Kisah Pemakaman Jenazah Korban Corona: Penggali Kubur Sempat Lari Ketakutan

Konten Media Partner
27 Maret 2020 22:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses pemakaman korban Corona di Sidoarjo (Foto-foto: Hoofy for jatimnow.com)
zoom-in-whitePerbesar
Proses pemakaman korban Corona di Sidoarjo (Foto-foto: Hoofy for jatimnow.com)
ADVERTISEMENT
jatimnow.com - Masker dan alat pelindung diri (APD) lainnya jadi saksi bisu ketegangan sepanjang 9 jam proses pemakaman jenazah pasien positif Virus Corona (Covid-19) oleh beberapa orang di sebuah pemakaman Sidoarjo.
ADVERTISEMENT
Ketegangan panjang itu dirasakan langsung oleh salah satu pria yang menyebut dirinya dengan nama Hoofy. Dia tidak sendirian saat itu. Melainkan bersama para pejuang kemanusiaan yang hanya dibekali senjata APD dan doa dalam melawan Covid-19 yang bisa saja menyerang sewaktu-waktu.
"Proses dari mengurus jenazah di rumah sakit hingga jenazah masuk liang lahat sekitar 9 jam," ucap Hoofy kepada jatimnow.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/3/2020).
Jenazah seorang korban Corona itu dimakamkan di kawasan Lingkar Timur, Sidoarjo, sekitar pukul 03.00 Wib, Kamis (26/3/2020). Menurut Hoofy, janazah korban dibawa dari rumah sakit menuju makam, sudah dalam kondisi terbungkus peti kayu.
Lantas siapa empat orang yang foto dan videonya viral sedang melakukan prosesi pemakaman itu?
ADVERTISEMENT
"Dari polres," jawab Hoofy.
Hoofy mengaku, proses pemakaman saat itu juga diikuti Plt. Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin, Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Sumardji, Kapolsek Sidoarjo Kota, serta sejumlah pejabat.
"Foto yang saya kirim ke sampean saya ambil dari radius sekitar 50 meter," ungkapnya.
Ia menambahkan, saat pemakaman tersebut, tidak ada satupun keluarga korban yang berada di lokasi. Bahkan pasien saat dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit, tak ada satu pun keluarganya yang datang.
Lalu siapa yang menggali makam hingga melakukan penutupan liang lahat?
"Yang menggali dan menguruk dari relawan warga sekitar," ucap Hoofy.
Dari pengalaman pertamanya mengikuti prosesi pemakaman pasien positif Corona itu, Hoofy ingat betul bahwa mengurus jenazah pasien Covid-19 itu menguras tenaga dan pikiran. Juga memerlukan beberapa hal penting serta standar operasional prosedur (SOP) yang ketat.
ADVERTISEMENT
"Salah satu hal yang paling utama adalah kami yang mengikuti proses pemakaman harus memakai APD," bebernya.
Hoofy kemudian memaparkan SOP yang ia lihat dan ikuti saat itu. Pertama, setelah dari rumah sakit, jenazah dimandikan, dibungkus plastik lapis empat lalu dimasukkan peti. Sebelum dimakamkan, harus dikeluarkan berita acara yang harus ditandatangani kepolisian.
"Dengan catatan jenazah harus dimakamkan malam itu juga sesuai SOP atau maksimal empat jam setelah kematian," jelasnya.
Setelah urusan di rumah sakit rampung, kendala berikutnya yaitu mencari komplek makam. Hoofy pun membantu berkoordinasi untuk mendapatkannya. Namun masalah baru kembali muncul, yaitu siapa penggali kubur dan orang yang akan menguburkannya.
"Koordinasi ke sana kemari dilakukan. Akhirnya dapat tukang gali kubur dan yang akan menguburkannya, meski dengan segala cara dan catatan tetap pakai APD," sambung Hoofy.
ADVERTISEMENT
Proses pemakaman korban Corona di Sidoarjo (Foto-foto: Hoofy for jatimnow.com)
Tiba waktunya jenazah diberangkatkan, ternyata sopir ambulans malah kabur karena tidak bersedia mengantar jenazah. Padahal jenazah dalam peti sudah di dalamnya. Peti dan kereta dorong itu diturunkan dan ditinggal di rumah sakit hingga akhirnya mendapat ambulans pengganti.
"Sebelum jenazah tiba di pemakaman ternyata para penggali kubur dan yang menguburkan pun lari ketakutan sebelum mayat datang. Setelah dilakukan komunikasi lagi akhirnya mereka bersedia. Dan prosesi pemakaman berjalan lancar," bebernya.
Menurut Hoofy, mengurus jenazah korban Corona jauh lebih mengerikan daripada mengurus jasad teroris. Sisi kemanusiaan sangat dominan dalam hal ini.
"Kami baru pulang jam 4 pagi. Sampai rumah langsung menuju kamar mandi, membersihkan diri termasuk keramas, baru melaksanakan ibadah dan istirahat," kisahnya.
ADVERTISEMENT
"Intinya adalah harus memantapkan hati bahwa ini adalah misi kemanusiaan, memakai APD. Yang paling utama tentunya berdoa kepada Tuhan," ungkap Hoofy.
Dari pengalamannya itu, Hoofy mengingatkan kepada semua orang di Indonesia agar mematuhi semua aturan dan anjuran pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran dan penularan Covid-19.
"Di rumah saja jangan keluyuran, nongkrong atau sok bijak dalam menghadapi Virus Corona ini," tutupnya.