Polisi Amankan 2 Mini Bus Pembawa BBM Ilegal di Jambi

Konten Media Partner
2 Agustus 2022 20:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi sita mini bus yang digunakan untuk mengangkut BBM ilegal. (Foto: Jambikita)
zoom-in-whitePerbesar
Polisi sita mini bus yang digunakan untuk mengangkut BBM ilegal. (Foto: Jambikita)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jambikita.id - Kepolisian Resor (Polres) Tanjung Jabung Timur, Jambi, mengamankan 2 unit mini bus bermerek Daihatsu Xenia warna putih dan silver, lantaran digunakan untuk mengangkut bahan bakar minyak (BBM) ilegal.
ADVERTISEMENT
Di dalam 2 mobil itu terdapat tandon yang berisikan BBM diduga jenis solar dengan total berkisar 3.000 liter. BBM ini berasal dari Bayung Lincir, Sumatera Selatan, dan rencananya dibawa ke Tanjung Jabung Barat.
Kasat Reskrim Polres Tanjung Jabung Timur, AKP Ridho Prasetya mengatakan 2 mobil ini disita saat tim opsnal melakukan razia di sekitar Simpang Tuan pada hari Kamis 21 Juli 2022 lalu.
"Pada saat razia personel menemukan dua mobil jenis mini bus Daihatsu Xenia yang sedang konvoi. Saat digeledah tim menemukan BBM yang diduga dari tambang minyak ilegal di Bayung Lincir," ujarnya, Selasa (2/8).
Tidak hanya mini bus, ketiga pelaku yang mengangkut BBM ini juga berhasil ditangkap Polres Tanjung Jabung Timur. Mereka merupakan warga Kota Jambi, yakni berinisial AS, IM dan IJ.
ADVERTISEMENT
Ridho mengatakan pihaknya sudah memeriksa saksi-saksi, dan menyita barang bukti. Sedangkan pemodal pengiriman minyak ilegal tersebut masih diselidiki.
"Kita berkoordinasi dengan jaksa dan mengirimkan SPDP. Selanjutnya akan melaksanakan pengembangan. Kepada siapa mereka menjual, dan siapa pemodal dari minyak, kita telusuri," jelasnya.
Menurut hasil penyelidikan sementara, 2 mini bus tadi merupakan kendaraan pribadi milik pelaku. Bukan hasil pencurian.
Para pelaku ini dijerat Pasal 54 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi Junto Pasal 55 KHUP. Mereka terancam hukuman paling lama 6 tahun, dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
(M Sobar Alfahri)