Mungkinkah Erupsi Gunung Agung Pengaruhi Iklim Global?

27 November 2017 20:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gunung Agung Erupsi (Foto: Dok. BNPB)
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Agung Erupsi (Foto: Dok. BNPB)
ADVERTISEMENT
Erupsi Gunung Agung kembali terjadi pada Sabtu (25/11). Erupsi tersebut telah melumpuhkan aktivitas pariwisata di Bali hingga hari ini (27/11). Berbagai penerbangan menuju Bali terpaksa dibatalkan atau dialihkan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya melumpuhkan pariwisata di sana, letusan Gunung Agung juga dikhawatirkan dapat membawa efek jangka panjang, salah satunya memengaruhi iklim global.
Kekhawatiran ini muncul karena erupsi Gunung Agung yang terjadi pada 1963 lalu telah membawa dampak pada iklim global.
Ketika meletus pada 1963, Gunung Agung melepaskan berbagai macam zat beracun ke angkasa sehingga menyebabkan penurunan suhu di Bumi sekitar 0,1 hingga 0,4 derajat Celcius. Hal itu terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari gunung itu terbang hingga belasan ribu kilometer dan melapisi atmosfer bumi.
Fenomena ini disebut sebagai global cooling.
Dampak meletusnya gunung agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bali_fornia)
zoom-in-whitePerbesar
Dampak meletusnya gunung agung bagi wisatawan (Foto: Instagram/@bali_fornia)
Meski Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, mengatakan bahwa erupsi kali ini tidak akan sama dengan erupsi pada tahun 1963, dampak letusan Gunung Agung terhadap iklim masih perlu diawasi.
ADVERTISEMENT
Mengenai fenomena global cooling yang terjadi pada 1963 lalu dan membandingkannya dengan aktivitas Gunung Agung saat ini, peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Waluyo Eko Cahyo mengatakan peningkatan aerosol pascaerupsi Gunung Agung masih dalam observasi. Apakah erupsi kali ini akan berdampak pada iklim global, belum dapat dipastikan.
“Global cooling dapat terjadi karena pelepasan aerosol. Sampai saat ini data kami belum bisa melihat aerosol di Bali dan Sumbawa,” jelas Waluyo kepada kumparan (kumparan.com), Senin (27/11).
Sampai tanggal 21 November, LAPAN sudah melihat adanya peningkatan sulfur dioksida (SO2). Sulfur dioksida merupakan senyawa yang dapat menyebabkan hujan asam.
Waluyo memaparkan, “Walau aerosol berpengaruh sangat kuat terhadap perubahan iklim, tapi SO2 dari gunung berapi yang sampai di atmosfer dapat bereaksi dengan molekul air lalu terbentuk campuran air dengan gas SO2 yang di sebut sulfate aerosol (aerosol sulfat).”
ADVERTISEMENT
Aerosol sulfat ini dapat menghalangi matahari sehingga menurunkan jumlah energi matahari. Akibatnya, saat terjadi gunung meletus, cuaca terasa seperti mendung dan lebih dingin.
Meski belum dapat memberikan prediksi mengenai dampak erupsi Gunung Agung terhadap iklim, Waluyo memberikan pesan terhadap mereka yang tinggal di sekitar wilayah erupsi.
“Perlu diwaspadai bila kondisi letusan makin meningkat, masyarakat wajib mentaati aturan-aturan yang diputuskan pemerintah, agar kesehatan dan keselamatan terjaga,” pungkasnya.