Anak Penjual Kopi Ini Suarakan Setop Kekerasan Terhadap Anak di Kanada

23 Oktober 2017 10:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak Penjual Kopi Wakili Indonesia ke Kanada (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Anak Penjual Kopi Wakili Indonesia ke Kanada (Foto: Dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Monica (15), seorang anak penjual kopi keliling, mengikuti pertemuan Global Partnership to End Violence Against Children (GPtEVAC) di Ottawa, Kanada, pada tanggal 19-20 Oktober. Monica hadir bersama 2 anak Indonesia lainnya, Kristianus Tigor Kogoya (16) dari Jayawijaya Papua dan Luisa Futboe (16) dari Kupang.
ADVERTISEMENT
Mereka merupakan delegasi dari Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA) yang terpilih. Dikutip dari rilis pers Aliansi PKTA, Senin (23/10), di acara bertaraf internasional itu ketiganya menyuarakan agar kekerasan terhadap anak dihentikan.
Monica menyampaikan bahwa isu kekerasan seksual pada anak perlu menjadi perhatian. Sebab, kekerasan seksual bisa memberikan dampak yang panjang bagi anak.
"Isu lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah isu kekerasan seksual pada anak, karena saya melihat kekerasan ini memberi dampak jangka pendek dan panjang pada anak yang mengalaminya," ujar Monica seperti dikutip dari rilis pers Aliansi PKTA.
Monica, Kristian dan Lusia dalam acara yang dimotori WHO itu duduk bersama perwakilan anak-anak dari 8 negara. Antara lain perwakilan dari Filipina, Uganda, Mesiko, Afrika Selatan, Nigeria, Paraguay, El Salvador, dan Sri Lanka.
ADVERTISEMENT
"Dalam pertemuan GPtEVAC ini saya menyampaikan kondisi kekerasan yang dialami anak jalanan serta pengalaman saya dalam proses pembuatan film advokasi mengenai hal itu," kata Kristian.
Sementara, menurut Lusia kekerasan fisik saat ini masih sering dialami oleh anak. Bahkan, fenomena itu juga terjadi di sekolah.
"Saya memakai kesempatan ini untuk menyampaikan bentuk kekerasan fisik yang sering dialami anak, terutama yang saya perhatikan banyak terjadi di sekolah serta dampaknya yang sering membuat anak merasa rendah diri bahkan frustasi hingga mau bunuh diri," ujarnya.
Dalam acara GPtEVAC, ketiga anak Indonesia itu duduk bersama perwakilan anak dari 8 negara berbagi cerita tetang kekerasan yang terjadi di negara masing-masing. Mereka selanjutnya membuat rumusan bersama pesan untuk mengakhiri kekerasan terhadap anak.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Presidium Aliansi PKTA Zubedy Koteng menyampaikan, ada sejumlah harapan dari pihaknya atas keterlibatan 3 anak Indonesia itu. Di antaranya, terbuka peluang bagi anak Indonesia untuk menyampaikan suara tentang pencegahan kekerasan.
"Semakin terbukanya kesempatan bagi anak untuk menyampaikan suaranya baik dalam skala global, nasional dan lokal. Anak akan bersuara dan dapat memberi usulan untuk pencegahan kekerasan," kata Zubedy.
Serta, tambah dia, memperkuat komitmen pemerintah Indonesia sebagai inisiator upaya penghapusan kekerasan terhadap anak.