Budayawan Jambi Tolak Kehadiran Komite Seni Budaya Nusantara

Konten Media Partner
20 November 2019 17:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengukuhan pengurus Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jambi. Foto: Ist
zoom-in-whitePerbesar
Pengukuhan pengurus Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jambi. Foto: Ist
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Sebagian besar budayawan dan seniman di Jambi menolak keberadaan Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN).
ADVERTISEMENT
Pasalnya pada proses kelahiran organisasi yang mengklaim akan mengawal undang-undang pemajuan kebudayaan ini, tidak melibatkan seniman dan budayawan.
Buntut penolakan ini bermula dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jambi yang mengabaikan keberadaan seniman dan budayawan setempat dalam proses pembentukan pengurus KSBN di Jambi.
Padahal sudah jamak dilakukan, jika ada organisasi kesenian dan kebudayaan diawali dengan duduk berunding musyawarah mufakat pelaku seni dan budaya.
Apalagi, untuk ogranisasi sekelas KSBN yang digawangi pensiunan militer Hendardji Soepandji ini membawa misi ingin memajukan bidang seni budaya.
Pembentukan KSBN Jambi memang terkesan tergesa-gesa. Informasi tidak menyebar ke kalangan seniman dan budayawan.
Bahkan pada pelaksanaan pelantikan pengurus KSBN 2019-2024, tidak ada seniman dan budayawan yang diundang. Masalah ini heboh di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kehadiran KSBN berpotensi menggusur lembaga yang sudah lama ada, yaitu Dewan Kesenian Jambi. Dampaknya pelantikan pengurus hanya didominasi ASN dari Budpar dan pebisnis.
Sejumlah nama besar yang masuk kepengurusan seperti Jafar Rasuh dan Sri Purnama Syam memilih tidak datang ke seremonial pelantikan.
"KSBN dan DKJ itu berbeda. Beda. Kita lebih luas cakupannya," kata Ketua Umum KSBN Pusat, Hendardji Soepandji.
Dia mengaku pembentukan pengurus memang penunjukan langsung dari pusat, dengan membentuk tim formatur. Ada 14 nama formatur yang menyepakati formasi kepengurusan.
"Berdasarkan kesepakatan saja," kata Hendardji lagi.
Dalam formatur itu, dari kalangan seniman dan budayawan Jambi diwakili Disbudpar.
"Dari kalangan seniman dan budayawan Jambi diwakili Disbudpar. Mereka yang ususlkan," kata Sihol Sitongkir selaku Ketua Harian KSBN.
ADVERTISEMENT
Terkiat tidak diundangnya seniman dan budayawan setempat saat pelantikan pengurus KSBN Jambi, Hendardji berdalih hanya kelewat.
"Itu hanya kelewatan saja, nanti semua dilibatkan," katanya.
Tidak adanya musyawarah mufakat dalam pembentukan KSBN membuat sebagian besar seniman kecewa dan menolak KSBN.
Edi Dharma, kartunis yang sudah berkiprah secara internasional mengaku kecewa dengan minimnya pelibatan seniman dan budayawan dalam KSBN.
Kendati kecewa dan menolak dia tetap mengapresiasi dengan meminta pengurus bekerja amanah. Dia juga mengingatkan bahwa kepercayaan masyarakat seni sudah mulai luntur kepada pengurus kesenian yg selama ini menjadi mafia.
"Ya kecewa. Mafia seni," tegas kartunis yang baru saja memenangkan kompetisi tingkat dunia di Turki baru-baru ini, kepada Jambikita.id, Rabu (20/11).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Budayawan dari Kerinci M Ali Surakhman dengan tegas menolak KSBN. Pasalnya menurut dia, membangun potensi daerah bidang kebudayaan, tak hanya berpatokan pada angka pertumbuhan ekonomi dan investasi, seperti dalam pidatonya Ketum KSBN.
Namun berpatoklah pada capacity building masyarakat seni. Sebab akar karakter itu ada pada masyarakat dan nilainya.
Dengan demikian, untuk memajukan kebudayaan harus dilakukan bersama-sama, gotong royong. Semua harus diperhatikan, bukan malah semangatnya meninggalkan.
Dia meyakini apabila diawali dengan proses buruk, maka organisasi seni akan menjadi pemecah belah seniman dan budayawan. Organisasi seni harus memandang semua orang setara dan memiliki hak untuk berbicara serta mendapat keadilan.
Hal serupa dikatakan Didi Hariadi, pendiri Rumah Budaya Jambi. Apabila tujuan dari KSBN hanya ekonomi dan investasi, bukan sebaliknya membangun rumah besar untuk pelestarian kebudayaan "maka tegas saya menolak," kata Didi berapi-api.
ADVERTISEMENT
Didi mengecam segala bentuk pencitraan di ranah kebudayaan dan menjadikan budaya sebagai komoditas politik. Sebaliknya, penggiat seni tradisi teater Abdul Muluk, Zidan mengaku terkejut dengan kemunculan KSBN.
Dengan sedikitnya porsi penggiat budaya dibanding ASN Budpar dalam kepengurusan KSBN, maka kehadiran penggiat budaya dalam kepengurusan hanya alat pelegitimasi sebuah organisasi. "Secara tidak langsung kan dipaksa menerima. Kalau saya menolak," tegas Zidan.
Ketua Dewan Kesenian Merangin, Asro Al Murtaway mengatakan penolakan didasarkan karena tidak adanya pelibatan seniman di 10 kabupaten/kota. Organisasi seni dengan skala provinsi seharusnya melibatkan penggiat budaya yang ada di daerah. Semua harus didasari prinsip keadilan dan demokratis.
Ketimpangan di bidang kebudayaan jangan terus diperuncing. Sehingga muncul istilah seniman daerah dan kota, seniman konvensional vs seniman plat merah, kata Penyair asal Kabupaten Tebo, Ramayani.
ADVERTISEMENT
"Jangan sampai dana dihambur-hamburkan untuk proyek yang sebenarnya bukan berorientasi pemajuan kebudayaan," tutup Ramayani. (Suwandi)