Pekerja Musik Rentan Gangguan Pendengaran!

Jefry Albari Tribowo
dr. Jefry Albari Tribowo, Sp.And adalah seorang dokter spesialis Andrologi dan produser musik di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Website: andrologibanjarmasin.com
Konten dari Pengguna
17 Mei 2020 15:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jefry Albari Tribowo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Konser | pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Konser | pixabay.com
ADVERTISEMENT
Telinga merupakan salah satu organ tubuh yang paling berharga bagi seorang musisi dan sound engineer. Hal ini dikarenakan anggota tubuh tersebut berperan penting dalam setiap proses pekerjaan sehari-harinya, mulai dari proses pembelajaran hingga penampilan. Sayangnya kesehatan telinga kurang begitu diperhatikan oleh banyak pekerja musik, bahkan tidak jarang mereka baru memeriksakan kesehatannya di saat gejala sudah semakin parah.
ADVERTISEMENT
Studi yang dilakukan di Iran pada musisi professional menunjukkan 56% musisi mengalami gejala seperti telinga berdenging (tinnitus) ataupun nyeri telinga setelah sesi penampilan. Akan tetapi hanya 2,4% musisi saja yang menggunakan secara rutin alat pelindung telinga. Sementara itu pada pemeriksaan objektif dengan audiometri didapatkan musisi yang terjadi penurunan pendengaran sebanyak 20%, namun hanya 7% saja yang merasakan ada gangguan pendengaran secara subjektif. Hal ini menunjukkan bahwa musisi kurang menyadari akan gangguan pendengaran, sehingga dapat menyebabkan penurunan pendengaran menjadi semakin parah di kemudian hari.
Ada 2 penyebab terjadinya penurunan pendengaran tersering, yakni: Presbikusis dan Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB). Presbikusis terjadi saat penurunan fungsi pendengaran telinga yang disebabkan oleh meningkatnya usia, di mana sering terjadi pada usia 65 tahun ke atas. Sedangkan GPAB terjadi pada orang-orang yang terpapar bunyi nyaring (lebih dari 85 dBA) beberapa jam perhari dalam waktu yang lama (5-20 tahun). Hal ini terjadi karena bunyi yang sangat nyaring dapat menyebabkan kematian sel-sel rambut di koklea (bagian berbentuk seperti rumah siput dalam telinga) yang berfungsi untuk menangkap gelombang suara dan melanjutkannya ke otak.
ADVERTISEMENT
Adapun gejala dari GPAB antara lain: gangguan pendengaran mengenai kedua telinga, penurunan pendengaran tidak hilang setelah paparan bising dihilangkan, dan penurunan terjadi lebih banyak pada frekuensi tinggi (3000-6000 Hz). Ketika penurunan pendengaran terjadi pada frekuensi tinggi, para penderita biasanya tidak mengalami kesulitan ketika mendengar percakapan dalam kondisi sunyi, akan tetapi gejala muncul saat penderita mendengar percakapan dengan bunyi background yang bising.
Dari World Health Organization (WHO) menyarankan untuk menjaga suara bising dari lingkungan di bawah dari 70 dBA selama 24 jam agar menghindari terjadinya GPAB. Namun bagi para musisi yang setiap harinya bekerja dengan dentuman nyaring instrument musik, hal ini menjadi agak sulit. Para sound engineer terpapar bising 85 dB saat me-mixing dan mastering lagu menggunakan sound monitor, pada saat menggunakan headphone dengan volume maksimal kenyaringannya mencapai 105 dB, sedangkan pada saat berada di konser musik kenyaringannya sebesar 110 dB.
ADVERTISEMENT
Tentunya semakin tinggi tingkat dB-nya, sebaiknya semakin sebentar pula durasi mendengarkan bising tersebut untuk mencegah terjadi kerusakan pendengaran. Sayangnya, para musisi tidak begitu memperhatikan kesehatan pendengarannya. Selain terpapar bising dari kegiatan saat bermusik, banyak yang mendengarkan musik secara nyaring saat sedang beristirahat dan terpapar bising suara nyaring lainnya dari media lain dalam keseharian.
Tabel Durasi Pajanan Aman Berdasarkan Nyaring Suara (Sumber: Centers for Disease Control and Prevention)
Salah satu tindakan terbaik untuk menjaga fungsi pendengaran adalah dengan mengenali tingkat kenyaringan dari suara yang kita dengar sehari-hari, baik saat sedang berlatih, tampil, dan bekerja di depan monitor. Beberapa aplikasi di smartphone memiliki kemampuan untuk mendeteksi tingkat kenyaringan di lingkungan sekitar kita meskipun tidak akurat secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Jika kita sudah mengidentifikasi tingkat kenyaringan dari lingkungan kita, lakukanlah pengaturan waktu lama pajanan suara. Misal ketika kita sedang me-mixing dan mastering lagu dengan tingkat kekerasan 85 dB, batasilah untuk mendengar maksimal selama 8 jam per hari. Atau jika kita sedang latihan dengan durasi lama dalam sebuah ruangan dengan tingkat kekerasan 105 dB, maka gunakanlah alat pelindung telinga seperti earplug atau earmuff yang berguna meminimalisir kekerasan bising yang masuk ke telinga.
Earmuff | pixabay.com
Yang terpenting lagi adalah membatasi mendengarkan suara dengan volume nyaring di luar aktivitas bermusik. Salah satunya dengan meminimalisir penggunaan headphone dan mengatur volume pemutar media seperti TV dan radio agar tidak terlalu nyaring saat sedang mendengarkannya.
Untuk lebih amannya jika kita ingin mengetahui bagaimana fungsi pendengaran, lakukanlah kontrol ke dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) agar dilakukan pemeriksaan. Salah satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi pendengaran adalah dengan audiometri, di mana kita akan mengetahui bagaimana fungsi pendengaran kita berdasarkan frekuensi-frekuensi tertentu.
ADVERTISEMENT
Berhubung telinga adalah aset paling berharga dari para pekerja musik, maka perlakukanlah dengan hati-hati dan seksama. Karena semahal apa pun speaker yang kita punya atau sebagus apa pun instrument yang kita mainkan, hal itu seolah menjadi percuma ketika telinga kita mengalami gangguan pendengaran.