KKI Warsi: Vonis PT ATGA Bisa Jadi Yurisprudensi Jerat Korporasi Lain

Konten Media Partner
16 April 2020 20:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Lahan PT ATGA yang terbakar 2015 lalu. Foto: KLHK
Jambikita.id - Direktur Komunitas Konservasi Indonesi (KKI) Warsi Rudi Syaf berharap vonis pengadilan atas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di PT Agung Tumbuh Gemilang Abadi (ATGA) 2015 lalu bisa menjadi yurisprudensi untuk menjerat korporasi-korporasi lain yang mengalami kasus serupa (Karhutla).
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jambi melalui majelis hakim yang diketuai Hakim Viktor Togi mengabulkan sebagian gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diwakili Jaksa Pengacara Negara (JPN) terhadap tergugat PT ATGA. Pengadilan menghukum PT ATGA membayar ganti rugi kerugian ekonomis dan biaya pemulihan. Totalnya Rp590,5 miliar lebih, atas kebakaran 1.500 hektare lahan konsesi perusahaan. Pasal gugatan yang digunakan adalah pasal 88 UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal yang bersifat strict liability atau tanggungjawab mutlak.
“Ketika sudah berkekuatan hukum tetap, bisa menjadi yurisprudensi untuk menjerat kasus serupa yang sudah berulang kali terjadi di Provinsi Jambi,” kata Rudi Syaf, Rabu (15/4).
Rudi bilang putusan pengadilan ini sangat penting karena tidak hanya menjerat perusahaan dengan kerugian materiil namun juga memasukkan unsur kerugian lingkungan dan biaya pemulihan ekosistem. “Ini sebuah putusan yang diharapkan akan mampu memberi rasa adil bagi pemulihan lingkungan kita,” kata Rudi.
ADVERTISEMENT
Karhutla, kata Rudi sudah menjadi penyakit kronis. Bahkan sistem peradilan selama ini masih sangat jarang menjerat pelaku kejahatan pembakaran hutan dengan hukuman maksimal dan memasukkan unsur lingkungan ke dalamnya. Bahkan sangat jarang menyentuh langsung ke korporasi, apalagi sampai menjatuhkan sanksi denda yang harus dibayarkan perusahaan.
Dia menyebutkan, sangat sering operator lapangan dijadikan tumbal atas Karhutla di areal korporasi. Padahal dalam denda inilah harapan untuk memberikan efek jera dan di sisi lingkungan bisa membantu untuk pemulihan ekosistem yang terbakar bisa dilakukan, walaupun sebenarnya ini sulit dilakukan.
Rudy memaparkan, data KKI Warsi sepanjang 2019 terdapat 157.137 hektare hutan dan lahan yang mengalami kebakaran. Dihitung dari nilai ekologis kerusakan ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp12 Triliun. “Tingginya nilai kebakaran ini disebabkan 101.418 hektare atau 64 persen terjadi di lahan gambut, dan hampir dari 25 persen berada di gambut dalam yang memiliki kedalaman lebih dari empat meter,” kata Rudi.
ADVERTISEMENT
Karhutla pun didominasi di lahan konsesi perusahaan. HPH menempati posisi pertama dengan luas 40.865 hektare, disusul oleh HGU Perkebunan Sawit seluas 24.938 hektare, dan HTI seluas 21.226 hektare. Sebanyak 2 HPH, 14 HTI dan 5 HGU Perkebunan Sawit merupakan pemegang konsesi yang mengalami kebakaran berulang. “Perusahaan ini juga mengalami kebakaran hebat 2015 lalu, 2019 kebakaran lagi, ini menunjukkan bahwa perusahaan belum patuh pada instrumen pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang dikeluarkan pemerintah,” Kata Rudi.
Dengan adanya putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jambi, perusahaan serupa yang juga terlibat kebakaran hutan dan lahan segera diseret ke meja hijau.