Cara Qualcomm dan Kemenperin Lacak Ponsel Black Market

11 Agustus 2017 10:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kerja sama Kemenperin dan Qualcomm. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kerja sama Kemenperin dan Qualcomm. (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Fenomena ponsel ilegal alias black market di Indonesia ternyata menjadi perhatian pemerintah sebagai upaya melindungi ponsel yang telah masuk melalui jalur resmi. Apalagi, kerugian yang ditimbulkannya bagi negara tidaklah kecil, yaitu mencapai Rp 1 triliun. Sebagai upaya memeragi permasalahan ponsel ilegal di Indonesia, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggandeng perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, Qualcomm, untuk bersama-sama menghalau datangnya ponsel black market ini. Caranya adalah dengan menerapkan Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) yang dikembangkan oleh Qualcomm. Sistem ini memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) ponsel. "Kita akan mengolah databse terkait IMEI smartphone, kami bekerja sama dengan Kemkominfo untuk mengolahnya. Setelah data terolah baru ditindaklanjuti," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, di gedung Kemenperin, Jakarta, Kamis (10/8).
Menperin Airlangga Hartarto bertemu Qualcomm. (Foto: Humas Kemenperin)
zoom-in-whitePerbesar
Menperin Airlangga Hartarto bertemu Qualcomm. (Foto: Humas Kemenperin)
Ponsel ilegal yang dimaksud ini bukan hanya ponsel black market atau pasar gelap, tapi juga counterfeit atau ponsel palsu yang desain serta mereknya menyerupai orisinal. Selain potensi menghilangkan pendaatan dan menghambat pertumbuhan dari produsen legal, ponsel ilegal juga sering kali digunakan untuk melakukan aktivitas kejahatan siber dan terorisme. "Kita sisir dulu ponsel yang IMEI-nya tidak sah, seperti kloning atau palsu itu nanti kita bisa ketahui lewat sistem hasil kerja sama dengan Qualcomm ini. Enam bulan lagi kita bisa tahu struktur lebih dari 500 juta IMEI yang kita kumpulkan sejak 2013," ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, di tempat yang sama. Sesuai dengan apa yang dikatakan Putu, saat ini proses kerja sama baru tahap penggarapan dan pengujian, baik dari software dan kemudian dibahas bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Bea Cukai. Rencananya proyek ini baru akan matang dalam enam bulan ke depan. Dengan penerapan DIRBS, publik dipastikan akan mendapatkan informasi yang menyeluruh melalui program sosialisasi yang diluncurkan oleh pemerintah dan dapat memastikan keabsahan nomor IMEI dalam database sebelum membeli ponsel. DIRBS adalah inisiatif terdepan yang menargetkan ponsel ilegal di masa depan tanpa mempengaruhi ponsel yang telah menggunakan jaringan operator saat ini dan ada di pasaran. Sistem ini dapat memverifikasi nomor IMEI ponsel yang menggunakan jaringan dari operator mengacu pada database yang dimiliki oleh Kemenperin dan GSMA untuk memastikan keabsahan IMEI. DIRBS juga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kode IMEI yang diduplikasi ponsel lama.
ADVERTISEMENT
Putu berharap, dengan adanya sistem ini nantinya ia berharap produsen ponsel yang berinvestasi di Indonesia jadi lebih semangat karena tidak diganggu dengan produk-produk ilegal itu. Diketahui, pemerintah Indonesia mulai menerapkan aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk perangkat ponsel pintar 4G sejak 2016 lalu, yang kini angka persyaratannya adalah sebesar 30 persen. Hal ini ikut berdampak pada berkurangnya angka impor ponsel di Indonesia. "Setelah TKDN, impor turun sekitar 30 persen, untuk impor ponsel dalam bentuk jadi, kalau komponen masih impor. Nilai TKDN dari waktu ke waktu akan meningkat, sehingga memaksa mereka untuk meng-invest lebih dalam lagi. Untuk waktu dekat lagi kita belum tahu," papar Putu. Berdasarkan data Kemenperin, nilai impor ponsel pada 2015 sekitar 2,2 miliar dolar AS dengan jumlah 37,1 juta unit ponsel, menurun menjadi 773,8 juta dolar AS dengan jumlah 18,4 juta unit. Sedangkan, untuk jumlah produksi ponsel di dalam negeri sebesar 24,8 juta unit pada 2015, naik menjadi 25 juta unit pada 2016. Sedangkan untuk data saat ini, kata Airlangga, Kemenperin baru akan memprosesnya. Akan tetapi data yang sudah masuk ke Kemenperin yaitu mencapai 40 juta IMEI yang telah terdaftar.
ADVERTISEMENT