
Ada hantu-hantu bergentayangan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini segera terasa begitu membaca Surat Keputusan pemecatan Novel Baswedan dan 56 orang pegawai KPK lainnya yang berlaku mulai 30 September 2021.
Kesannya, pemecatan (tanpa pesangon!) lantaran mereka "kekurangan wawasan kebangsaan" belumlah cukup. Tanggal pemberlakuannya, 30 September, seolah-olah menambah selapis makna bahwa orang-orang yang dipecat ini merupakan hantu-hantu PKI (sebelumnya, mereka disebut Taliban), sementara aparatus yang menyingkirkan mereka tengah secara heroik melakukan politik eksorsisme atau pengusiran hantu-hantu yang membahayakan negara seperti ratusan ribu orang yang dulu dicap terlibat "G30S."
Sementara itu, beberapa hari sebelum puncak politik eksorsisme itu dilakukan di bawah komando Ketua KPK Firli Bahuri, ada kegegeran di Museum Dharma Bakti, Markas Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Telah hilang tiga patung jagoan bin jagoan yang paling tinggi maqam-nya dalam pengusiran hantu-hantu komunis pada 1965, itulah Jenderal Soeharto, Jenderal Sarwo Edhie, dan Jenderal A.H. Nasution.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanplus
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanplus
Gratis akses ke event spesial kumparan
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Konten Premium kumparanplus
Jika pemerintah gagal menegakkan sociale rechtvaardigheid tapi pemimpinnya dipuja, ingat piwulang Blegeduwong: bulu ayam setebal apa pun tidak akan menutupi perbuatan bohongnya.
Kolom JJ Rizal di kumparanplus, terbit tiap Rabu.
16 Konten
KONTEN SELANJUTNYA
Sukarno Jadi Fosil di Antero Kota, Jadi Kerdil di antara Kita
JJ Rizal
KONTEN SEBELUMNYA
Abu Garuda di Istana Ibu Kota Baru
JJ Rizal
Lihat Lainnya
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten