kebijakan ini berhasil mendorong daya beli, menggairahkan industri, dan akhirnya meningkatkan penerimaan negara.
Dengan begitu, perlu segera dilakukan refleksi ulang terhadap pendekatan kebijakan yang hanya berorientasi pada efisiensi fiskal jangka pendek namun abai terhadap stimulus ekonomi. Pemerintah, sebagai penyelenggara administrasi publik, memegang mandat bukan hanya untuk mengatur, tetapi juga memastikan keberlangsungan kehidupan ekonomi masyarakat melalui kebijakan yang adaptif dan responsif terhadap dinamika pasar.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya pemerintah membuka kembali ruang dialog dengan pelaku industri, mengutamakan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy), dan mengadopsi pendekatan kolaboratif dalam pengambilan keputusan publik. Jangan sampai kebijakan pajak menjadi bumerang yang justru melemahkan sendi-sendi ekonomi nasional.