Kominfo: Harus Ada Komunikasi Intens Jika Telegram Mau Normalisasi

16 Juli 2017 11:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan (Foto: Jofie Yordan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Versi web dari aplikasi pesan Telegram diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mulai Jumat (14/7) kemarin. Total ada 11 Domain Name System (DNS) Telegram yang tidak bisa diakses oleh masyarakat Indonesia, namun layanan pesan ini masih bisa dibuka dari aplikasi ponsel. Pasca pemblokiran, Kemkominfo sendiri tidak menutup kemungkinan untuk membuka kembali akses Internet ke Telegram. Dirjen Aptika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan, mengatakan harus ada komunikasi intens untuk normalisasi layanan Telegram di Indonesia. Sementara untuk menangkal konten radikal, Telegram diminta responsif dan kooperatif dalam mengatasi konten negatif itu. "Pemblokiran itu kalau sudah meng-address permasalahannya, ada proses normalisasinya. Kita lihat saja dalam waktu dekat ini, kan harus ada komunikasi yang intens dengan mereka," ujar Semuel, dalam pesan singkat kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (16/7). Telegram diketahui sering digunakan oleh teroris untuk menyebarkan propagandanya yang memuat radikalisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, melakukan penyerangan, hingga disturbing images. Hal inilah yang membuat Kemkominfo memblokir Telegram atas alasan keamanan nasional.
ADVERTISEMENT
Meski saat ini pemblokiran baru sebatas DNS, tapi Kemkominfo mengatakan bisa menutup aplikasi Telegram sepenuhnya jika perusahaan asal Rusia itu tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) dalam penanganan konten-konten yang melanggar hukum di Indonesia. Hal ini diklaim pemerintah sejalan dengan amanat Pasal 40 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kemkominfo berkata selalu berkoordinasi dengan lembaga-lembaga dan aparat penegak hukum negara dalam menangani pemblokiran konten-konten yang melanggar perundangan-undangan Indonesia. "Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," tegas Semuel.