Opresi Kekuasaan

Jan Ekklesia
Sosiolog dan Pendiri GEMA Politik Indonesia
Konten dari Pengguna
20 Agustus 2022 18:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jan Ekklesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kekuasaan memengaruhi sistem hidup masyarakat. Sumber: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kekuasaan memengaruhi sistem hidup masyarakat. Sumber: Dok. Pribadi
Kekuasaan (power) adalah sesuatu yang kontekstual. Kekuasaan boleh jadi ada di setiap keadaan dan kesempatan. Pada umumnya, ada dua jenis sikap manusia terhadap kekuasaan. Pertama adalah kehendak untuk berkuasa (will to power), yakni dorongan kuat untuk berkuasa. Kemudian kehendak untuk pasrah (will to submission), yakni keputusan untuk sumarah. Keduanya saling mengandaikan.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan sebenarnya merupakan keadaan natural dari manusia untuk dapat bertahan hidup. David McClelland (1960) dengan teori motivasi dan prestasi menyatakan bahwa kekuasaan dapat dicapai dan digunakan secara bertanggung jawab. Ada motif-motif kekuasaan yang tak terhindarkan dalam hidup. Hanya saja apakah motif-motif kekuasaan yang sedemikian besar dan gradual itu berisikan hasrat kepentingan bersama atau kepuasan diri sendiri?
Berdasarkan teori dari Emile Durkheim tentang solidaritas, kekuasaan dalam ikatan solidaritas memiliki implikasi terhadap kesadaran kolektif yang bersifat luaran (exterior) dan memaksa (constraint). Ketika kekuasaan memaksa, maka hal tersebut bukan dikategorikan sebagai sesuatu yang negatif, melainkan sebagai konsekuensi logis dari situasi yang tidak mendapat legitimasi publik.

Machiavelliasme

Machiavelli, sang filsuf dan diplomat politik asal Italia telah lama memperhatikan kekuasaan, bahwa orang yang berkuasa berada dalam tingkatan tertinggi. Mereka selalu muncul sebagai pemenang (winner). Sang penguasa jangan dihambat oleh norma-norma moral masyarakat. Apapun dan dengan cara apapun, kekuasaan semestinya didapat dan dipertahankan. Intinya adalah mempertahankan kepentingan negara di atas kepentingan moral maupun hukum (raison d'etat). Motif-motif kekuasaan berdasarkan nilai moral, oleh karenanya, tidak terlalu dipergumulkan.
ADVERTISEMENT
Namun perlu dipertimbangkan, kekuasaan tanpa moralitas hanya menghasilkan tirani tangan besi. Ada aspek kebudayaan yang hilang ketika kekuasaan hanya sebatas mempertahankan dan mendapatkan, apapun caranya.

Kekuasaan sebagai Alat Bantu Pattern Maintenance

Seyogianya kekuasaan menundukkan diri kepada aspek-aspek kebudayaan dan moralitas. Masyarakat memiliki belief system yang diakui dan disepakati bersama. Sementara kekuasaan cenderung melanggengkan hasrat untuk mengeksploitasi, entah tahu permasalahan rakyat yang dikuasai atau tidak. Intinya, kekuasaan dan aktivitasnya akan menjadi rasional dan responsif terhadap tuntutan-tuntutan perubahan. Tidak hanya itu, kekuasaan yang bersadar pada kebudayaan dan moralitas akan lebih adaptif sesuai tuntutan zaman.