Perspektif Cinta Tanah Air Penerima Beasiswa Luar Negeri

Joanna Situmorang
Mahasiswi Universitas Airlangga.
Konten dari Pengguna
22 November 2022 10:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joanna Situmorang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Canva
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jika dilihat dari aspek pendidikan, Indonesia telah memiliki lembaga pemerintahan dalam negeri yang menyediakan beasiswa untuk mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studinya baik di dalam negeri, maupun luar negeri. Namun, lembaga ini sempat mendapatkan sorotan publik usai terungkap banyak dari alumni penerima beasiswa tersebut yang belum pulang ke Indonesia selepas menamatkan studi. Hal ini menyebabkan munculnya prasangka prasangka buruk dari masyarakat umum terhadap alumni penerima beasiswa.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, tulisan ini akan membahas apa penyebab banyaknya alumni yang tidak pulang ke Indonesia. Semua informasi pada tulisan ini merupakan opini yang berasal dari seorang alumni penerima beasiswa yang pernah bersekolah di luar negeri, tetapi kembali pulang ke Indonesia yang selanjutnya akan disebut sebagai Informan.
Menurut pendapat Informan, kita tidak bisa mengindikasi cinta tanah air seseorang hanya karena mereka memilih untuk melanjutkan studinya ke luar negeri, karena semua itu harus dilatarbelakangi dari tujuan masing-masing dari para alumni mengenai alasan mengapa mereka melanjutkan studinya ke luar negeri itu sendiri. Terutama untuk mereka yang mendapatkan beasiswa, sebab mereka pasti melewati berbagai seleksi, baik beasiswa dari dalam maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Tahap seleksi tersebut bukan untuk menggali nasionalisme seseorang, melainkan menggali tujuan seseorang tersebut memilih pendidikan di luar negeri. Sering kali juga ditemui adanya faktor pendorong seseorang memilih pendidikan di luar negeri ialah terkait penjurusan atau jurusan kekhususan tinggi yang belum ada di Indonesia.
Meskipun mendapat beasiswa dari lembaga terkait, pihak luar negeri yang para alumni jadikan tujuan studinya pun, menginginkan para alumni untuk kembali ke negara asal mereka, untuk berkontribusi ke negara asal. Contohnya, ada beberapa negara yang memiliki klausul agar penerima beasiswa mereka harus kembali ke negara asalnya untuk menunjukkan kontribusi mereka.
Tanggapan alumni yang kembali ke tanah air terhadap alumni yang tidak kembali pulang dapat dilihat dari 2 sudut pandang, yaitu kontribusi untuk Indonesia harus dilakukan di dalam negeri atau kontribusi tersebut tidak harus dilakukan dengan cara kembali ke tanah air.
ADVERTISEMENT
Menurut Informan, hal ini tidak bisa dipandang hitam putih, harus dilihat kasus per kasusnya. Penerima beasiswa dari lembaga dalam negeri memilih tidak pulang karena mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih layak tetapi tidak diiringi dengan berkontribusi untuk Indonesia, seperti tidak memberikan kontribusi dalam bidang keilmuannya dan tidak membawa nama maupun mengharumkan negeri sendiri, maka hal ini tidak layak untuk dilakukan.
Jika alumni memutuskan untuk tidak kembali karena belum ada bidang ilmu pengetahuan yang dipelajari, maka dia tetap tinggal di luar negeri agar dia bisa mengembangkan inovasi yang mendukung pengetahuannya, sambil menunggu pakar lain dari Indonesia yang bisa diajak bekerja sama untuk merintis bidangnya di Indonesia, maka hal ini sangat baik dan Informan mendukung penuh.
ADVERTISEMENT
Jika ada alasan lain seperti menemukan jodoh di sana, maka tidak bisa dilihat ekstrem kanan atau kiri. Namun, harapannya tetap berkontribusi untuk Indonesia, misal mengelola sanggar tari atau pusat budaya di Indonesia agar lebih dikenal di luar negeri, atau menginisiasi komunitas belajar bahasa Indonesia.
Cinta tanah air atau rasa nasionalisme ibarat pisau bermata dua, ada baik maupun buruknya. Rasa nasionalisme itu baik untuk mempertahankan identitas kita sebagai warga negara Indonesia maupun budaya kita. Namun, ketika kita bersikeras mempertahankan nasionalisme sampai pada level menutup interaksi dengan orang luar negeri, contohnya seperti memaksakan orang luar negeri untuk menghargai budaya kita bagaimanapun caranya, hal ini juga tidak dapat dikatakan baik. Jadi, kita harus melihat rasa nasionalisme ini di level yang wajar dan memang bisa diterima. Lantas, bagaimana cara untuk tetap mempertahankannya? Tentu saja kita harus sering membuka ruang diskusi mengenai hal ini, tidak hanya pada satu generasi, tetapi juga dalam satu kelompok antar generasi.
ADVERTISEMENT
Di era ini, dapat dilihat bahwa anak-anak remaja suka berkelompok-kelompok dan masih melekatnya pengkotak kotakan dalam ranah masyarakat sosial. Hal seperti inilah yang mungkin tanpa sadar dapat menjauhkan kita dan memecah belah rasa nasionalisme. Oleh karena itu, seperti yang telah disebutkan, upaya yang dapat dilakukan agar kita tetap mempertahankan rasa nasionalisme adalah dengan membuka ruang diskusi untuk semua generasi, bukan hanya dalam satu generasi tetapi dalam kelompok sosial kemasyarakatan secara luas yang mencakup lintas generasi.
Tidak kembalinya mahasiswa ke Indonesia sempat menimbulkan pertanyaan mengenai rasa cintanya kepada tanah air Indonesia. Namun, setelah dilakukan wawancara dengan informan yang merupakan penerima beasiswa luar negeri, kembali atau tidak kembalinya mahasiswa penerima beasiswa luar negeri ke Indonesia, tidak bisa dijadikan tolak ukur yang mutlak dalam menentukan rasa cinta tanah air Indonesia yang mereka miliki karena semua memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Para mahasiswa penerima beasiswa di luar negeri dapat berkontribusi dengan kembali dan mengharumkan nama bangsa dengan berada di dalam negeri atau tidak kembali ke tanah air, melainkan berkontribusi dan meluaskan sayap Indonesia di luar negeri.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rasa cinta tanah air dapat dilakukan dengan cara apa saja dan di mana saja, sebab tidak ada batasan dalam ruang perwujudannya, mengesampingkan negara tempat para mahasiswa penerima beasiswa luar negeri tersebut berlabuh, di dalam atau di luar Indonesia.
Semua informasi dan isi dari tulisan ini merupakan opini dari Informan yang telah kami wawancarai. Tulisan ini merupakan bentuk publikasi dari penugasan Proyek Kebangsaan Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Airlangga.