news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Perlukah Hak Pilih ASN Dicabut?

Jajang Jaenudin
Pelayan Publik Pemerintah Kabupaten Karawang
Konten dari Pengguna
7 April 2021 6:34 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jajang Jaenudin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mencoblos saat pemilu. Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin
ADVERTISEMENT
Setiap akan diselenggarakan perhelatan pemilihan presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, dewan perwakilan daerah, dewan perwakilan rakyat maupun dewan perwakilan rakyat daerah, selalu muncul isu yang selalu berulang. Isu itu adalah netralitas ASN (Aparatur Sipil Negara).
ADVERTISEMENT
Netralitas ASN selalu menjadi isu renyah untuk diperbincangkan setiap perhelatan. Dari mulai Badan Pengawas Pemilu, lembaga independen, sampai Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) selalu konsen mengawasi itu. Berbagai regulasi baik lama maupun baru selalu membahasnya. Surat edaran netralitas selalu dipertegas ulang.
Posisi politik PNS (Pegawai Negeri Sipil) di masa orde baru seakan menjadi trauma tersendiri bagi sebagian masyarakat. Setiap gerak-gerik ASN menjelang perhelatan pemilihan selalu diawasi, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Cara berpakaian dan aktivitas di media sosial pun diatur tersendiri. Kesalahan jari dalam menekan tombol jempol dan komentar keberpihakan di media sosial, akan menjadi musibah bagi ASN. Kesalahan itu akan berujung hukuman disiplin.

Kelebihan ASN

Sebagai pelayan publik, setiap harinya ASN selalu bertemu dengan banyak masyarakat. Seni bersikap melayani, meyakinkan masyarakat akan sebuah kebijakan, penyuluhan dan cara lainnya, menjadikan ASN terlatih berkomunikasi dengan masyarakat. Kedekatan kadang muncul bukan sebatas hubungan kerja, tetapi sudah terbentuk menjadi hubungan emosional.
ADVERTISEMENT
Keahlian berkomunikasi tersebut menjadi modal untuk mempengaruhi masyarakat dalam mensukseskan program-program pemerintah. Keahlian ini hampir sama dengan kebutuhan partai politik dalam meyakinkan pemilih. Partai politik perlu usaha untuk membangun jejaring kader yang mempunyai kemampuan tersebut.
Kesamaan kebutuhan keahlian inilah yang menjadi daya tarik partai politik untuk memanfaatkan ASN. Walaupun kebijakan politik yang keluar melalui undang-undang yang dibuatnya mengharuskan ketidakberpihakan ASN dalam pemilihan umum eksekutif maupun legislatif.

Netral tapi memilih

Sesuai ketentuan ASN harus bersikap netral, namun juga mempunyai hak suara untuk memilih. Di beberapa kesempatan sosialisasi, saya mengibaratkan posisi seperti itu sama halnya ketika masa puber suka sama cewek, tapi nggak boleh diungkapkan. Mungkin akan merasakan tiga macam emosi sekaligus, cinta, takut, dan cemas. Perasaan seperti itu oleh Psikolog Donald G. Dutton and Arthur P. Aron dinamakan “misattribution of arousal”.
ADVERTISEMENT
Rasa suka kepada peserta pemilu tidak boleh dinampakkan baik dalam tutur kata, tulisan, sikap dan tindakan. Ekspresi pilihannya hanya boleh diungkapkan lewat paku di bilik suara saja.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 menjelaskan bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Setiap Pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Disisi lain, ASN juga mempunyai hak pilih. Hak pilih tersebut diatur dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan, “Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi seperti itu, ASN dituntut pandai menahan diri tidak ikut larut dalam euphoria politik. Tidak melakukan perbuatan yang mengarah kepada keberpihakan. Dan, mengingat kembali larangan dan kewajiban.

Kelebihan mempunyai hak pilih

Salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelaksana kebijakan publik. Kebijakan publik dibentuk melalui proses politik yang terjadi di lembaga legislatif, baik melalui usulan eksekutif maupun inisiatif legislatif. ASN sedikitnya mengetahui atmosfer dalam menyusun kebijakan dan mahir dalam melaksanakan kebijakan.
Pengetahuan tersebut menjadi referensi dalam menentukan pilihan. Jika menilai secara objektif dan mengabaikan kepentingan pribadi, ASN akan banyak mendapatkan informasi politik daripada masyarakat lain untuk menilai kualitas kandidat yang tepat. Berdasarkan referensi tersebut, pilihan 4,2 juta PNS se-indonesia merupakan peluang yang besar untuk memperoleh kandidat terpilih yang terbaik
ADVERTISEMENT
Pengetahuan akan proses politik tersebut, akan diketahui betapa pentingnya saluran aspirasi masyarakat. Legislator akan menampung aspirasi dari konstituen-nya. Konstituen yang mempunyai hak pilih akan memiliki daya dorong yang besar untuk mempengaruhi penilaian prioritas kebijakan pada tahapan agenda setting sebelum kebijakan itu diadopsi.
Sebagai bagian dari eksekutif, ASN akan memiliki peluang istimewa. ASN biasanya akan dilibatkan dalam formulasi kebijakan politik. Pada tahapan itu, ASN akan membahas berdasarkan kepentingan masyarakat secara umum. Namun peluang untuk menyampaikan aspirasi yang berkaitan dengan kepentingan ASN juga terbuka. Kepemilikan hak pilih ASN bisa menjadi daya tawar yang bisa mempengaruhi kebijakan yang diadopsi.

Bisa netralkah dengan dicabut?

Banyak perdebatan menanggapi dicabut atau tidaknya hak pilih ASN. Disalah satu kesempatan diskusi netralitas ASN, saya pernah menyampaikannya. Namun hal itu perlu kajian yang lebih mendalam.
ADVERTISEMENT
Salah satu tujuan netralitas ASN adalah menghindari keberpihakan ASN. Namun apakah dengan dicabutnya hak pilih, ASN menjadi netral?. Belum tentu, karena ada fungsi lain yang tidak bisa dihindari, yaitu fungsi pelaksana kebijakan publik dan fungsi pelayan publik. Oleh karena itu, pelanggaran netralitas ASN juga termasuk dalam hal keberpihakan dalam pengambilan kebijakan.

Sistem merit sebagai pelindung

Saat ini dasar hukum manajemen ASN adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem merit. Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Dengan sistem merit diharapkan ASN terlepas dari intervensi politik.
ADVERTISEMENT
Untuk melindungi ASN, implementasi sistem merit harus menjadi suatu kebutuhan. Pilihan implementasi-nya adalah membangun komitmen kuat secara mandiri, atau adanya intervensi dari KASN melalui penilaian sistem merit dan dari KPK melalui Monitoring Control for Prevention (MCP).