Kisahku dan Hostel Tua Misterius di Melaka, Malaysia

Jejak Jelata
Travel Blogger - Mendapatkan hal baru saat traveling adalah hal yang seru dan saya akan membagikannya dalam sebuah trip story
Konten dari Pengguna
29 Agustus 2019 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jejak Jelata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sepi, sempit, dan kuno. Begitulah suasana hostel yang saya sewa kamarnya dua malam di Melaka, Malaysia. Saya memesannya melalui booking kamar online yang hanya menampilkan sisi menarik dari bangunan tersebut.
Suasana di sekitar penginapan, hanya 10 menit jalan kaki.
Padahal teman saya sudah pernah memperingatkan buat lebih teliti dan berhati-hati memilih penginapan. Masalahnya, Melaka merupakan kota tua tujuan wisata, yang tentu banyak sekali bangunan tua yang disewakan untuk penginapan.
ADVERTISEMENT
Sejumlah kekhawatiran pun sempat 'menggerayangi' pikiran saya. Salah satu yang saya takutkan adalah mendapatkan kamar yang horor. Enggak kebayang bagaimana seramnya karena harus tidur sendirian.
Dari Melaka Sentral, saya memesan taksi online menuju penginapan. Anehnya, sesampainya di lokasi, penginapan yang saya booking tidak terlihat. Tanya orang tidak ada yang tahu, sampai berkali-kaki saya melewati titik tersebut.
Tak ada yang salah dengan suasana di sekitar hostel saya.
Hari mulai gelap dan azan magrib berkumandang sayup-sayup terdengar. Saya memutuskan untuk turun dari mobil dan jalan kaki menyusuri jalan dan sederet ruko yang sudah tutup. Perasaan was-was pun timbul, saya takut terkena scam atau tindak kriminal.
Tidak lama berputar-putar di kawasan tersebut, akhirnya saya melihat sebuah ruko tua dengan pintu yang terbuka sejengkal. Saya mendekat dan mengintip isi ruko tersebut. Sang pemilik ruko terperanjat dan menyapa nama lengkap saya.
ADVERTISEMENT
Welcome, this is your hostel,” sapa seorang lelaki yang paruh baya dari balik pintu besi dan meminta saya untuk masuk.
Lega rasanya bisa ketemu hostel yang saya cari. Tak lama kami berbincang, saya pun diantar menuju kamar di lantai 2. Saya menaiki tangga kayu yang usianya mungkin sudah tua. Di dalam kamar terdapat dua bed yang saling berhadapan. Sementara lantainya terbuat dari papan.
Nah, kalau ini gambar kamar yang saya tinggali.
Setelah si pemilik hostel turun, saya baru sadar kalau sendirian tinggal di rumah itu. Ruang di lantai 2 memiliki penerangan yang redup dengan aroma hio yang menyerbak di setiap sudutnya. Awalnya saya tidak mau ambil pusing dengan suasana tersebut. Saya pikir, saya hanya menumpang tidur sampai besok pagi dan sisanya akan saya habiskan eksplor Kota Malaka.
ADVERTISEMENT
Hingga pada akhirnya, teman saya datang untuk mengajak saya pergi jalan. Bukan hanya saya yang tampak kesulitan menemukan penginapan tua ini, melainkan Wan, teman yang malam itu menjemput saya, juga demikian. Padahal mobil miliknya terparkir di depan penginapan saya.
Setelah bertemu Wan, saya langsung melontarkan sesuatu yang membuat saya ragu untuk menginap di hostel tersebut.
“Kamu yakin akan tidur di sini selama dua malam? Jika terjadi sesuatu jangan sungkan panggil saya, ya!” ucapnya setelah kami bersua.
Meski begitu, saya masih merasa bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Saya masih merasa aman tidur di hostel sendirian. Pasalnya hostel ini letaknya sangat strategis, dekat dengan kawasan Melaka Heritage. Saya pun tak perlu keluar uang untuk menyewa kendaraan atau naik taksi online, cukup dengan berjalan kaki. Tak hanya itu, harga sewanya pun murah, hanya sekitar 30 RM saja per malam sudah termasuk sarapan.
Kamu harus ke sini kalau sudah sampai Malaka.
Karena alasan itulah akhirnya saya pun meyakinkan diri saya bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Hingga pada malam hari, saya mendengar hentakan kaki yang keras dan membuat saya terbangun.
ADVERTISEMENT
Penasaran, saya pun membuka pintu dan mengintip ke luar kamar. Saya pikir penjaga hostel yang sengaja lewat depan kamar saya. Namun, usai menutup pintu, saya mendengar suara orang mendengkur di lantai bawah yang saya yakini adalah suara dengkuran si penjaga hostel.
Setahu saya, tidak ada orang lain yang check in sebelum atau sesudah saya. Bahkan si pemilik hostel pun bilang kalau saya adalah tamu satu-satunya malam itu. Sialnya, suara hentakan kaki itu beberapa kali terdengar dan membuat saya susah tidur malam itu. Ditambah lagi aroma hio yang menusuk indra penciuman saya.
Paginya, saya mencoba bertanya kepada penjaga hostel tentang tamu yang menginap di sana. Dan dia menjawab, “Kamu akan mendapatkan teman malam ini, karena baru nanti malam ada tamu yang menginap,” ucapnya sambil menyodorkan sepiring omlete pesanan saya.
ADVERTISEMENT
Sial, lalu siapa yang lewat depan kamar saya?