9 hal penting mengenai SLF

Jakarta Property Institute
JPI adalah lembaga non profit yang memiliki misi membantu Jakarta menjadi kota lebih layak huni.
Konten dari Pengguna
23 Juli 2019 11:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jakarta Property Institute tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagai pusat perekonomian Indonesia, Jakarta memiliki banyak gedung tinggi dan padat yang diminati sebagai tempat bekerja maupun bertempat tinggal.
ADVERTISEMENT
Untuk menjalankan fungsi masing-masing bangunan dengan maksimal, kelengkapan sertifikasi bangunan gedung merupakan aspek penting yang perlu diketahui dan dipahami oleh para penghuni dan pemilik gedung. Ialah Sertifikat Laik Fungsi (SLF), salah satu sertifikat yang paling berpengaruh terhadap konsumen dan pemilik gedung.
SLF merupakan syarat mutlak bagi pengembang untuk mengurus Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) dengan terlebih dahulu melakukan pertelaan dan pemisahan masing-masing unit dan membuat akta pemisahan. Tanpa SLF, pengembang tidak akan dapat menerbitkan Akta Jual Beli (AJB) yang seharusnya dimiliki oleh penghuni apartemen.
Berikut sembilan (9) hal penting yang perlu diketahui mengenai Sertifikat Laik Fungsi (SLF):
1. Definisi SLF
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) merupakan sertifikat terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan. Tanpa SLF, gedung tidak bisa beroperasi secara legal.
ADVERTISEMENT
2. Klasifikasi SLF
SLF diklasifikasikan berdasarkan jenis dan luasan bangunan.
3. Pengajuan pengurusan SLF melalui DPMPTSP
Setiap pemilik gedung bisa mengajukan permohonan SLF melalui loket Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta di tingkat Kecamatan, Suku Dinas, atau Dinas. Perbedaan loket pengurusan didasarkan pada kelas bangunan yang dimohonkan.
4. Penerbitan SLF membutuhkan rekomendasi beberapa dinas
Dinas dan badan pemerintah yang menentukan penerbitan SLF adalah Dinas Tenaga Kerja, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta dan Perusahaan Listrik Negara (PLN).
ADVERTISEMENT
5. Pemenuhan kewajiban sebelum pengurusan SLF
Untuk bangunan gedung di atas 8 lantai dan/atau di atas 5,000 meter persegi (m2), pengembang perlu menyerahkan bukti pemenuhan kewajiban dari pengembang ke kota berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum fasos) sebelum mengurus SLF.
6. SLF Sementara sebagai pengganti SLF Definitif
Untuk pengembang yang mengalami kendala dalam pemenuhan kewajiban ke kota, dapat memohonkan SLF Sementara sebelum mengurus SLF Definitif. Masa berlaku SLF Sementara adalah 6 bulan.
7. Masa berlaku SLF 5 hingga 10 tahun
Masa berlaku SLF 5 tahun untuk bangunan non-rumah tinggal dan 10 tahun untuk bangunan rumah tinggal. Sebelum masa berlaku habis, pemilik gedung harus mengajukan kembali permohonan perpanjangan SLF. Permohonan dilengkapi laporan hasil Pengkajian Teknis Bangunan Gedung oleh pengkaji teknis dari pengembang yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB) bidang Pengkaji Bangunan.
ADVERTISEMENT
8. Dampak tidak adanya SLF
Tanpa SLF, pengembang tidak dapat menerbitkan Akta Jual Beli (AJB), tidak dapat membuka cabang bank di gedung tersebut, tidak dapat membentuk Persatuan Penghuni Rumah Susun (PPRS), dan tidak dapat memungut biaya perawatan dari penghuni.
9. Kelengkapan sertifikat hunian
Selain SLF, pembeli sebaiknya perlu mengecek sertifikasi berikut dari pengembang, seperti sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), surat Izin Penggunaan Penunjukan Tanah (SIPPT), dan Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS). Agar lebih valid, pengecekan dapat dilakukan dengan mendatangi instansi terkait.
Silakan kunjungi website dan akun Instagram kami untuk informasi lebih lanjut seputar perkembangan Jakarta yang layak huni dan kirim surel ke [email protected] untuk ide dan gagasan.
ADVERTISEMENT