Horor di Jalan Tapak Siring, Surabaya: Aku Lihat Pengendara Bentor Tanpa Kepala

Konten Media Partner
31 Januari 2022 8:36 WIB
ยท
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Horor di Jalan Tapak Siring, Surabaya: Aku Lihat Pengendara Bentor Tanpa Kepala
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Surabaya - Kejadian menyeramkan ini aku alami sendiri. Membuat bulu kuduk merinding setiap mengingatnya. Apalagi, setiap kali ketika aku melewati jalan, lokasi aku berjumpa dua makhluk halus.
ADVERTISEMENT
Satu berjubah hitam tinggi besar. Satunya membawa becak motor (bentor) tanpa kepala dan banyak darah.
Kejadian yang bisa dibilang apes ini terjadi sekitar awal Juni 2021, sekitar pukul 01.30 WIB, di Jalan Tapak Siring dekat Balai Yasa Surabaya Gubeng (Bysgu). Seingatku, hari itu hari Kamis malam Jumat.
Sebelum berjumpa dua makhluk menyeramkan tersebut, aku awalnya berada di kantorku yang ada di dekat Balai Kota.
Saat itu (di kantor), aku hanya bertiga. Satu teman kerjaku yakni Toing, satunya Office Boy (OB) yang biasa dipanggil Paidi. Kami bertiga main online game. Sementara lainnya sudah pamit pulang lebih dulu.
Ketika asyik nge-game inilah, perasaanku sudah tidak enak. Badanku tiba-tiba panas. Yang paling terasa, itu di bagian punggung dan telinga. Padahal Air Conditioner (AC) yang ada di ruangan tempat kami bertiga nge-game terus menyala dan dinginnya sangat terasa. Ditambah lagi waktu itu hujan juga turun, meski tidak deras. Dinginnya makin bertambah.
ADVERTISEMENT
Sekitar pukul 01.15 WIB, aku lantas pamit pulang. "Tak moleh sek yo. Awakku gak enak. Luwe pisan iki (Pulang duluan ya. Badanku gak enak. Laper juga ini," ucapku, sembari dalam hati berkata ada apa ini sebenarnya. Pertanda apa ini tiba-tiba badanku panas.
"Sek ta dek, bareng (Sebentar dek, bareng)," timpal Toing kepadaku, yang merupakan ciri khasnya menjawab pamitku setiap aku pulang duluan. Meski dia ujungnya juga tidak ikut pulang bareng.
"Oke, ati-ati (Hati-hati)," sahut Paidi.
Setelah itu aku lantas tidak berkata lagi. Barang-barangku, seperti charger beserta handphone, rokok dan korek api, langsung aku kemasi dan aku masukkan ke dalam tas slempangku. Sebelum akhirnya aku mengucap salam.
Jaket aku pakai, tas aku slempangkan di pundak. Pintu ruangan kemudian aku buka dan segera menuju motorku yang aku parkir di halaman kantor. Aku pamit pulang duluan ini, selain merasa tiba-tiba tidak enak badan, juga mumpung hujan sudah reda.
ADVERTISEMENT
Motor aku starter, dan langsung bergegas pulang ke kosanku di daerah Gubeng. Tapi, sebelum pulang itu, aku menyempatkan beli nasi rawon kesukaanku di daerah Jalan Pacar Keling. Ini aku lakukan, pikirku setelah makan langsung minum obat dan tidur. Agar panas di badanku turun.
Untuk ke tempat penjual nasi rawon, akses jalan yang lebih dekat tentunya melewati Grand City Mall. Lewat flyover, kemudian belok ke kiri melewati Jalan Tapak Siring.
Nah, saat aku sampai di turunan flyover, kemudian belok ke kiri, yang jalannya menikung, tiba-tiba ada sosok tinggi besar, memakai jubah hitam, berdiri tegak tepat di depanku. Tidak kelihatan wajahnya. Semuanya serba hitam.
Aku yang kaget dan takut, saat itu hampir terjatuh dari motor. Wajahku tercengang dan tidak bisa berkata. Motorku langsung ku geber ke arah deretan warkop di sepanjang jalan tersebut, yang saat itu sudah tutup semua dan sangat sepi.
ADVERTISEMENT
Aku lantas berhenti, motor aku parkir dengan mesin yang tetap menyala. Kemudian aku ambil batu, dan ku sedikit hampiri sosok tinggi besar berjubah hitam tersebut.
"Sampean sopo (Kamu siapa)?," tanyaku sambil memberanikan diri dengan badan yang gemetar.
Saat aku tanya itulah, sosok tersebut malah menatap ke arahku dan semakin mendekat. Yang sebelumnya posisinya sedikit serong dan menundukkan kepala.
Spontan, batu yang ada dalam genggamanku tadi langsung aku lemparkan ke arah sosok menyeramkan tersebut. Tidak tahu waktu itu kena atau tidak.
Saat aku hendak kembali ke motorku untuk kabur, dari arah utara depan Bysgu ada bentor yang melintas. Hatiku sedikit tenang, lega. Karena ada orang melintas. Ada temannya. Sebab, di sepanjang jalan itu, memang sepi dan gelap bila warung-warung sudah tutup.
ADVERTISEMENT
Namun, saat bentor itu sampai melintas di depan mataku, dan berhenti di seberang, aku berdiri depan warung yang cahaya lampunya lumayan terang. Hati yang awalnya sedikit tenang dan lega tadi, berubah 180 derajat menjadi rasa takut yang bukan main.
Betapa tidak, pengemudi bentor itu ternyata sosok yang lebih menyeramkan. Tanpa kepala dan lehernya banyak darahnya. Kemudian bajunya rusak, tangannya besar dan kukunya panjang.
Melihat itu, aku tidak karu-karuan. Seluruh badanku gemetar. Tidak bisa ngomong. Mau kabur tidak bisa. Seperti kaki ada yang memegangi. Persis seperti di film-film horor.
Tapi, alhamdulillah. Saat terpojok itulah, aku sempat mengucap Hauqalah, meski tidak bisa keras dan sedikit latah. Dua makhluk menyeramkan tersebut lantas menghilang.
ADVERTISEMENT
Yang berjubah hitam tinggi besar menghilangnya dengan membalikkan wajah. Sementara hantu tukang bentor tanpa kepala, seiingatku menggeber bentornya sangat cepat ke arah selatan dengan cara zig-zag, sebelum akhirnya menghilang.
Aku ngos-ngosan, campur keringat dingin. Saat aku kembali ke motorku yang masih menyala, di situlah baru ada mobil dan beberapa motor yang melintas. Aku sidikit tenang.
Motor kemudian langsung aku geber cepat ke daerah Pacar Keling untuk membeli nasi rawon. Sampainya di lokasi, aku langsung memesan satu porsi, tapi aku meminta bungkus. Tidak makan di tempat.
Nah, saat inilah, aku langsung menelepon Toing. Memberi tahu jika aku baru saja bertemu dua hantu sekaligus. Karena kebetulan dia waktu itu belum pulang dari kantor, lantas aku suruh agar tidak lewat jalan di mana aku bertemu dua hantu menyeramkan tadi.
ADVERTISEMENT
"Waduh. Aku tak turu kantor ae lak ngunu. Medeni dek (Waduh. Aku tidur kantor aja kalau gitu. Nakutin dek)," ujarnya, yang awalnya tidak percaya dengan ceritaku, namun akhirnya ada rasa takut untuk dia tidak pulang. Karena rumahnya juga di daerah Pacar Keling.
Selepas membungkus nasi rawon, aku lantas pulang ke kos. Aku nyalakan lampu, keran air, kemudian mandi, ganti baju, nyalakan televisi, kipas angin, dan langsung menyantap nasi rawon tersebut.
Setelah selesai makan, aku minum air putih dan menyalakan satu batang rokok. Badanku yang awalnya panas, tiba-tiba sudah enakan. Aneh sekali.
Di sela-sela itu, aku selingi dengan istighfar. Sambil memikirkan kejadian yang menimpaku tadi. Sebenarnya ada apa. Apa yang salah denganku.
ADVERTISEMENT
Jam waktu itu sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB, seingatku. Badan sudah sangat lelah. Aku harus istirahat. Tapi mataku diajak merem tidak mau. Aku tidak bisa tidur.
Aku pun kemudian berdoa dalam hati, meminta kepada Allah agar dijauhkan dari marah bahaya. Sembari berbaring di atas kasur, dengan televisi dan lampu yang menyala, juga main handphone.
Aku pun bisa tertidur. Tapi tidak tau tidur jam berapa. Tahu-tahu bangun sudah jam 09.00 WIB. Setelah itu aku kembali beraktivitas seperti biasanya, dan memilih tidak menceritakan kejadian yang menimpaku kepada siapapun, kecuali Toing dan mungkin Paidi yang dini hari itu aku kasih tau melalui sambungan telepon.
Penulis adalah wartawan jatimnow.com