Kasus Kredit Fiktif Bank Mandiri Jambi, Saksi Sebut KTP dan SK Debitur Palsu

Konten Media Partner
4 Desember 2020 13:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus kredit fiktif di Bank Mandiri Sam Ratulangi Jambi menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jamb/Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus kredit fiktif di Bank Mandiri Sam Ratulangi Jambi menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jamb/Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Saksi yang dihadirkan dalam sidang kasus kredit fiktif di Bank Mandiri Sam Ratulangi Jambi mengungkapkan kalau data KTP dan SK pegawai debitur yang diajukan untuk peminjaman tidak valid. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi menghadirkan 3 orang saksi dalam sidang lanjutan kasus kredit fiktif di Bank Mandiri KCP Sam Ratulangi Jambi. Tiga saksi yang dihadirkan yakni, mantan Kepala BPMD-PPT Provinsi Jambi, Hefni Zen, PNS Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jambi, Tri Cahya Christianto serta Kasi Penyediaan Teknologi Dinas Dukcapil Provinsi Jambi, Masrul. Mereka bersaksi untuk terdakwa Nana Suryana, mantan Mikro Mandiri Manager di PT Bank Mandiri KCP Samratulangi Jambi. Kemudian terdakwa Haris Fadilah, mantan Mikro Kredit Sales Bank Mandiri KCP Sam Ratulangi Jambi. Duduk selaku majelis hakim, Yandri Roni, sebagai Hakim Ketua, didampingi Morailam Purba dan Amir Aswan masing-masing sebagai hakim anggota. Pada sidang kali ini, penuntut umum Kejari Jambi, Roniul Mubaraq, menanyakan terkait data debitur yang diajukan untuk peminjaman di Bank Mandiri. Dua orang saksi, Masrul dan Tri, mengaku pernah dimintai keterangan oleh penyidik Polda Jambi mengenai hal itu. Mereka juga pernah diminta untuk memeriksa data 21 debitur melalui sistem yang dimiliki di instansi mereka. Masrul, yang merupakan pegawai di Dinas Dukcapil dalam kesaksiannya mengatakan, 21 KTP yang diklarifikasi oleh penyidik tidak terdaftar dalam sistem kependudukan. "Terkait 21 nama ini, benar nggak KTP-nya?" tanya penuntut umum. "Setelah kami cek, tidak terdaftar," jawab saksi Masrul. Dikatakan Masrul, Bank Mandiri sendiri juga tidak pernah mengklarifikasi soal keabsahan data tersebut ke pihaknya. "Kalau bank lain pernah?" tanya jaksa. "Pernah. Bank Mega, Maybank. Mereka mengajukan permohonan klarifikasi NIK, untuk pngajuan bank," terangnya. Sementara, saksi Tri, dari BKD Provinsi Jambi, mengaku pernah memberikan keterangan kepada penyidik terkait data SK pegawai 21 debitur itu. Di hadapan majelis hakim, Tri mengatakan, penyidik memperlihatkan sebanyak 21 SK pegawai kepadanya untuk dicek keabsahannya. "Setelah saya cek di aplikasi. Tidak sama datanya dengan data BKN," kata Tri. "Bisa dikatakan bukan pegawai negeri? tanya jaksa. "Bukan pak," jawab Tri mengenai data yang diminta untuk diklarifikasi penyidik. Cici Khairiyah Dewi, selaku Penasehat Hukum terdakwa kepada saksi Tri menanyakan juga soal SK pegawai yang diklarifikasikannya kepada penyidik. "Setelah dicek 21 SK pegawai, semuanya dinyatakan palsu atau beberapa ada yang asli? tanya penasehat hukum kepada saksi Tri. "Cuma satu orang (yang asli). Yang lainnya SK nya tdk sama datanya," kata Tri. Terkait keterangan saksi yang mengungkapkan adanya data fiktif itu, Cici ditemui usai persidangan tidak membantah keterangan saksi. Berdasarkan keterangan saksi, kata Cici, data KTP dan SK yang sudah dicek atas nama nasabah memang dipalsukan. "Namun mereka juga tidak tahu siapa yang memalsukan," kata Cici. "Dan terkait SK pun memang itu palsu," kata Cici menambahkan. Dijelaskan Cici, terkait data sudah dilakukan kroscek oleh Bank Mandiri. "Hanya saja palsu atau tidak, itu kan sudah ada hasil pemeriksaan. Memang tidak benar. Tapi itu di luar dari pengetahuan dari pihak kami (klien)," tutup Cici. Untuk diketahui, sebelumnya terdakwa Nana Suryana, didakwa telah melakukan secara melawan hukum, yaitu dengan memproses pencairan kredit atas 21 debitur tanpa mengikuti prosedur yang benar. Terdakwa seharusnya, menguji kebenaran dan kewajaran hasil verifikasi dan analisa yang dilakukan oleh MKS dan MKA. Serta menguji kebenaran pelaksanaan transaksi dan penerimaan uang dalam proses collection kredit untuk mencegah debitur fiktif, data fiktif dan lapping (pencurian uang selama proses collection). Namun tidak dilakukan. Hal ini menyebabkan pengajuan 21 debitur fiktif yang diajukan oleh saksi Irfan Rakhmadani disetujui dan menimbulkan kerugian negara. Perbuatan terdakwa memutuskan pengajuan kredit, kata penuntut umum tidak sesuai prsedur kredit mikro tahun 2012 serta tidak melalui wawancara MMM. Serta tanpa adanya penandatangan perjanjian kredit yang dipersyaratkan dalam petunjuk teknis operasional kredit mikro. Perbuatan terdakwa, disebut menyimpang dari UU nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; standar prosedur kredit mikro tahun 2012, serta perjanjian kerjasama nomor : MDC.MBC./JB2/60/2013 tanggal 26 Februari 2013. Perbuatan terdakwa bersama sejumlah saksi lainnya termasuk Haris Fadilah (penuntutuan terpisah) telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. Akibat perbuatannya muncul kerugian negara sejumlah Rp 3,4 miliar lebih. Terdakwa juga dianggap melakukan perbuatan pidana sebagaimana pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT