Abundance Mindset adalah Modal bagi Pemenang

Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership, Founder Akademi Trainer www.KubikLeadership.com. Ia juga pebisnis dan penulis 10 buku di Gramedia dan Mizan. Mentor banyak tokoh
Konten dari Pengguna
16 Januari 2018 8:22 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jamil Azzaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Berpikir (Foto: rMeghann/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Berpikir (Foto: rMeghann/Pixabay)
ADVERTISEMENT
Sejak awal tahun hingga kemarin, saya berdiskusi sekaligus mendengar paparan Ahmad Faiz Zainuddin, yang baru pulang menuntut ilmu dari Inggris, India, China dan juga Amerika Serikat. Lelaki asal Surabaya ini juga alumni Singularity University, Silicon Valley, USA. Diskusi yang paling "hot" adalah seputar pertumbuhan dunia yang eksponensial, dunia berubah dengan kecepatan 1000 kali lipat setiap 10 tahun.
ADVERTISEMENT
Saya ditunjukkan fakta-fakta ilmiah tentang perubahan yang sangat eksponensial di berbagi sendi kehidupan. Dari penggunaan energi sinar matahari yang semakin murah, mobil yang bisa berjalan tanpa perlu sopir, pesawat jenis baru yang bisa keliling dunia kurang dari satu jam, operasi pasien tanpa perlu kehadiran dokter dan berbagai sumber ilmu yang semakin open source.  Ngeri apabila kita tidak menyiapkan diri. Sangat menarik dan menantang apabila kita memahami perubahan yang terjadi dan kita menyiapkan diri sejak saat ini untuk ikut berselancar dalam perubahan tersebut. Yang menarik adalah, para ahli berpendapat bahwa apabila kita ingin semakin "bersinar" di era perubahan eksponensial ini kita wajib memiliki abundance mindset. Cara berpikir yang berkelimpahan. Mudah menolong orang lain, mensupport dan mempermudah urusan banyak orang, menebar kebaikan. Orang-orang yang memiliki scarcity mentality (lawan dari abundance) boleh jadi bisa memenangkan persaingan di masa lalu namun akan tergilas zaman di masa yang akan datang.  Era perubahan eksponensial membuat segalanya berlimpah, maka tidak layak ada orang yang masih berpikir bahwa segala sesuatu di dunia ini terbatas, hal yang baik tidak cukup jika dibagi ke semua orang, inilah scarcity mentality yang sangat tidak compatible di era yang berkelimpahan. Bagaimana melatih abundance mindset?
ADVERTISEMENT
Pertama, percaya dan yakinlah bahwa yang tersedia di dunia ini cukup untuk seluruh penduduk bumi. Saya menjadi teringat pesan imam Syafi'i: "Aku yakin bahwa jatah rezekiku tidak akan diambil oleh orang lain, maka hatikupun selalu tenang karenanya." Semua sudah disiapkan lengkap oleh Sang Maha Pencipta. Misalnya, bila batu bara dan minyak bumi habis, sekarang sudah ditemukan energi terbarukan dari sinar matahari yang jauh lebih murah dibandingkan energi yang dihasilkan nuklir, batubara, dan minyak bumi.
Kedua, temukan keunikan diri dan terus asahlah keunikan itu untuk menebar manfaat kepada banyak orang. Boleh jadi, keunikan baru Anda adalah profesi baru yang muncul yang sebelumnya belum ada. Berbagai prediksi para ahli menyatakan bahwa di tahun 2030 ada 47 profesi yang hilang dan akan muncul 65 profesi baru yang sebelumnya belum ada. Dalam kacamata bisnis, pilihlah jalur bisnis yang blue ocean strategy, bisnis yang punya ciri khas dan punya pembeda yang jelas. Bisnis maju tanpa berniat dan sengaja mematikan pebisnis lain.
ADVERTISEMENT
Ketiga, sebarkan harapan dan optimisme. Jauhkan diri Anda dari menyebar ketakutan, pesimisme dan kekhawatiran. Apalagi menyebarkan berita hoax yang menggelisahkan banyak orang. Di dunia ini kebaikan itu berlimpah dan masih banyak yang belum kita kerjakan, jadi sibukkan diri Anda dengan banyak melakukan kebaikan apapun yang itu tersebar di kanan kiri kita. Buatlah inovasi atau kreasi kebaikan untuk memberi manfaat kepada banyak orang. Terus berlatih dan tanamkan abundance mindset dalam diri kita agar kita bisa hidup semakin layak, semakin bermartabat, semakin mapan, semakin SuksesMulia saat ini dan di masa yang akan datang.
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership