Bisnis Tanpa Passion

Jamil Azzaini
CEO Kubik Leadership, Founder Akademi Trainer www.KubikLeadership.com. Ia juga pebisnis dan penulis 10 buku di Gramedia dan Mizan. Mentor banyak tokoh
Konten dari Pengguna
6 Juli 2017 9:28 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jamil Azzaini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pentingnya passion (Foto: Free-Photos)
zoom-in-whitePerbesar
Pentingnya passion (Foto: Free-Photos)
ADVERTISEMENT
Saya dan kelompok mastermind saya di Bogor pernah mendapat hadiah dari seseorang.  Hadiah itu berupa tanah dan bangunan berisi perlengkapan konveksi canggih serta 80 karyawan di dalamnya.  Mendapat "durian runtuh", kami kemudian mendirikan PT dan saya didaulat menjadi direktur utamanya.
ADVERTISEMENT
Mendapat rezeki nomplok memang terkadang melalaikan manusia, termasuk saya. Saya lupa bahwa saya sama sekali tidak memahami proses dalam bisnis konveksi. Padahal saya sering berkata, "Serahkan bisnis itu pada ahlinya." Selain itu, saya tidak punya passion dalam bisnis konveksi. Padahal, saya sering berpendapat di media sosial bahwa, "Bisnis tanpa passion adalah pintu menuju kebangkrutan."
Karena saya tidak memahami bisnis konveksi maka kemudian saya menunjuk direktur pelaksana untuk menjalankan bisnis itu. Ternyata bisnis konveksi ini menimbulkan banyak masalah. Berbagai konsultan kita hadirkan tak jua terurai masalahnya. Dan mungkin Anda akan terkejut bila tahu bahwa selama empat tahun menjabat direktur utama saya tidak pernah menginjakkan kaki di lokasi bisnis tersebut. He...he...he...
Bisnis konveksi memang bukan passion saya, bukan jiwa saya. Dalam bahasa gaulnya, "Bisnis konveksi itu gak Jamil banget gitu." Tujuan bisnis yang seharusnya menghasilkan keuntungan justru menorehkan kerugian milyaran rupiah. Dan agar bisnis itu semakin "tidak berdarah-darah" akhirnya bisnis konveksi itupun  kami jual pada akhir tahun 2012.
ADVERTISEMENT
Saya teringat pelajaran dari Jack Welch saat menjadi CEO di General Electric (GE), "Jadilah nomor satu atau nomor dua dunia atau tidak sama sekali." Perusahaan-perusahaan di bawah naungam GE dan pangsa pasarnya tidak bisa menjadi nomor satu atau nomor dua dunia dijual oleh Jack Welch.  Hasilnya? Bisnis GE terus moncer bahkan pernah menjadi perusahaan dengan tingkat keuntungan terbaik kedua di seluruh dunia.
Saya memahami pesan Jack Welch ini dengan pengertian, tidak mungkin kita bisa menjadi nomor satu atau nomor dua di dunia tanpa passion di dalamnya. Karena passion menghasilkan kecintaan, perhatian dan kesungguhan dalam bisnis yang ditangani. Ia rela menyisihkan banyak waktu untuk membesarkan perusahaan. Ia rela juga memprioritaskan mengembangkan perusahaan dibandingkan mengembangkan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Hal inipun berlaku dalam karir.  Anda sulit menjadi karyawan nomor satu atau nomor dua terbaik di perusahaan atau instansi, bila Anda bekerja tidak sesuai dengan passion. Prioritaskanlah menemukan passion Anda, jangan sepelekan karena itu menyangkut kenikmatan dan kebahagiaan hidup Anda di masa yang akan datang. Pertanyaan saya, apa passion Anda?
Salam SuksesMulia
Jamil Azzaini CEO Kubik Leadership (www.kubik.co.id)