news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Suap Anggota DPRD Jambi, Cornelis Buston Dituntut 6 Tahun Penjara

Konten Media Partner
18 Februari 2021 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jaksa KPK membacakan surat tuntutan untuk eks Ketua DPRD Provinsi Jambi, Cornelis Buston dalam kasus suap DPRD Jambi/Yovy Hasendra
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa KPK membacakan surat tuntutan untuk eks Ketua DPRD Provinsi Jambi, Cornelis Buston dalam kasus suap DPRD Jambi/Yovy Hasendra
ADVERTISEMENT
Jambikita.id - Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ketua DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019, Cornelis Buston, dengan hukuman 6 tahun penjara dalam kasus suap DPRD Provinsi Jambi. Tuntutan terhadap Cornelis lebih tinggi dari 2 terdakwa lain, Chumaidi Zaidi dan AR Syahbandar. Mereka dituntut masing-masing 5 tahun penjara. Dalam surat tuntutan penuntut umum, Cornelis yang tidak mengakui kesalahan serta keterangannya yang berbelit-belit menjadi hal yang memberatkan. Serta Cornelis belum mengembalikan uang hasil kejahatan. Ketiga terdakwa dalam surat tuntutan yang dibacakan penuntut umum KPK Arin Karniasari, disebut telah menerima hadiah terkait pengesahan APBD dari Gubernur Jambi, Zumi Zola bersama-sama Apif Firmansyah, Erwan Malik dan Arfan. Terdakwa, baca penuntut umum, terbukti secara sah bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dalam dakwaan pertama. Dalam pertimbangan penuntut umum, ketiga terdakwa disebut tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi. Cornelis dan Chumaidi Zaidi juga belum mengembalikan uang hasil kejahatan. Hal itu menjadi hal yang memberatkan terdakwa. "Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap masing-masing terdakwa, Cornelis Buston 6 tahun, Chumaidi Zaidi 5 tahun, AR Syahbandar 5 tahun," kata penuntut umum membacakan surat tuntutan, Kamis (18/2) di Pengadilan Tipikot Jambi. Ketiga terdakwa dituntut dengan pasal 12 huruf a UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001. Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana. Selain pidana penjara, ketiga terdakwa dibebankan membayar denda senilai Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Ketiga terdakwa juga dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman. Sementara itu, terhadap terdakwa Cornelis dan Chumaidi, diwajibkan membayar uang hasil tindak kejahatan. Cornelis dibebankan membayar Rp 100 juta dan Chumaidi Zaidi Rp 400 juta subsider 6 bulan penjara. AR Syahbandar sendiri sudah terlebih dulu mengganti uany tersebut melalui KPK. Usai tuntutan itu, majelis hakim yang diketuai Hakim Erika Emsah Ginting bersama 2 hakim anggota, Amir Aswan dan Hiasinta Fransisca Manalu, memberi waktu kepada ketiga terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan pada sidang selanjutnya. Sementara itu, Nazirin Lazie S.H, selaku penasehat hukum Chumaidi Zaidi mengatakan, pihaknya akan berusaha meminta hukuman seringan-ringannya. Menurut dia, kliennya sudah mengakui kesalahannya. "Artinya menyesal, makanya anggaran 2018 dia nggak mau ngambil. Kalau 2017 dia memang ngambil. Itu pun terakhir," kata Nazirin ditemui usai sidang. Mengenai uang yang belum dikembalikan, kata Nazirin, alasanya memang karena kliennya belum memiliki uang untuk pengembalian. Penasehat hukum AR Syahbandar, Indra Armendaris S.H, mengatakan, dia masih perlu berkoordinasi dengan kliennya AR Syahbandar sebelum menyampaikan pembelaan. "Tanggal 2 Maret nanti kesempatan kami menyampaikan pembelaan," kata dia. Kemudian, lanjutnya, dalam surat tuntutan penuntut umum jelas dikatakan kalau kliennya mengakui kesalahan. "Nah kami ingin bertemu Syahbandar sebelum pembelaan." Sementara itu, Heri Najib S.H selaku penasehat hukum Cornelis Buston, terkait tuntutan terhadap kliennya mengatakan, tuntutan 6 tahun penjara menurut jaksa karena kliennya dianggap tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit. Namun menurut Heri, wajar jika kliennya tidak mengakui karena memang tidak menerima uang ketok palu. "Yang nak (mau) diakui apanya? Kan memang tidak menerima. 100 juta itu kan di minjam dari Kusnindar dan sudah dikembalikan. "Dan jaksa, yang dikembalikan itu tidak disebut. Minta proyek ada, tapi tidak dikasih sama Pak Gubernur. Kan nggak ada hubungannya," kata Heri.
ADVERTISEMENT