Regulasi Pelestarian di Jambi Tak Mencakup Seluruh Kategori Cagar Budaya

Konten Media Partner
17 April 2021 14:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kawasan cagar budaya tingkat nasional di Jambi, Kawasan Situs Candi Muarajambi. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan cagar budaya tingkat nasional di Jambi, Kawasan Situs Candi Muarajambi. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Pelestarian cagar budaya yang ada di wilayah Jambi, belum dilandasi dengan regulasi yang memadai.
ADVERTISEMENT
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pelestarian dan Pengembangan Budaya Melayu Jambi, tidak bisa mencakup seluruh kategori cagar budaya yang berasal dari berbagai periode.
Kepala Seksi Bidang Sejarah dan Purbakala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jambi, Yusuf Martum mengatakan bahwa Perda tersebut dibuat untuk melestarikan kebudayaan Melayu di Jambi, baik bersifat fisik, maupun non-fisik.
Menurutnya, kebudayaan Melayu tidak hanya ada di Jambi saja. Tetapi, pelestarian kebudayaan Melayu bisa dilakukan dengan Perda yang terbit pada tahun 2013 tersebut.
"Karena kita terkungkung wilayah administrasi, akhirnya ada yang namanya Melayu Jambi," katanya, ketika mewakili Kepala Disbudpar Provinsi Jambi, Jumat (16/4).
Sayangnya, Perda tersebut tidak bisa mencakup seluruh kategori cagar budaya. Tidak semua tinggalan budaya di Jambi dapat dianggap bagian dari Melayu.
ADVERTISEMENT
"Kalau tinggalan budaya dari masa Prasejarah, kita tidak mau ada polemik ke Melayu. Tapi kalau tinggalan kebudayaan yang sudah masuk masa Kolonial dan Kesultanan Islam, itu sudah masuk masa adanya kebudayaan Melayu," katanya.
Mengenai hal teknis pelestarian, Disbudpar Provinsi Jambi baru merancang Peraturan Gubernur (Pergub) Jambi tentang Penyelenggaraan Pelestarian Budaya Melayu Jambi. Pergub itu merupakan turunan dari Perda Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2013 tadi.
Sebagai seorang yang terlibat dalam pembuatan rancangan tersebut, Yusuf mengatakan bahwa teknik pelestarian, pembentukan dewan kebudayaan, serta pembentukan tim pendata, dibahas dalam Pergub tersebut.
"Ini kan baru dibikin. Rencananya dalam waktu dekat bakal masuk Focus Group Discussion (FGD). Mungkin akan ada penambahan dan penghapusan yang tidak perlu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Akademisi Arkeologi Universitas Jambi (Unja), Ari Mukti Wardoyo mengatakan bahwa Perda yang dibahas tadi, memiliki kekurangan dalam penentuan apa yang ingin dilestarikan.
Penggunaan istilah "Budaya Melayu", menurut Ari, kurang bijak. Tidak mewakili seluruh kebudayaan yang ada di Jambi. Apalagi konsep Melayu sendiri pengertiannya masih dipertanyakan.
"Itu bisa saja menjadi boomerang, karena regulasi seharusnya bersifat publik. Lalu gimana tinggalan yang cenderung ke arah kebudayaan Eropa? Tidak mungkin masuk dalam kategori Melayu. Begitu juga tinggalan yang cenderung ke arah kebudayaan Cina. Sebetulnya di Jambi beraneka ragam budaya," katanya.
Ari menyampaikan, jangan sampai pemerintah menafikan kondisi multikultural di Jambi. Eksistensi kebudayaan selain (yang dianggap) Melayu, harus mendapatkan perhatian juga.
Apalagi wilayah Jambi memiliki berbagai macam tinggalan arkeologis yang harus dilestarikan. Tinggalan yang dimaksud, berasal dari berbagai periode, yakni masa prasejarah, klasik (hindu-budha), kesultanan islam hingga masa kolonial.
ADVERTISEMENT
Dari sana Ari berpendapat, pemerintah tingkat provinsi hingga tingkat kabupaten/kota di Jambi dapat merumuskan regulasi pelestarian cagar Budaya. Regulasi yang dimaksud, berlandaskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Menurutnya, pembuatan regulasi tingkat daerah untuk pelestarian cagar budaya, sangat dibutuhkan. Karena masing-masing daerah memiliki tantangan yang berbeda dalam upaya pelestarian tinggalan budaya.
"Di Jambi sendiri ada kondisi yang tidak termuat dalam undang-undang nasional tersebut. Misalnya, di Kerinci ada tinggalan yang tidak dapat dibawa ke museum, karena dianggap keramat. Aspek pelestarian tinggalan budaya dengan kondisi semacam itu, perlu dirumuskan di Perda," katanya.
Tetapi, jika ingin ada landasan pelestarian yang lebih luas lagi, kata Ari, Pemerintah Provinsi Jambi dapat memakai kata 'Warisan Budaya' untuk pembuatan regulasi.
ADVERTISEMENT
Sehingga upaya pelestarian, dapat mencakup seluruh kategori warisan budaya, yang berasal dari berbagai masa, serta tidak hanya dari kebudayaan dan etnis tertentu saja.
"Karena UNESCO bikin kategori warisan budaya. Berbagai periodesasi jelas masuk semua. Memang secara periodesasi tinggalan budaya tidak bisa dipukul rata," pungkasnya. (M Sobar Alfahri)