Balita di Jambi Dicabuli Tetangganya, Aktivis: Dorong RUU PKS

Konten Media Partner
9 Agustus 2020 20:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelaku saat dimintai keterangan di Mapolres Muaro Jambi. Foto: Polres Muaro Jambi
zoom-in-whitePerbesar
Pelaku saat dimintai keterangan di Mapolres Muaro Jambi. Foto: Polres Muaro Jambi
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Kali ini menimpa Balita perempuan yang masih berusia empat setengah tahun di Desa Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi. Keterangan yang diperoleh dari Polres Muaro Jambi, pelaku adalah tetangga korban. Pelaku adalah Mansyur Ali atau kerap dipanggil wak Izi oleh warga sekitar tempat tinggal korban dan pelaku. Kapolres Muaro Jambi AKBP Ardiyanto dalam keterangan tertulisnya mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Sabtu 4 Juli 2020. Perbuatan pelaku terungkap karena keeesokan harinya, Minggu 5 Juli, korban mengeluh sakit pada kemaluannya kepada orang tuanya. Korban menceritakan bahwa pelaku mempermainkan jarinya di bagian kemaluan korban. Perbuatan seperti itu dilakukan pelaku sebanyak dua kali. "Hubungan korban dengan pelaku hanya tetangga," kata Kapolres dalam keterangannya beberapa waktu lalu. Mendapati cerita anaknya itu, ibu korban kemudian melaporkan kejadian itu ke Polres Muaro Jambi. Pelaku kemudian berhasil ditangkap pada Kamis 6 Agustus. Akibat perbuatannya itu, pelaku diancam dengan pasal 76E jo pasal 82 ayat 1 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal tersebut mengatur perbuatan pidana dimana "setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul." Terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak, Direktur Beranda Perempuan Ida Zubaidah mengatakan kalau kasus kekerasan terhadap anak saat ini masih tinggi. Penanganan kasus terlalu berfokus pada pemenjaraan pelaku, sementara uupata pemulihan trauma terhadap anak korban belum maksimal dilakukan. "Hukuman juga tidak memberi efek jera. Seperti pelaku divonis bebas, pelaku divonis ringan. Sehingga keberulangan kasus kekerasan anak potensinya tinggi karena nggak memberikan efek jera," kata Ida, Minggu (9/8). Aspek pumulihan psikologis anak korban, kata dia harus menjadi perhatian. Mulai dari pelaporan kasus, lalu proses penanganan secara hukum itu harus memastikan hak anak korban terpenuhi. Di Provinsi Jambi, kata Ida, pada pelayanan anak korban kekerasan seksual setingkat provinsi sudah cukup bagus. Namun, untuk di tingkat kabupaten fasilitas pelayanan dan pengaduan serta sumber daya manusianya masih belum memadai. "Pelayanan kepada anak sebagai korban harus ditingkatkan," tambah Ida. Berangkat dari kasus kekerasann seksual yang terua berulang, Ida mengaku kecewa saat RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) gagal dijadikan undang-undang. Karena menurut dia, peraturan soal kekerasan seksual di KUHP belum secara komprehensip mengatur hak korban. "KUHP hanya mengatur bagaimana korban dipenjara. Tidak mengatur upaya pencegahan. Bahwa ada kewajiban semua pihak, pendidikan serta masyarakat bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan," terang Ida. Dilanjutkannya, dalam draft RUU PKS mengatur 9 bentuk kekerasan seksual. "Tapi di KUHP hanya dua bentuk. Pencabulan dan pemerkosaan. Pemerkosaan hanya menggunakan alat kelamin," kata dia. Padahal, menurut Ida, saat ini pola kekerasan seksual sudah banyak. Pemerkosaan tidak hanya menggunakan alat kelamin. Namun bisa pula menggunakan organ tubuh yang lain. "Peran kita (Beranda Perempuan) dan teman media suaya diramaikan lagi (dorongan RUU PKD). Supaya desakan di daerah ini bisa membantu teman-teman di Jakarta agar RUU PKS kembali masuk Prolegnas 2021," kata dia. Beranda Perempuan sendiri terakhir sedang mendampingi kasus yang menimpa lima orang anak yang menjadi korban kekerasan seksual, dimana pelaku divonis bebas oleh pengadilan. Pada kasus itu, Beranda Perempuan sudah mengumpulkan bukti-bukti untuk menguatkan pertimbangan hakim di tingkat kasasi. "Kita sudah mengumpulkan video, tulisan-tulisan yang memaparkan trauma yang dialami korban untuk dimasukkan ke dokumen LPSK yang dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA) untuk jadi bahan pertimbangan. Kita lagi nunggu putusan kasasi."
ADVERTISEMENT