Eksis pada Akhir Neolitikum, Ini Potensi Gua di Sarolangun Jambi

Konten Media Partner
2 Mei 2021 17:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bukit karst yang ada di sekitar Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Bukit karst yang ada di sekitar Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun. (Foto: Istimewa)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Di sekitar Desa Napal Melintang, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, terbentang bukit karst yang mengandung gua dengan jumlah tidak sedikit. Barisan bukit itu, kini disebut "Bukit Bulan".
ADVERTISEMENT
Menurut Akademisi Arkeologi Universitas Jambi, Asyhadi Mufsi Sadzali, ada lebih dari 30 gua dan ceruk di Bukit Bulan yang memiliki potensi arkeologis, karena ditemukan tinggalan budaya dari masa prasejarah. Tinggalan yang dimaksud, yakni alat batu, tembikar, lukisan gua (rock art) dan sebagainya.
Lukisan gua yang ditemukan di Bukit Bulan, kata Asyhadi, kebanyakan bewarna hitam. Hanya sebagian kecil lukisan yang bewarna putih.
"Ada berbentuk geometris atau lingkaran, figur anthropomorphic (manusia dan tumbuh-tumbuhan). Kebanyakan berwarna hitam. Menurut beberapa ahli itu bisa jadi dari magnesium, karena di salah satu gua banyak sekali ditemukan kadar magnesiumnya," ujarnya, Minggu (2/5).
Ia pun mengatakan tembikar yang ditemukan di gua Bukit Bulan, tidak memiliki slip merah. Tidak menunjukkan tembikar lapita khas dari bangsa Austronesia.
ADVERTISEMENT
Menariknya, kapak sumatralith juga ditemukan di gua Bukit Bulan, walaupun hanya satu buah. "Karena tidak banyak, mungkin kapak tersebut tidak dibuat di sana. Ini yang harus diteliti lagi," kata Asyhadi.
Gua Mesiu, salah satu gua yang terletak di Bukit Bulan, Sarolangun. (Foto: Arkeologi Unja)
Ada tiga pihak yang sudah mengkaji potensi arkeologis di kawasan tersebut, yakni Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, dan Arkeologi Universitas Jambi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumatera Selatan, kata Asyhadi, diperkirakan gua di Bukit Bulan digunakan oleh manusia pada akhir masa neolitikum, sekitar 3.000 sebelum masehi.
Namun, pemanfaatan gua Bukit Bulan di masa lampau, belum bisa diinformasikan lebih spesifik. Belum ada penelitian yang menegaskan bahwa gua di bukit karst tersebut digunakan sebagai tempat hunian atau media ritual.
ADVERTISEMENT
"Tetapi, dari hasil penelitian yang ada, gua ini terindikasi digunakan oleh manusia di masa prasejarah. Apakah digunakan sebagai tempat tinggal atau sebagai media ritual, belum diteliti secara jelas," ujarnya.
Kawasan Bukit Bulan, bagi Asyhadi, memiliki potensi untuk perkembangan masyarakat di sekitarnya, karena dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata alam dan budaya.
Sebelum invasi aktivitas penambangan menghancurkannya, ia berharap Bukit Bulan segera dilestarikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat.
"Memang saat ini tenaga ahli cagar budaya di sana belum ada. Tetapi itu bisa minta bantuan dari pusat untuk mengkaji dan menetapkan kawasan itu sebagai cagar budaya tingkat kabupaten," lanjutnya.
Asyhadi mengatakan sosialisasi tentang barisan karts itu sudah beberapa kali dilakukan. Hasilnya, sebagian masyarakat sekitar sudah peduli dengan kawasan tersebut, karena dianggap sebagai tinggalan leluhur mereka.
ADVERTISEMENT
"Langkah pengembangan dan pendampingan perlu dilakukan terhadap mereka. Ini tidak bisa dilakukan oleh Balai Arkeologi, Balai Pelestarian Cagar Budaya, dan Akademisi Arkeologi Universitas Jambi saja. Tetapi juga harus dari pemerintah daerahnya," pungkasnya. (M Sobar Alfahri)