Niat Pemerintah Sudah Baik, Namun Apakah Dampaknya Selaras dengan Niatnya?

JIHAAN FAAIZAH
Mahasiswi - Universitas Katolik Parahyangan, Bandung - Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Konten dari Pengguna
7 Januari 2022 15:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari JIHAAN FAAIZAH tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sirkuit Mandalika yang bertaraf internasional. Foto: Bay Ismoyo/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sirkuit Mandalika yang bertaraf internasional. Foto: Bay Ismoyo/AFP
ADVERTISEMENT
Pembangunan erat kaitannya dengan perkembangan atau proses berkembangnya suatu negara dari negara berkembang menjadi negara maju. Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat ini pemerintah sedang rajin-rajinnya membangun infrastruktur terutama pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut-sebut sebagai Bapak Infrastruktur Indonesia. Pembangunan infrastruktur yang saat ini hangat dibahas adalah pembangunan Sirkuit Internasional Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
ADVERTISEMENT
Sirkuit Mandalika ini dibangun agar dapat menyelenggarakan ajang lomba balap motor yang bergengsi seperti WSBK (World Superbike) dan MotoGP. Sirkuit Mandalika dipercaya dapat meningkatkan minat pariwisata domestik maupun internasional yang akan memajukan perekonomian Indonesia. Namun, di samping dapat meningkatkan minat pariwisata Indonesia, masyarakat lokal di sekitar Sirkuit Mandalika ini mengalami kerugian. Dampaknya dirasakan oleh warga lokal Lombok karena banyak larangan dan penggusuran di kawasan sekitar sirkuit.
Pembangunan Sirkuit Mandalika di Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat tentunya memerlukan lahan yang luas. Oleh karena itu, pemerintah terpaksa menggunakan lahan dari Desa Kuta untuk melakukan pembangunan Sirkuit Mandalika. Sesuai dengan hukum yang berlaku pada PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, jika pemerintah berencana untuk membangun fasilitas umum maka akan dilakukan pembebasan lahan atau pengadaan tanah untuk pemerintah. Seperti yang tertera dalam Bab 1 Pasal 1 PP Nomor 19 Tahun 2021, bahwa pemerintah harus memberikan kompensasi berupa uang sebagai upaya ganti rugi secara adil dan layak.
ADVERTISEMENT
Namun, berdasarkan pengakuan dari warga Desa Kuta, masih terdapat warga yang belum menjual tanahnya kepada pemerintah. Dikarenakan tidak adanya protes dan layangan gugatan secara langsung, pemerintah menganggap bahwa warga lokal setuju akan pembangunan sirkuit dan melangsungkan pembangunan dengan cara menggusur.
Ketidakadilan inilah yang membuat warga lokal merasa kecewa karena pemerintah terkesan membuat keputusan secara sepihak. Selain itu, sekitar 90 Kepala Keluarga terpaksa dipindahkan ke lahan relokasi bernama Dusun Ngolang yang sifatnya sementara. Meskipun begitu, warga mengeluh karena menurut mereka lahan relokasi yang disediakan oleh pemerintah belum siap untuk dijadikan tempat tinggal.
Tak hanya itu, berlakunya larangan berjualan di sekitar Sirkuit Mandalika juga meresahkan warga sekitar. Larangan ini dilakukan agar kawasan Sirkuit Mandalika tertata rapi dan tidak kumuh. Pembangunan yang seharusnya menyejahterakan rakyat berubah menjadi mengancam kesejahteraan rakyatnya. Dengan berlakunya larangan tersebut, warga lokal turut kehilangan mata pencaharian mereka untuk menghasilkan uang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, petani-petani yang memiliki lahan sawah di sekitar kawasan sirkuit terpaksa kehilangan lahan dan pada akhirnya mereka mereka kehilangan pekerjaannya sebagai petani. Tujuan dari pemerintah melaksanakan larangan-larangan ini memang sudah baik. Namun, kenyataan yang dapat dirasakan oleh warga lokal adalah berkurangnya pendapatan mereka karena tempat untuk mencari nafkah “direnggut” oleh pemerintah.
PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mendapatkan laporan bahwa dalam pembangunan Sirkuit Mandalika pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesian Tourism Development Corporation) melakukan pelanggaran terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) warga lokal. Laporan tersebut berisikan bahwa adanya pengusiran warga lokal secara paksa yang dilakukan oleh pemerintah. PBB mengatakan bahwa terdapat sekitar 150 warga yang diduga menjadi korban dari pengusiran atau penggusuran.
Namun, pemerintahan Indonesia membantah hal yang disampaikan oleh PBB. Di sisi lain, Pakar PBB tidak menerima balasan dari pemerintah Indonesia dan merasa tidak puas. Sebab, akar masalah dari pelanggaran HAM yang dilontarkan oleh PBB adalah kondisi lahan relokasi yang tak layak huni. Pemerintah Indonesia seharusnya memastikan terlebih dahulu sebelum pembangunan sirkuit dilaksanakan bahwa lahan relokasi dan akses untuk lapangan pekerjaan sudah dalam kondisi yang baik dan layak. Hal yang perlu pemerintah perhatikan dalam melakukan proyek Internasional seperti Mandalika ini harus berdasarkan pada prinsip-prinsip HAM, tidak hanya berfokus kepada pengadaan tanah atau pembebasan lahan dan pariwisata saja.
ADVERTISEMENT
Tujuan dari Pemerintah Indonesia membangun Sirkuit Mandalika yang bertaraf internasional di Lombok adalah untuk meningkatkan sektor pariwisata dan menarik perhatian dari para investor asing dengan cara melakukan diplomasi dengan negara-negara asing. Niat dari pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia sudah baik. Tetapi tanpa disadari, pembangunan itu berdampak negatif terhadap masyarakat sekitar. Solusi yang dapat penulis berikan adalah rakyat harus lebih memberanikan diri untuk menggugat pemerintah secara langsung.
Akan tetapi, di waktu yang bersamaan pemerintah juga harus lebih serius dalam memperhatikan kesiapan warga maupun lingkungan sekitar sebelum dilakukannya segala jenis pembangunan. Selain itu, pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan untuk steward atau tenaga medis khusus dalam bidang balap motor. Namun, karena steward merupakan tenaga ahli khusus, maka tidak bisa sembarangan untuk mempekerjakannya. Dikarenakan setiap tenaga kerja khusus memerlukan pendidikan khusus, pemerintah dapat membangun sekolah khusus steward di Indonesia agar membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Selain itu, Indonesia sebagai tuan rumah ajang balap motor tidak perlu meminjam tenaga steward ke negara lain.
ADVERTISEMENT