Ayah Brigadir Yosua Minta Kapolri Bentuk Tim Khusus Ungkap Kematian Anaknya

Konten Media Partner
12 Juli 2022 16:00 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat. (Foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat. (Foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jambikita.id - Keluarga Brigadir Polisi (Brigpol) Nofriansyah Yosua Hutabarat (27) di Jambi merasa ada kejanggalan pada peristiwa kematian yang menimpa polisi muda tersebut.
ADVERTISEMENT
Ayah Brigadir Yosua, Samuel Hutabarat ditemui Jambikita di rumahnya meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mengungkap kematian anaknya.
"Saya minta kepada pak Jenderal Listyo Sigit Prabowo, supaya ada perhatiannya dan membentuk tim pencari fakta yang murni atas perintah bapak sebagai Kapolri," katanya, Selasa (12/7).
Ia mengatakan tim dari Mabes Polri menyampaikan bahwa dalam insiden tersebut, korban terlebih dahulu mengeluarkan senjata tajam, dan menembak secara membabi buta ke arah ajudan yang berada di rumah tersebut.
Mereka merasa janggal dan bertanya terkait kondisi orang yang terlibat baku tembak dengan putranya tersebut.
"Kalau anak saya yang menembak secara membabi buta, terus kondisi yang ditembak gimana, katanya lagi diperiksa di sana. Nah, logikanya kalau jarak 3 meter tidak mungkin tidak kena kalau terjadi baku tembak," katanya.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ia meminta kepolisian terbuka mengungkap kasus kematian tersebut, dan berharap Polri menunjukkan rekaman CCTV di lokasi kejadian rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Kami meminta rekaman CCTV itu dibuka. Biar kami lihat peristiwa yang menimpa Yosua," ujar Rohani Simanjuntak, bibi Brigadir Yosua.
Ia curiga setelah melihat tubuh Brigpol Yosua. Sebab, bukan hanya luka tembak saja yang dialami polisi tersebut. Yosua terlihat mengalami luka sayatan, jari terputus, giginya rusak, dan sebagainya.
"Di mata sebelah kanan, ada bekas sayatan. Di hidung ada bekas jahitan. Bibirnya juga. Bahkan, darah keluar dari jari manis sebelah kiri. Kok ada luka seperti ini?," tuturnya.
Samuel kembali meminta agar pihak kepolisian untuk lebih terbuka, dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian jika memang anaknya terlebih dahulu melakukan penembakan. Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.
ADVERTISEMENT
"Itu kan rumah perwira tinggi, ya tolong diperlihatkan CCTV-nya," sebutnya.
Kejanggalan lainnya, kata Samuel, di mana, beberapa jam sebelum kejadian korban dan keluarganya masih intens berkomunikasi.
Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.
"Tidak ada meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.
Bahkan, saat jenazah korban tiba pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.
Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.
"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut. Ia mengatakan jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal semacam itu.
(M Sobar Alfahri)