Tabrakan Mobil Otonom , Siapa yang Pantas Dikorbankan?

Jejak Tekno
Merekam jejak-jejak teknologi yang semakin sulit dilepaskan dari aspek kehidupan manusia dan lingkungannya.
Konten dari Pengguna
19 November 2018 11:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jejak Tekno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tabrakan Mobil Otonom , Siapa yang Pantas Dikorbankan?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mobil otonom Waymo (Foto : Reuters)
Peradaban manusia sedang bergerak memasuki era di mana mobil otonom akan menjadi sebuah pilihan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
ADVERTISEMENT
Perusahaan teknologi informasi seperti Uber, Tesla, Waymo mau pun produsen mobil tradisional seperti Volkswagen dan General Motors terus berlomba bahkan bekerjasama untuk menciptakan mobil otonom yang aman digunakan oleh masyarakat.
Faktor keamanan dan keselamatan merupakan aspek yang tetap perlu mendapat perhatian walau fungsi pengendalian kendaraan bisa dialihkan ke sistem kecerdasan buatan.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah seberapa amankah menyerahkan setir ke kecerdasan buatan misalnya saat terjadi kecelakaan.
Tahun 2018 mencatat beberapa insiden mobil otonom yang memunculkan keraguan akan keamanan sistem kecerdasan buatan mobil otonom.
Insiden bulan Maret 2018 di Arizona menjadi yang pertama kali memakan korban jiwa. Laporan badan keselamatan transportasi nasional (NTSB) menyimpulkan bahwa pengemudi yang disiapkan untuk mengambil alih setir saat terjadi situasi yang tidak diinginkan sedang teralihkan perhatiannya karena menonton Hulu.
ADVERTISEMENT
Laporan yang sama menyebutkan bahwa radar dan sensor mobil berhasil mendeteksi keberadaan objek di lajur kendaraan dalam hal ini korban kecelakaan, enam detik sebelum terjadi benturan namun salah mengklasifikasikan sebagai objek tak dikenal, kemudian sebagai kendaraan lain, dan terakhir sepeda.
1,3 detik sebelum menghantam korban, komputer mobil memutuskan untuk melakukan pengereman darurat. Namun naasnya, Uber telah mematikan sistem pengereman darurat di mobil Volvo tersebut untuk mengurangi potensi perilaku kendaraan yang tidak tentu.
Bulan Oktober silam, sekelompok peneliti dari Massachusets Institute of Technology (MIT) merilis hasil penelitiannya mengenai bagaimana cara melatih mobil otonom untuk mengambil keputusan saat akan menghantam objek di depannya ketika mengalami kecelakaan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan membuat sebuah permainan bernama Moral Machine ini menyajikan persoalan klasik Trolley Problem.
Tabrakan Mobil Otonom , Siapa yang Pantas Dikorbankan? (1)
zoom-in-whitePerbesar
Contoh skenario tabrakan (Foto : Istimewa)
ADVERTISEMENT
Masalah Troli mengandaikan seseorang yang kehilangan kendali atas sebuah kendaraan dihadapkan pada dua pilihan jalur yang sama-sama fatal namun berbeda dalam hal jumlah korban, jenis kelamin dan berbagai aspek lain.
Partisipan Moral Machine berjumlah lebih dari 2 juta orang yang berasal dari 200 negara lebih.
Dalam keterangannya yang dikutip MIT News, Edmond Awad mahasiswa postdoc di MIT Media Lab dan pimpinan penelitian mengatakan “studi ini pada dasarnya mencoba memahami keputusan moral yang perlu dijadikan sandaran oleh mobil otonom.”
“Dan sampai saat ini belum didapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut,” tambah Awad.
Awad juga menyebutkan ada tiga elemen yang sepertinya paling banyak diterima oleh masyarakat luas.
Kecenderungan empati global pada hasil survei menunjukkan manusia lebih diutamakan ketimbang hewan, lebih mendahulukan nyawa banyak orang dibanding sedikit orang serta memilih menyelamatkan anak muda daripada lansia.
ADVERTISEMENT
“Tingkat kecenderungan utama sampai taraf tertentu berlaku universal,” ungkap Awad.
“Namun taraf kecenderungannya beragam di antara grup atau negara yang ada,”
“Sebagai contoh, pada kelompok negara yang disebut sebagai “Ketimuran” yang banyak berisi negara Asia,kecenderungan untuk mendahulukan anak muda dari orang tua tidak cukup menonjol,” jelas Awad.
Untuk keseluruhan, Moral Machine berhasil mengumpulkan hampir 40 juta keputusan responden individu dari 233 negara, dan terdapat 130 negara yang menyumbangkan 100 atau lebih respon.
Data tersebut diolah secara menyeluruh namun juga dipecah menjadi subkelompok yang didefinisikan berdasarkan umur, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan, pilihan politik dan agama. Ada 491.921 responden yang bersedia memberikan data demografisnya.
Tim peneliti tidak menemukan perbedaan mencolok pada kecendurungan moral berdasarkan faktor demografis tersebut namun saat ditinjau berdasarkan afiliasi geografis dan budaya akan terlihat kecenderungan pilihan moral yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Kelompok negara yang dibagi menjadi “Ketimuran’, “Kebaratan”, dan “Keselatanan”ini menunjukkan perbedaan yang mencolok.
Misalnya para responden di negara selatan memiliki kecenderungan yang kuat untuk menyelamatkan anak muda dibanding orang tua, yang berbeda jika dibandingkan khususnya dengan negara timur.
Awad menyarankan bahwa pengakuan terhadap tipe kecenderungan ini mesti menjadi bagian mendasar ketika membawa isu ini ke ranah diskusi publik.
Untuk semua wilayah, dengan terdapatnya kecenderungan untuk mendahulukan pejalan kaki yang menyeberang di zebra cross daripada mereka yang menyeberang secara sembarangan, maka dengan diketahuinya hal ini dapat dijadikan dasar pembuatan software pengontrol mobil otonom.
Awad juga menyumbangkan saran supaya penghimpunan pendapat publik terkait isu inovasi dan keamanan publik terus menjadi bagian besar dari dialog yang melingkupi mobil otonom.
ADVERTISEMENT