“DIA BELUM MATI!”
Seperti kereta yang melaju kencang, sentakan kakek kepala buntung itu membuat sekelilingku bergerak cepat hingga mengabur berbentuk pusara yang menelanku. Dengung bergema keras di telinga. Kakiku yang semula menapa di atas hamparan pasir terangkat, kemudian berpindah ke dataran tanah dan rumput basah.
Aku memperhatikan sekeliling. Rupanya kedua kakiku sudah berpijak di halaman luas dengan pendopo-pendopo kayu berarsitektur klasik di sekitarnya. Bola mataku menelisik was-was.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814