Berstatus DPO, Eks Kepala BPPRD Jambi Tidak Hadiri Sidang Pra Peradilan

Konten Media Partner
12 Juli 2021 15:53 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang pra peradilan penetapan tersangka eks Kepala BPPRD Jambi, Subhi, di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Sidang pra peradilan penetapan tersangka eks Kepala BPPRD Jambi, Subhi, di Pengadilan Negeri Jambi/Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Mantan Kepala BPPRD Kota Jambi, Subhi, tidak hadir pada sidang gugatan pra peradilannya atas penetapan tersangka oleh Kejari Jambi, di Pengadilan Negeri Jambi, Senin (12/7). Subhi sebagai pihak pemohon pra peradilan hanya diwakili oleh kuasa hukumnya, Indra Cahaya, membacakan permohonan dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal, Partono. Dari pihak Kejari Jambi, hadir Jaksa Roniul Mubaraq dan Gempa Awaljon yang juga merupakan ketua tim penyidik perkara atas nama tersangka Subhi. Indra Cahaya, mengatakan jika penetapan tersangka terhadap kliennya terburu-buru bahkan menurutnya terkesan dipaksakan. Dia juga menilai penetapan tersangka telah melampaui kewenangan mengumumkan tersangka. "Hal tersebut melangar praduga tak bersalah yang merugikan nama baik pemohon," kata Indra Cahaya, usai persidangan, Senin (12/7). Dia juga mengatakan, seharusnya surat pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka harusnya menyertakan surat penetapan tersangka. Sementara dalam kasus ini, itu tidak disertakan. "Dalam surat tersebut juga tidak menyertakan pasal yang disangkakan, yang menjadi dasar penetapan tersangka," kata dia. Kemudian lagi, kata dia, pemohon menilai belum ada hasil audit yang menyatakan perbuatan Subhi menimbulkan kerugian negara. "Adalah sangat prematur termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka tanpa hasil auditor yang jelas," katanya. Saat ini Subhi menjadi buronan Kejaksaan setelah 3 kali pemanggilan sebagai tersangka oleh penyidik tidak diindahkannya. Saat diupayakan jemput paksa dan Subhi tidak berada di rumahnya lantas saja Subhi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Penetepan status DPO ini pun ditentang pihak Subhi. Kata Indra, selama ini Subhi ada di Jambi sehingga pemberitaan tentang Subhi DPO tidaklah benar. "Tunggu proses hukumnya, kita akan menguji dulu proses hukumnya benar atau tidak," katanya. Meski membantah soal DPO, Indra justru membenarkan kalau pada saat didatangi penyidik ke rumahnya untuk upaya penjemputan paksa, Subhi tidak berada di sana. Indra berdalih saat itu Subhi tenggah pulang kampung. Indra mengatakan kalau 3 surat panggilan untuk pemeriksaan tersangka memang diterima Subhi. Namun, panggilan itu tidak dipenuhi lantaran mereka sudah menyurati Kajari Jambi agar pemeriksaan tersangka ditunda hingga adanya putusan pra peradilan yang mereka ajukan. Dia mengatakan, kliennya bukan tidak mau mengikuti proses hukum. Namun mereka ingin proses hukum yang benar. "Harus mengikuti proses yang benar. Tidak ujug-ujug diperiksa kemudian ditetapkan sebagai tersangka," kata dia. Dia bilang kalau Subhi akan memenuhi panggilan penyidik kalau prosesnya benar. Ditambahkan Indra, permohonan penundaan pemeriksaan tersangka dari pihaknya tidak ditanggapi oleh pihak Kejari. Sebelumnya dalam permohonan pemohon, pemohon mengatakan jika penetapan tersangka dengan sangkaan tindak pidana korupsi tidak tepat. Karena menurut mereka, berdasarkan UU RI nomor 31 tahun 1999, menyebutkan jika rumusan tindak pidana korupsi harus memiliki unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menyebabkan kerugian keuangan negara. Sementara, masih dalam permohonan, yang dilakukan pemohon memiliki payung hukum berupa PP nomor 69 tahun 2010 Bab I pasal 3 ayat 1, 2, 3, 4, dan 5. Atas dasar itu, dalam petitum pemohon, meminta agar Pengadilan Negeri Jambi menyatakan penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah. Serta meminta Pengadilan menyatakan segala sesuatu tindakan pemohon yang bersangkutan dengan penetapan tersangka ini batal demi hukum. Seperti diketahui, Subhi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemotongan insentif pemungutan pajak di BPPRD Kota Jambi. Sejumlah pegawai BPPRD menjadi korban dalam perkara ini. Pemotongan dilakukan Subhi selama 3 tahun berturut-turur, 2017, 2018, dan 2019. Saat menjadi kepala BPPRD Kota Jambi, sebelum diganti karena status tersangka yang disandangnya. Nilai dari hasil kejahatan ini mencapai Rp 1,2 miliar. Penyidik sudah menyita uang senilai Rp 300 juta lebih dari para korban. Di mana uang itu adalah upaya pengembalian yang dilakukan Subhi, namun saat penyidikan sudah berjalan bahkan saat tersangka sudah ditetapkan. Untuk diketahui, Subhi disangkakan dengan pasal 12 huruf e dan f UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
ADVERTISEMENT