Konsep Pengelolaan Candi Muara Jambi, Seimbangkan Alam dan Masyarakat

Konten Media Partner
15 Maret 2022 15:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Candi Tinggi, salah satu situs di KCBN Muarajambi. (Foto: M Sobar Alfahri/jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
Candi Tinggi, salah satu situs di KCBN Muarajambi. (Foto: M Sobar Alfahri/jambikita)
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi, Kabupaten Muaro Jambi, tidak hanya sebatas terkonsentrasi pada potensi budayanya. Potensi alam, dan keterlibatan masyarakat, turut dipertimbangkan.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jambi, Sudirman menyampaikan pengelolaan kawasan percandian itu kedepannya juga diiringi pelestarian alam. Ketika terdapat pohon yang berdiri dekat dengan candi, tumbuhan ini diupayakan dapat dipertahankan.
"Bagaimana caranya candi tetap dipugar dengan pohon tidak ditebang. Berbeda dengan konsep pengelolaan Candi Borobudur yang hanya fokus pada candinya. Pengelolaan Candi Muara Jambi menggunakan konsep alam dan budaya. Ini pelestariannya," ujarnya, Selasa (15/3).
Pengelolaan KCBN Muarajambi, kata Sudirman, bukan hanya dilakukan pemerintah saja. Masyarakat sekitar akan diberdayakan.
"Konsepnya pengelolaan bersama pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. Masing-masing memperoleh manfaat. Tak kalah pentingnya, bagaimana pemberdayaan masyarakat juga bisa direalisasikan," ungkapnya.
Pemerintah pusat melalui Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) mengucurkan dana senilai Rp 92 miliar untuk pengelolaan KCBN Muarajambi, dan pembebasan lahan.
ADVERTISEMENT
Dalam KCBN Muarajambi akan dibangun pula pusat riset berbasis Kampus Merdeka. Sebelum itu terwujud, pembebasan lahan seluas berkisar 25 hektare dilakukan terlebih dahulu.
Kampus Merdeka, kata Sudirman, berarti memberikan ruang seluas-luasnya untuk mahasiswa, dosen, dan lainnya, dalam melakukan riset di kawasan percandian itu.
"Pemberdayaannya juga di situ. Yang paling penting masyarakat terberdayakan dan memperoleh akses yang mudah dari konsep pengelolaan candi," ujarnya.
Ia pun menyampaikan pihak UNESCO kini melihat pemberdayaan masyarakat, sebelum menetapkan kawasan cagar budaya sebagai warisan dunia.
"Kalau dulu mungkin yang diperhatikan cukup candinya saja, bisa dibiayai oleh UNESCO. Sekarang orientasinya ada pemberdayaan juga," pungkasnya.
(M Sobar Alfahri)